Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
FORUM Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) memberikan evaluasi terhadap kinerja DPR untuk masa sidang IV tahun sidang 2023-2024. Dalam kajiannya, Formappi menjelaskan DPR sama sekali tidak membuat kemajuan apa pun dalam pelaksanaan fungsi legislasinya.
Peneliti Formappi Bidang Anggaran Yohanes Taryono menyebut ketidakseriusan DPR tersebut terbaca dari minimnya dinamika pelaksanaan fungsi legislasi semenjak masa sidang IV dibuka.
“Pembicaraan yang substansi mengenai legislasi nampaknya tenggelam dengan isu pemilu. Apalagi DPR tampak tak berusaha untuk melibatkan publik dalam proses pembahasan beberapa RUU,” ucap Taryono dalam konferensi pers ‘Menjelang Akhir Periode, (Kinerja) DPR Masih Seperti Awal Periode’ di kantor Formappi Jakarta Timur, Senin (13/5).
Baca juga : RUU Masyarakat Hukum Adat Mandek
Menurut Taryono, satu-satunya momen penting pelaksanaan fungsi legislasi DPR ialah yang terjadi pada 25 Maret 2024, yakni persetujuan tingkat 1 terhadap Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang dibahas di Komis VIII DPR RI.
“Dengan waktu pengambilan tingkat 1 pada 25 Maret, seharusnya pada paripurna 28 Maret, RUU KIA sudah bisa disahkan di rapat paripurna. Sayangnya DPR tak ingin mengesahkan RUU KIA itu untuk jadi UU,” kata dia.
Selain itu, kinerja legislasi masa sidang IV terdapat dua RUU yang berhasil disahkan DPR pada masa sidang IV, yaitu revisi UU Desa dan RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Baca juga : Penundaan Pembahasan RUU Bahasa Derah dinilai Tepat
Namun, baik RUU Desa maupun RUU DKJ, sama-sama dibahas secara terburu-buru oleh DPR. Revisi UU Desa mengulangi kebiasaan DPR merevisi sebuah regulasi tanpa evaluasi dan kajian mendalam atas pelaksanaan UU desa sebelumnya.
“Revisi sekadar untuk menyenangkan kepala desa yang masa jabatannya diperpanjang untuk satu periode dengan anggaran desa yang akan bertambah. Revisi ini hanya menyasar pada aparat desa. Bukan kepada masyarakat desa,” tegas Taryono.
“RUU DKJ juga nampak tak cukup matang didiskusikan. Bagaimana Jakarta baru yang bukan lagi ibukota negara didesain untuk kepentingan tertentu belum cukup tergambar jelas pada UU DKJ ini,” tambahnya.
DPR dan pemerintah tampaknya fokus pada kawasan aglomerasi yang semula disiapkan untuk dipimpin oleh wakil presiden. Namun, diubah menjadi kewenangan presiden untuk menunjuk ketuanya.
“Lagi-lagi bagaimana kewenangan warga Jakarta dalam dunia baru DKJ tidak terlalu mendapatkan tempat dalam pengaturan UU DKJ tersebut,” pungkasnya. (Z-8)
DPR desak Polri lakukan evaluasi penyidikan kasus Vina
Anggota Komisi I DPR, Dave Akbarshah Fikarno membantah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dikebut.
ANGGOTA Badan Legislasi (Baleg DPR RI) Fraksi NasDem Rico Sia menerangkan parpolnya mendorong Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden
RUU tentang Perubahan Keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya dibahas diam-diam kini belum jelas kapan akan dibawa ke paripurna.
RUU tersebut sudah dinyatakan bakal dibawa ke rapat paripurna pada 25 Maret 2024.
Penguatan fungsi dan wewenang DPD RI ini penting sekali. Di era Presiden Jokowi, revisi UU MD3 justru telah mereduksi dan mengurangi kewenangan DPD RI.
ANGGOTA Badan Legislasi atau Baleg DPR RI Guspardi Gaus membantah adanya jalur khusus untuk menggolkan rancangan undang-undang hingga ke paripurna. Menurutnya DPR tetap on the track
Feri Amsari mengkritisi cara kerja dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang selama ini bekerja hanya berdasarkan pesanan dan kepentingan politik.
Formappi menilai revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) bentuk ekspresi ketidaknyamanan DPR terhadap sejumlah kewenangan MK.
DOSEN dari Universitas Paramadina Joko Arizal menyampaikan keresahannya terkait mayoritas aktor politik di Indonesia tidak menjalankan cita-cita dari para pendiri bangsa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved