Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pembentukan Tim Koordinasi Terpadu Papua Diapresiasi

Cahya Mulyana
07/12/2020 02:40
Pembentukan Tim Koordinasi Terpadu Papua Diapresiasi
Ilustrasi Medcom.id(Dok. Medcom.id)

PEMBENTUKAN Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat diapresiasi. Pembentukan tim merupakan upaya pemerintah memperpendek birokrasi demi menyelesaikan seluruh persoalan di ‘Bumi Cenderawasih’.

“Tidak usah lagi membentuk badan-badan baru, tinggal implementasinya seperti apa, dilaksanakan secara komprehensif dan tepat sasaran,” kata Ketua Forum Komunikasi dan Aspirasi MPRI untuk Papua Yorrys Raweyai dalam diskusi daring, Sabtu (5/12).

Yorrys menuturkan ada dua hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan Papua. Pertama, pembinaan implementasi dana otonomi khusus (otsus) di luar anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

“Untuk pembangunan secara keseluruhan di Papua itu, harus ada pembinaan-pembinaan, pendamping sehingga ada ‘rasa’ Papua itu yang akan terasa,” ucap dia.

Kedua, mengoptimalkan otsus untuk afirmasi dan memproteksi orang asli Papua. Di antaranya ialah pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan ekonomi kerakyatan.

Contoh infrastruktur membangun dan membuka isolasi dari kampung-kampung ke kota. Sementara itu, ekonomi kerakyatan berbasis perekonomian lokal.

“Empat hal ini yang kemudian pemerintah secara struktural itu melakukan pendampingan baik dari Bappenas serta pemerintah dan pengawasan oleh kita semua,” ujar dia.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebenarnya menyadari gap persepsi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat Papua terkait dengan otsus Papua. Pemerintah perlu menyamakan persepsi dengan rakyat Papua.

“Kami Bappenas selalu mendorong di internal pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang dalam bahasa kami yang ‘rasa’ Papua, konteks Papua,” kata Kepala Pusat Analisis Kebijakan dan Kinerja Bappenas Velix Vernando Wanggai.

Dia mengungkapkan Bappenas telah meyakinkan kementeriankementerian untuk melakukan pendekatan yang lebih spesifik dan lebih berkarakteristik Papua. Ia mencontohkan kebijakan lima tahun untuk Papua 2015-2019 dan dilanjutkan 2020-2024.

“Ada pendekatan berbasis wilayah adat, ini mengadopsi pendekatan moral yang menjadi pegangan juga untuk Pemerintah Provinsi Papua,” ucap Velix.

Velix menjelaskan pihaknya mencoba mengakomodasi pendekatan kultural dalam struktur pendekatan wilayah. Itu termasuk baik pendekatan sosial terhadap masyarakat Papua di wilayah pegunungan, wilayah pantai, maupun daerah selatan.


Tidak menyelesaikan

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rosita Dewi justru menyoroti pelaksanaan otsus Papua selama 20 tahun. Ia menilai otsus tak menyelesaikan akar persoalan di ‘Bumi Cenderawasih’. Itu disebabkan evaluasi otsus berjalan parsial.

“Pemprov Papua sendiri melakukan evaluasi kemudian dari Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) melakukan evaluasi. Jadi, ada evaluasi-evaluasi, tapi tidak secara menyeluruh,” katanya.

LIPI menyimpulkan ada empat akar persoalan di Papua. Persoalan diskriminasi, penggagalan pembangunan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan persoalan politik dan implementasi sejarah Papua.

Rosita menegaskan evaluasi parsial tak akan menyelesaikan empat akar persoalan tersebut. Itu disebabkan ada gap perspektif dalam melihat dan menyelesaikan persoalan di Papua. (Medcom.id/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya