Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
LEMBAGA Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berkewajiban memberikan perlindungan maksimal terhadap pelapor (Whistleblower) kasus korupsi. Namun kondisi itu tak dialami Roni Wijaya, eks Direktur Operasional PT Dutasari Citralaras.
Perannya yang membantu KPK membongkar kasus korupsi Wisma Atlet di Hambalang, Kabupaten Bogor, berakhir sia-sia. Kini ia harus mendekam di penjara dengan dugaan manipulasi pajak. Pengamat Kejaksaan, Fajar Trio Winarko pun mencium aroma kriminalisasi dalam kasus Roni.
Roni dipastikan menjadi target serangan balik para koruptor atas laporannya. "Jadi ada kealpaan LPSK yang tak melakukan langkah-langkah perlindungan dan memonitor pengadilan terhadap Roni," kata Fajar dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/2).
LPSK diminta melakukan pengkajian atas seluruh pelapor yang pernah dilindungi. Yakni untuk melihat apakah mereka mendapat serangan balik atas laporan yang mereka ungkap.
Perlindungan tersebut, lanjut Fajar, tak dilakukan LPSK. Padahal sesuai UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, mereka wajib memberikan perlindungan dan pengawalan untuk memastikan para pelapor aman.
Ia pun mendorong agar aparat hukum menghentikan serangan balik kepada para pelapor kasus korupsi yang beritikad baik seperti Roni Wijaya. Tak terkecuali meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin segera mencermati dan menghentikan proses penuntutan terhadap Roni.
Terkait dugaan manipulasi pajak yang dilakukan Roni, sesuai Pasal 32 UU Ketentuan Umum Tata Cara Pajak menyebutkan tentang pengertian pengurus yaitu adalah orang yang nyata nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.
"Artinya penyidik pajak maupun kejaksaan harus menangkap aktor utama yang bertanggung jawab karena telah melakukan manipulasi pajak dan jangan sampai penegak hukum error in persona atau salah tangkap," kata dia.
Belum lagi dalam Pasal 66 UU Perseroan Terbatas mengamanatkan apabila RUPS sepakat menerima laporan tahunan yang diajukan oleh direksi, maka mereka dibebaskan dari tanggung jawabnya, tugas atau kewajiban terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan (acquit et de charge). Konsekuensinya, direksi tidak dapat dituntut bertanggung-jawab dalam hal terjadinya kerugian yang diderita perseroan.
"Misalnya jika terjadi kekurangan pembayaran pajak, maka perusahaanlah yang seharusnya membayar dan bukan menimpakannya pada direksi," ungkap Fajar.
"Sehingga, jika terjadi kesalahan dan kelalaian direksi dalam penghitungan pajak, maka kesalahan dan kelalaian Direksi dan Dekom telah diambil alih (take over) oleh Perseroan. Termasuk pula jika telah terjadi kerugian, maka kerugian tersebut adalah kerugian perseroan," paparnya lagi.
Jika LPSK ataupun Kejagung abai terhadap kasus Ronny, Fajar mengatakan situasi ini menunjukkan kepada publik bahwa menjadi whistleblower atau pelapor di Indonesia dapat merugikan pribadi dan keluarga.
"Alasannya jelas, karena sangat rentan atas pembalasan dan minim perlindungan Negara. Dikhawatir kasus-kasus seperti ini akan menyurutkan langkah para calon whistleblower dan para pelapor, khususnya dalam kasus korupsi di Indonesia," ujarnya.
Roni sendiri diketahui sudah membayar denda pelunasan pajak PT Dutasari Citralaras ke Direktorat Pajak, Kementerian Keuangan sebelum dirinya ditahan di LP Cipinang. (OL-13)
KELUARGA Dini Sera Afriyanti mengadu ke DPR RI dan meminta hukuman setimpal terhadap terdakwa Ronald Tannur serta hakim yang mengadili.
DEDE, saksi kasus pembunuhan Vina dan Eky, mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
KPK meminta staf Sekretaris Jenderal PDIP, Kusnadi, untuk menyampaikan fakta yang sebenarnya jika dia menerima ancaman setelah diperiksa terkait Harun Masiku.
LPSK telah menerima permohonan perlindungan yang diajukan enam saksi kasus tewasnya Afif Maulana, 13, yang diduga dianiaya anggota Sabhara Polda Sumatra Barat.
LBH Padang mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengajukan permohonan perlindungan terhadap enam saksi dan keluarga korban, Rabu (26/6) sore tadi.
Dari 10 saksi, 7 di antaranya adalah anggota keluarga dari korban Vina, Permohonan Perlindungan di ajukan lantaran adanya ancaman dari sejumlah pihak terhadap para saksi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved