Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Kejagung Digugat Terkait Penyitaan Aset Kasus Jiwasraya dan Asabri

Mediaindonesia.com
02/7/2021 19:45
Kejagung Digugat Terkait Penyitaan Aset Kasus Jiwasraya dan Asabri
Persiapan sidang praperadilan terkait penyitaan aset kasus Jiwasraya dan Asabri di PN Jakarta Selatan, Jumat (2/7)(Ist)

KEJAKSAAN Agung digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penyitaan-penyitaan yang dilakukan terkait kasus PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri. Gugatan dilakukan karena aset yang disita tidak ada kaitan dengan kasus tersebut.

Sidang gugatan praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dipimpin oleh hakim tunggal Akhmad Sahyuti serta didampingi Panitera M Hoesna, Jumat (2/7). Setelah mengetok palu tanda sidang dibuka, hakim kemudian menunda sidang karena Kejaksaan Agung sebagai pihak termohon tidak hadir. Sidang akan dilanjutkan pada Senin (12/7) mendatang.

Dalam gugatan praperadilan yang terdaftar dengan Nomor 66/ Pid.Prap / 2021/PN.Jkt.Sel pada tanggal 14 Juni 2021, kuasa hukum pemohon, Fajar Gora mengatakan hakim sempat bertanya apakah pemohon menjadi terdakwa dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya atau tersangka dalam kasus PT Asabri.

“Tidak (tersangkut perkara), makanya kami menggugat penyitaan tersebut,” ujar Fajar Gora seusai persidangan. Fajar mengatakan aset-aset milik kliennya yang disita berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Terkait penyitaan aset tersebut, Gora mengatakan, aset yang disita  ialah satu bidang tanah atau bangunan sesuai sertifikat hak guna bangunan (SHGB) Nomor 1286 seluas 462 meter persegi yang tertelak di Desa Gedangan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, dengan pemegang hak atas nama PT Graha Solo Dlopo. “Di situ berdiri Hotel Brothers Inn. Ikut juga disita lima sertifikat lain di lokasi yang sama.”

Adapun lima sertifikat itu ialah satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1287 seluas 176 meter persegi, satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1294 seluas 90 meter persegi, satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1296 seluas 90 meter persegi, satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1297 seluas 108 meter persegi, dan satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai SHGB Nomor 1298 seluas 144 meter persegi yang kesemuanya atas nama PT Graha Solo Dlopo.

Selain itu, yang turut disita yaitu satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai sertifikat hak milik No. 8893, seluas 488  meter persegi yang  terletak di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan pemegang hak atas nama  Jimmy Tjokrosaputro.

Gora menyebut bahwa penyidik Kejaksaan Agung telah menyalahgunakan wewenang dalam penyitaan aset-aset milik kliennya,  Jimmy Tjokrosaputro, berupa tanah dan bangunan hotel di Sukoharjo dan DIY.

“Di bidang tanah tempat berdiri hotel itu tidak terkait Benny Tjokrosaputro, juga tidak ada bukti kedua hotel itu digunakan untuk kejahatan perkara Asabri dan juga bukan hasil dugaan kejahatan terkait perkara Asabri yang saat ini disidik kejaksaan. Sebab kepemilikan Jimmy terhadap dua objek sitaan kejaksaan itu sudah di tangan Jimmy jauh sebelum terjadinya peristiwa pidana perkara Asabri (tempus delicti),” tegas Gora.

Menurut Gora, penyidik memang berwenang melakukan penyitaan dalam kegiatan penyidikan, namun tetap harus mengikuti rambu-rambu hukum yang diatur dalam Pasal 38, 39, 40, 41, 75, 128 dan 129 KUHAP.

“Ada kewajiban penyidik untuk memverifikasi aset sebelum dilakukan penyitaan. Apabila tidak ada kaitannya dengan perkara pidana yang disangkakan,  maka akan dikembalikan kepada pemilik sahnya,” papar Gora.

Selain itu, sambung Gora, dalam melakukan penyitaan seharusnya penyidik mengikuti  Peraturan Jaksa Agung yang mengharuskan penyidik ketika melakukan penyitaan melakukan dokumentasi melalui kamera video dan kemudian membuat berita acara penyitaan. “Dalam penyitaan kedua hotel itu penyidik  tidak melakukan perekaman video dan tidak membuat berita acara penyitaan. Ini termasuk penyalahgunaan wewenang atau abuse of power,” pungkasnya. (J-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : MEGAPOLITAN
Berita Lainnya