Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SALAH satu misi terpenting kehadiran Islam di dunia adalah mewujudkan rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam). Wa mā arsalnāka illā rahmatan lil ‘ālamīn (al Anbiya 107), “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Meski kalimat ini menjadi slogan dan motto dari kenabian Muhammad, namun yang sering terjadi belakangan ini justru sering sebaliknya.
Paling tidak, sejak peristiwa 9/11 atau pengeboman World Trade Center (WTC) 2001, Islam sering diidentikkan dengan radikalisme dan terorisme. Islam seperti menjadi sinonim dari kekerasan dan kebiadaban. Sebagian umat Islam dipandang anti keragaman, suka membenci mereka yang berbeda, gemar melakukan diskriminasi terhadap pengikut agama lain yang minoritas, tidak toleran, dan berbagai label negatif lain.
Selain tuduhan-tuduhan negatif di atas, alih-alih kehadiran Islam itu membawa rahmat, ia bahkan dituduh tak bisa memberikan inspirasi kepada pengikutnya untuk hidup bersih dari korupsi, memiliki etos kerja tinggi, dan membawa kesejahteraan. Kritik yang terakhir ini sebetulnya tidak hanya ditujukan kepada Islam, tapi juga agama-agama lain.
Baca juga : Pedakwah Moderat Wajib Bangun Moderasi Beragama di Masyarakat
Dalam buku 11 Fakta Era Google: Bergesernya Pemahaman Agama dari Kebenaran Mutlak Menuju Kekayaan Kultural Milik Bersama (2021), Denny JA menggelitik keyakinan teologi kita dengan menunjukkan bahwa ada korelasi yang seakan negatif antara kesejahteraan, kebahagiaan, serta korupsi dengan keyakinan tentang pentingnya peran agama. Alih-alih memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan, justru di negara-negara yang peran agamanya dominan, korupsinya sangat tinggi.
Kebahagiaan dan kesejahteraan lebih banyak terjadi di negara-negara yang meyakini bahwa agama tak lagi penting dalam kehidupan. Indeks tentang kebahagiaan, kesejahteraan, dan korupsi tersebut seakan menunjukkan bahwa agama telah kehilangan elan vital atau peran nubuwwah-nya.
Berdasar World Happiness Index, negara yang indeks kebahagiaannya tinggi pada umumnya justru level beragama masyarakatnya rendah. Sebaliknya, negara yang berhasil membuat warganya bahagia adalah negara-negara yang penduduknya tak lagi menganggap penting agama dalam kehidupan mereka.
Baca juga : Pengamat: Doktrin Ini Sebabkan Prasangka Buruk terhadap Islam
Kemudian, negara-negara yang tingkat keagamaannya tinggi berdasar Religiosity Index, justru pemerintahannya cenderung korup (berdasarkan The Corruption Perception Index). Dan di negara yang pembangunan manusianya tinggi (Human Development Index), tingkat beragama masyarakatnya justru sebaliknya.
Pertanyaannya, apakah memang ada korelasi negatif antara kesejahteraan, kebahagiaan, kesehatan, serta korupsi dengan keyakinan tentang pentingnya peran agama?
Jika info di atas disandingkan dengan indeks atau data survey tentang pengaruh agama dalam gerakan filantropi --seperti salah satu prinsip yang disarikannya dari agama-agama, yaitu power of giving— barangkali bisa mengurangi keyakinan adanya korelasi negative antara agama dan kesejahteraan dan menguatkan argumen bahwa agama memiliki nilai positif di masyarakat. Demikian juga, seperti ditulis Robert Hefner dalam Civil Islam (2000), jika peran ormas Islam dalam balancing democracy di Indonesia diikutkan, maka makna agama dalam masyarakat kontemporer akan tampak lebih kokoh lagi.
Baca juga : LPOI Dinilai Berperan Penting dalam Glorifikasi Moderasi Beragama
Data-data di atas juga bertentangan dengan temuan Max Weber dalam bukunya The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Dengan melihat kasus Calvinisme di Amerika Serikat, Weber menunjukkan bahwa agama mampu menjadi kunci dibalik kesuksesan dan kemampuan mengakumulasi harta. Agama pula yang membuat masyarakat menjadi disiplin, hidup sederhana, dan sukses di dunia.
Nah, apa kaitannya dengan beragama maslahat? Beragama maslahat itu ingin menunjukkan dan menggali potensi-potensi kemaslahatan, kemanfaatan, dan kesejahteraan yang bisa dihadirkan oleh agama, termasuk yang terkait dengan ekonomi. Salah satunya adalah kedermawanan atau filantropi keagamaan. Indonesia, misalnya, merupakan salah satu negara paling dermawan di dunia dan itu banyak dimotivasi oleh faktor agama.
Beragama maslahat ingin memperkuat agama pada sisi atau potensi-potensi positifnya. Ini adalah lawan dari memandang agama sebagai sumber konflik, berpotensi membuat orang menjadi ekstremis atau radikalis, membenci dan memusuhi mereka yang berbeda agama, dan menjadi alat untuk memecah-belah atau polarisasi di masyarakat. Potensi-potensi negatif itu yang membuat umat beragama perlu dimoderasi.
Baca juga : BNPT: Terorisme adalah Proksi untuk Menghancurkan Islam dan Negara
Lantas apa selanjutnya setelah proses moderasi selama lebih dari 20 tahun tersebut? Tentunya adalah mengangkat dan menyegarkan kembali potensi-potensi positif dari agama dengan skema atau program beragama maslahat atau menekankan aspek rahmatan lil ‘ālamīn dari agama. Apa saja contoh-contohnya? Kepedulian agama pada lingkungan hidup dan hak asasi manusia, dorongan untuk hidup bersih dan kerja keras, membangun pribadi yang disiplin dan akuntabel.
Terkait etos kerja ini, catatan Sukidi dalam “Max Weber’s Remarks on Islam: The Protestant Ethic among Muslim Puritans” (2006) tentang kemiripan ajaran Calvinisme dan Islam Reformis (Muhammadiyah) di Indonesia bisa menjadi contoh. Dengan mengacu kepada empat doktrin Calvinisme, gerakan Muhammadiyah mampu menjadikan pengikutnya memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin, dan hidup sederhana. Empat doktrin itu adalah kembali ke Al-Qur'an dan Hadis (Back to the scripture); tidak ada wasilah atau perantara antara manusia dengan Tuhan (‘justification by faith alone’ / sola fide); rasionalisasi dan menjauhkan dari takhayyul, bid’ah dan churafat (TBC) (‘disenchantment of the world’); bersikap hidup sederhana dan berorientasi pengabdian di dunia ini (‘inner-worldly asceticism’).
Selain yang terkait etos kerja, pengelolaan religious pilgrimage, wisata rohani, religious tourism, dan wizata ziarah lainnya akan menghadirkan manfaat ekonomi yang besar. Selain haji ke Mekkah dan Madinah yang dilakukan setahun sekali, umrah bisa berlangsung terus-menerus sepanjang tahun. Jika dikelola dengan baik, ini semua adalah peluang ekonomi yang besar bagi Indonesia. Dalam kondisi pengelolaan yang kurang baik pun, dana yang dikelola bisa mencapai ratusan triliun rupiah, apalagi jika ini dikelola dengan lebih baik lagi.
Demikian pula dengan ekonomi syariah dan industri halal. Bukan hanya negara Muslim yang melihat potensi bisnis dan ekonomi yang besar dari hal ini, negara seperti Thailand, Jepang, dan Australia juga melihatnya sebagai ceruk keuntungan. Industri halal ini bahkan masuk bukan hanya persoalan makanan, tapi juga kosmetik, obat-obatan, dan lainnya.
(Z-9)
ISLAM berkemajuan dalam tulisan ini mengacu pada Risalah Islam Berkemajuan (RIB) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang disahkan dalam Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Surakarta.
Jika salah satu di antara keduanya belum beragama Islam, pasangan tersebut haruslah bersedia masuk ke dalam agama Islam untuk menyempurnakan pernikahan yang dilangsungkan.
Hasil penelitian dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menemukan bahwa hubungan seksual yang baik ialah setiap empat malam sekali.
Nah, apa saja 37 surat dalam juz amma? Berikut urutan surat-surat pendek dalam juz 30.
Surat Al-Mulk merupakan surat ke-67 dalam Al-Qur'an. Surat dengan nama lain Al-Mani'ah (Yang Mencegah) itu mengandung pesan tentang kekuasaan Allah.
Berikut 30 surat dalam Juz Amma dari surat 114 sampai 85.
Berdasarkan Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga), ketentraman memiliki skor 59,79 (berkembang), kemandirian 52,49 (berkembang), dan kebahagiaan 71,86 (tangguh).
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Desember 2023 sebesar 123,8, naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 123,6.
Indeks kebahagiaan 2017-2021 diukur menggunakan 3 dimensi, yakni: kepuasan hidup (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimonia).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved