Mengawasi Kinerja Pimpinan KPK Baru

14/9/2019 05:00

PRO dan kontra yang menyertai pemilihan lima pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mestinya dianggap sebagai sebuah kewajaran. Wajar karena pemilihan itu tidak bisa menyenangkan setiap orang.

Adanya pro dan kontra itu juga mencerminkan kecintaan publik kepada lembaga KPK. Publik berharap, sangat berharap, agar KPK tetap menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi. Karena itu, setelah seluruh proses pemilihan yang berjalan sesuai ketentuan yang berlaku, publik hendaknya bersatu kembali untuk mengawal kiprah lima pemimpin KPK periode 2019-2023.

Mereka yang terpilih ialah Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK.

Dukungan dan penolakan terhadap pemimpin KPK terpilih mulai tingkat wacana sampai aksi. Bahkan, ada komisioner yang langsung mengundurkan diri dari jabatannya. Pengunduran diri itu tentu saja hak pribadi setiap orang yang mesti dihormati.

Elok nian jika pro dan kontra terkait dengan calon pimpinan KPK diakhiri. Terpilihnya lima pimpinan itu merupakan lembaran baru bagi KPK yang diharapkan dapat memperkuat kerja pemberantasan korupsi di Indonesia. Tugas publik selanjutnya ialah mengawas dan mengawal kiprah mereka agar tetap tegak lurus dalam memberantas korupsi.

Kontroversi pemilihan itu mestinya bisa menjadi pecut bagi pimpinan KPK untuk membuktikan kinerja mereka. Berilah kesempatan kepada mereka untuk dapat bekerja. Memvonis kelima komisioner KPK sebelum bekerja sama saja mematikan KPK.

Lima pimpinan terpilih ini harus bisa menjawab tantangan pesimisme publik dengan meningkatkan sinergi antara aparat penegak hukum lainnya seperti kejaksaan dan kepolisian. Juga penting untuk menjalankan strategi pencegahan korupsi ke depan, pimpinan KPK yang baru menjalin sinergi dengan pemerintah di pusat sampai daerah untuk mencegah adanya praktik-praktik korupsi di lembaga-lembaga pemerintahan.

Publik berharap agar lima pempinan KPK terpilih itu dapat mengedepankan pemberantasan korupsi melalui pencegahan dengan prinsip keadilan dan taat pada mekanisme hukum. Tidak boleh ada lagi penetapan tersangka secara tergesa-gesa tanpa melalui bukti-bukti yang kuat.

Tidak boleh ada lagi mekanisme penyadapan yang ditujukan karena intervensi kepentingan pihak-pihak tertentu. Tidak boleh lagi ada kasus-kasus penetapan tersangka bertahun-tahun, tanpa ada sebuah kejelasan terhadap mekanisme hukumnya. Indonesia Corruption Watch pernah mencatat ada 18 kasus yang belum ditindaklanjuti KPK.

Masih ada sederet permasalahan internal terkait dengan isu pengelompokan di dalam di KPK yang mesti dituntaskan. Ada yang menyebut persoalan menyangkut nilai-nilai ideologis. Disebutkan bahwa ada kelompok tertentu yang sangat dominan, bahkan punya pengaruh yang kuat terhadap pimpinan KPK. Pimpinan KPK yang terpilih harus bisa kembali mengambil kontrol kemudi.

Tidak kalah pentingnya ialah membenahi secara menyeluruh tata kelola sistem pemberantasan korupsi lewat perubahan UU KPK yang sedang digodok di DPR. Sempurnakan prosedur operasional standar penanganan kasus di KPK. Tidak bisa dimungkiri masih banyak lubang dalam penanganan kasus korupsi di KPK.

Kewenangan KPK harus diperkuat, tentunya juga dibarengi dengan sistem pengawasan yang tidak kalah kuat karena sistem yang dijalankan tanpa pengawasan hanya akan melahirkan penyalahgunaan kekuasaan.

Memberikan kesempatan kepada pimpinan baru untuk bekerja, sembari terus mengawasinya merupakan langkah bijak sebagai upaya mendukung pemberantasan korupsi di negeri ini. Jangan habiskan energi bangsa besar ini hanya untuk gaduh, apalagi sampai ricuh. Setiap kali siklus pergantian pimpinan KPK selalu muncul tantangan baru sekaligus ada harapan baru agar korupsi diberangus.


 



Berita Lainnya