Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
BADAN Legislasi (Baleg) DPR berencana akan mengurangi jumlah Program Legislasi Nasional (Prolegnas) secara realistis. Baleg akan mengurangi jumlah target pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam Prolegnas tahunan maupun 5 tahunan.
Hal tersebut mendapat sorotan dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi). Penyederhanaan jumlah RUU harus diimbangi dengan analisis kebutuhan zaman agar RUU yang lahir tidak berakhir di Mahkamah Konstitusi.
"Karena itu pesan penyederhanaan jumlah target Prolegnas mesti harus didukung dengan analisis kebutuhan yang akan membuat perencanaan legislasi DPR tak sekadar jumlahnya dikurangi tetapi benar-benar berisi target RUU yang dibutuhkan," kata Peneliti Formappi Lucius Karus saat dihubungi, Senin (11/11).
Menurutnya, penyederhanaan target harus menghasilkan undang-undang tanpa merusak kualitasnya.
"Pengurangan jumlah target legislasi juga harus diikuti dengan kepedulian DPR akan kualitas legislasi. Dengan target yang dikurangi, DPR diharapkan punya ruang yang cukup banyak untuk membuka partisipasi masyarakat dalam proses pembahasan," jelasnya.
Hal itu tentunya menarik peran masyarakat sehingga memperkaya isi RUU yang dibahas dan diharapkan sesuai dengan apa yang diinginkan publik soal apa yang mesti diatur dalam RUU.
Partisipasi publik dalam proses pembahasan RUU akan meningkatkan kualitas legislasi yang dikerjakan DPR. Jika jumlah target sudah dikurangi, proses pembahasan juga melibatkan publik. Sehingga DPR bisa berharap mendapatkan apresiasi publik atas pelaksanaan kewenangan di bidang legislasi.
Baca juga: Prolegnas Dibuat Realistis, DPR Tekankan Kualitas UU
Formappi mengapresiasi langkah penyederhanaan target UU tersebut karena bekerja dengan tuntutan kebutuhan yang jelas akan membangkitkan semangat bagi DPR untuk melakukan pembahasan.
DPR harus memiliki semacam desain arah yang dituju dari skema perencanaan legislasi DPR. Selain kebutuhan yang jelas, perencanaan legislasi juga harus punya arah jelas soal politik legislasi DPR.
"Ini tentu terkait dengan sinkron antara politik legislasi DPR dengan arah pembangunan pemerintah," ujar Lucius.
Menurutnya, kebutuhan dan arah politik legislasi harus benar-benar menjadi acuan dalam proses pembuatan rencana atau target legislasi DPR.
"Dengan begitu diharapkan pengurangan jumlah legislasi yang direncanakan akan berdampak pada peningkatan kinerja legislasi DPR," tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Baleg Willy Aditya menegaskan pemerintah bisa mengusulkan RUU inisiatif sebanyak 5 hingga 6 RUU.
Begitupun dengan inisiatif pribadi anggota dan fraksi yang ada di Baleg juga dibatasi hanya bisa mengusulkan 5 hingga 6 RUU.
"Jadi sekitar 30 hingga 35 yang sifatnya reguler tahunan. Kalau yang jangka panjang boleh dimasukan oleh teman-teman tapi yang menjadi prioritas," kata Willy, Selasa (5/11) pekan lalu.(OL-5)
Anggota Komisi I DPR, Dave Akbarshah Fikarno membantah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dikebut.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai terlalu buru-buru dalam pembahasan dan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU), yakni RUU TNI, RUU Polri, Dewan Pertimbangan Presiden.
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) disetujui menjadi usul inisiatif DPR RI.
Penetapan kawasan konservasi yang sentralistik tersebut mengasingkan peran masyarakat lokal maupun masyarakat hukum adat.
PAN mengeklaim Rancangan Undang-Undang (RUU) Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) diusulkan untuk memperkuat tugas dan fungsi lembaga tersebut.
Presiden Joko Widodo menolak mengomentari usulan Revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Ia menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada DPR sebagai inisiator.
PEMERINTAH silih berganti namun selama hampir 20 tahun sejak awal diajukan ke DPR pada 2004, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT)
Revisi UU MD3 yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024 dinilai sulit bergulir.
REVISI Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) terdaftar dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2020-2024.
KETUA Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto menampik tudingan bahwa partainya ingin merebut kursi ketua DPR RI lewat revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3)
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengaku akan mengecek terlebih dahulu perihal rencana revisi UU MD3. Ia menilai revisi tersebut dalam rangka meningkatkan kerja di parlemen.
Sejatinya revisi UU Peradilan Militer belum masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved