Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PEMERINTAH silih berganti namun selama hampir 20 tahun sejak awal diajukan ke DPR RI pada 2004, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) hingga hari ini terus keluar masuk dari daftar prolegnas, disandera, dan tidak kunjung disahkan.
Menjelang tiga bulan pergantian pemerintahan yang baru pada Oktober 2024 dan sisa waktu masa sidang DPR RI selama dua bulan mendatang, Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM) mendorong adanya kebijakan perlindungan bagi perempuan dalam kondisi rentan kekerasan dan diskriminasi, yakni Pekerja Rumah Tangga (PRT).
Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Olivia Chadidjah Salampessy menjelaskan ada sekitar 10 juta pekerja rumah tangga (PRT) yang terus menunggu dan berharap lahirnya payung hukum yang melindungi mereka dari segala bentuk kekerasan, penyiksaan, dan perbudakan modern yang terjadi saat ini.
Baca juga : Tersisa Waktu 6 Bulan, Nasib RUU PPRT Masih Terus Digantung Ketua DPR
“Kami optimis RUU PPRT akan disahkan tahun ini, karena kita lihat bersama banyak undang-undang yang dalam waktu singkat sudah bisa disahkan. Kami juga terus mengirim surat kepada Ketua DPR RI meminta waktu untuk membicarakan RUU ini. Kami juga telah melakukan advokasi dalam tiga bentuk, baik itu secara substansi, kampanye maupun lobi,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta pada Jum’at (19/7).
Olivia menuturkan pihaknya secara rutin melakukan berbagai pertemuan san lobi dengan berbagai fraksi-fraksi di DPR. Dijelaskan bahwa sebagian besar fraksi yang ada memberikan dukungan untuk segera menetapkan dan mengesahkan aturan RUU PPRT, namun hal itu terkendala lantaran belum adanya penegasan pengesahan dari ketua DPR RI, Puan Maharani.
“Semua fraksi memberikan dukungan, tetapi ada juga yang menyampaikan bahwa ada prioritas terkait pengesahan rancangan undang-undang yang memang harus dikejar untuk disahkan dalam waktu yang singkat jug, dan dari setiap pertemuan dengan fraksi, kami selalu berharap dapat segera disahkan karena ini sudah menjadi usul inisiatif, sehingga langkah pembahasan tingkat pertama harus dilakukan dan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM),” tuturnya.
Baca juga : Soal RUU P-KS, Aliansi Perempuan Masih Berharap pada DPR
Selain itu, Komnas Perempuan juga telah melakukan berbagai upaya sosialisasi kepada para pemberi kerja terkait adanya ketakutan-ketakutan atas substansi RUU PPRT. Hal ini dilaksanakan bersama jaringan masyarakat sipil, tak hanya untuk menginformasikan kepada pemberi kerja tapi juga anggota DPR RI.
“Keraguan dan ketakutan itu boleh dibilang sudah tidak ada, kami berupaya semaksimal mungkin untuk melihat substansi sampai kenapa RUU ini masih sulit untuk bisa disahkan. Kamu juga memberi penjelasan lewat berbagai forum dan media sosial agar masyarakat dan anggota-anggota legislatif lainnya dapat memahami substansi RUU ini,” katanya
Data Komnas Perempuan 2019-2023 mencatat setidaknya terdapat 2.641 kasus PRT yang diadukan oleh Komnas Perempuan. Sementara itu tahun 2020, KPAI menemukan 15% anak dalam bentuk pekerjaan terburuk atau merupakan pekerja/PRT anak yang mengalami eksploitasi ekonomi dan seksual serta bentuk-bentuk penyiksaan yang berakhir tanpa proses hukum.
Baca juga : Kasus Kekerasan terhadap Perempuan Harus Diantisipasi dengan Langkah Tepat dan Segera
“Kasus penyiksaan yang dialami oleh PRT ini sebagai fenomena gunung es karena hanya sedikit yang tergambar di permukaan, namun kasus yang sesungguhnya jauh lebih besar, tapi ironisnya kasus tersebut tidak dilaporkan karena berbagai hambatan,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Mariyati Sholihah menjelaskan 15 persen anak Indonesia masih berkelindan dan menjadi pekerja PPRT. Masalah pekerja anak di ranah domestik ini harus diselesaikan untuk mencapai zero case pekerja anak di Indonesia yang menjadi mandat presiden Joko Widodo.
“Sebagaimana kita tahu isu anak dalam konteks PRT ini masih berkelindan, kami mencatat 15% ditemukan kasus anak yang dijadikan PRT by name and address, kami menemukan dengan anak-anak tersebut di berbagai tempat seluruh nusantara. Seharusnya sejak 2022 sesuai ratifikasi ILO, kita sudah pada tahap yang lebih progresif untuk menghilangkan pekerja anak tapi masih banyak anak yang masuk dalam pekerja terpuruk sebagai PRT,” katanya.
Baca juga : Hari Buruh: Momentum Peningkatan Komitmen Tuntaskan Pembahasan RUU PPRT
Menurut Ai Maryati, jika kondisi pekerja anak sebagai PRT tidak diperhatikan dan tidak adanya aturan yang jelas karena tidak disahkannya RUU PPRT, maka hal ini akan mengancam kualitas bonus demografi di masa depan hingga membuat SDM tidak produktif lantaran anak tidak mendapatkan hak tumbuh kembang yang baik.
“Anak pekerja yang menjadi PRT ini mengalami kondisi yang menghilangkan hak-haknya, seperti putus pendidikan, tidak mendapat eksploitasi ekonomi karena dibayar sangat murah bahkan ada yang tidak digaji hingga mendapat penyiksaan, dan kekerasan secara seksual. Ini akan berimplikasi pada tumbuh kembang anak yang tidak optimal dan mengancam bonus demografi,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah mengatakan meski waktu hanya tersisa dua bulan, namun pihaknya optimis RUU bisa disahkan, sebab dalam kerja-kerja hak asasi, harus ditekankan prinsip optimisme.
“Menurut saya pada Agustus dan September bisa disahkan, saya optimis untuk bisa disahkan, kita tidak boleh pesimis sama sekali tapi kita harus optimis. Apalagi kita sedang memperjuangkan 10 juta warga negara Indonesia kelompok rentan yang menunggu kehadiran undang-undang ini, jadi masih ada masa sidang sehingga kita mesti mengoptimalisasi sumber daya yang kita miliki di LNHAM untuk mendesak ini secara bersama-sama,” katanya.
Anis menjelaskan bahwa dukungan politik terhadap RUU ini sejak awal memang tidak cukup untuk disetujui, karena ini membutuhkan pengesahan oleh ketua DPR sebagai RUU inisiatif. Dijelaskan bahwa sebagian besar PRT didominasi oleh perempuan, sehingga sudah sepatutnya ketua DPR RI yang merupakan seorang perempuan memiliki hati nurani untuk saling melindungi, terlebih lagi perempuan kelompok rentan.
“Kebetulan ketua DPR adalah perempuan, ini menjadi momentum bagi Ibu Puan untuk mengesahkan RUU PORT sebagai dedikasinya sebagai perempuan untuk perempuan, apalagi kita pernah punya sejarah untuk pertama kali ketua DPR perempuan pernah mengesahkan RUU TPKS dengan pembahasan bersama antara DPR dan pemerintah hanya dalam waktu 2 minggu, ini bisa berlaku untuk UU PPRT,” katanya. (Dev/Z-7)
Alangkah baiknya jika pengaturan pembelian BBM subsidi juga dilaksanakan segera sehingga volume BBM subsidi bisa berkurang dan masyarakat dari kalangan mampu akan membeli BBM nonsubsidi.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR sekaligus Ketua DPP PDIP Said Abdullah yang mengusulkan Revisi UU MD3
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menepis kabar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Perppu MD3) sudah disiapkan.
Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur larangan penjualan rokok secara eceran per batang.
DPR mengingatkan pemerintah agar menepati janji bonus kepada pemain dan pelatih Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-19 usai meraih juara pada Piala AFF U19 2024.
Pimpinan TNI semestinya menjadi garda terdepan dalam menekankan profesionalitas militer serta memberi demarkasi agar militer fokus dengan fungsi pertahanan.
Revisi UU MD3 yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024 dinilai sulit bergulir.
REVISI Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) terdaftar dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2020-2024.
KETUA Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto menampik tudingan bahwa partainya ingin merebut kursi ketua DPR RI lewat revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3)
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengaku akan mengecek terlebih dahulu perihal rencana revisi UU MD3. Ia menilai revisi tersebut dalam rangka meningkatkan kerja di parlemen.
Sejatinya revisi UU Peradilan Militer belum masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved