Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
MASALAH pencemaran udara merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Pelibatan publik diperlukan agar kebijakan strategis yang dicanangkan dapat terlaksana dengan baik dan berdampak luas.
"Masalah pencemaran udara bukan tugas pemerintah saja, tapi menjadi tugas kita semua. Dalam hal ini bagaimana pelibatan publik, masyarakat untuk bisa secara aktif bersama-sama mengatasi masalah yang ada," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, dalam Forum Diskusi Denpasar 12 Edisi ke-158, dengan tema Perbaikan Kualitas Udara di Kota-Kota Besar Indonesia, Rabu (22/8).
Menurut Rerie, sapaan Lestari, masalah polusi udara merupakan masalah klasik yang terus dihadapi kota-kota besar di dunia, termasuk Jakarta. Berdasarkan catatan Air Quality Index (AQI), Jakarta menduduki posisi pertama sebagai kota dengan udara terkotor di dunia pada angka 156, pada Kamis (10/8).
Baca juga: Buruknya Polusi Udara Jadi Isu Global
Alih-alih menemukan solusi, lanjut Rerie, kita malah terbiasa memaklumi karena ragam alasan yakni memasuki musim kemarau, terbatasnya ruang hijau, perkembangan industri, dan pembangunan infrastruktur yang kerap meniadakan pertimbangan akan pentingnya reboisasi. Tanpa sadar, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, kita berhadapan dengan masalah yang selalu sama, tanpa solusi pasti. Ia pun mempertanyakan bagaimana monitoring, evaluasi, dan kebijakan strategis untuk mengatasi masalah yang terjadi hampir terjadi tiap tahun ini.
Menurut Legislator dari Dapil Jawa Tengah II (Kabupaten Kudus, Jepara, dan Demak) itu, diperlukan sinergi yang kuat antar lembaga, organisasi, dan masyarakat terkait dalam mewujudkan kualitas udara yang baik.
Baca juga: Pj Gubernur DKI Minta Perusahaan Swasta Juga Menerapkan WFH
"Marilah kita mengedepankan kehidupan publik dalam upaya menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi. Kita berharap sinergi antara lembaga dan organisasi terkait, termasuk masyarakat dapat terwujud menuju Indonesia sehat. Marilah kita mulai dari Jakarta," tukas Rerie.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta, Erni Pelita Fitratunnisa menjelaskan memburuknya kualitas udara di Jakarta disebabkan banyak faktor seperti kondisi cuaca, arah angin, hingga suhu. Berdasarkan analisa DLH DKI Jakarta, lanjut Erni, penyebab memburuknya kualitas udara di Jakarta dipengaruhi sektor transportasi sebesar 44 %, industri energi 31%, perumahan 14%, manufaktur 10%, dan komersial 1%.
"Memasuki Mei hingga Agustus kualitas udara memburuk di mana konsentrasi polutan udara meningkat. Kondisi akan membaik saat musim hujan pada September hingga Desember," ujarnya.
Direktur Lalu Lintas Jalan, Kementerian Perhubungan RI, Cucu Mulyana mengatakan, tingginya angka kemacetan di DKI Jakarta berkorelasi dengan tingginya pencemaran udara. Berdasarkan study World Bank tahun 2019, Jakarta menempati posisi ke 10 sebagai kota termacet di dunia. Selain menyebabkan kerugian Rp65 triliun per tahun akibat kemacetan Jakarta, masyarakat juga dirugikan dengan pencemaran udara. Masih tingginya angka kemacetan di Jakarta disebabkan oleh masih enggannya masyarakat menggunakan transportasi umum dan tingginya penggunaan kendaraan pribadi. Berdasarkan data Kemenhub, pengguna transportasi umum di Indonesia masih di angka di bawah 20%. Di sisi lain pertumbuhan kendaraan pribadi naik 8% per tahun.
Sementara itu, Vice President Lingkungan PLN, Made Yusadana, mengatakan PLN terus berupaya mengurangi emisi yang dikeluarkan pembangkit listrik miliknya sebagai upaya menanggulangi polusi udara. Seperti penerapan teknologi Electrostatic Precipitator (ESP), yang dapat menyaring debu sampai ukuran sangat kecil, sudah digunakan di seluruh PLTU milik PLN.
Dirjen PPKL KLHK RI, Sigit Reliantoro, mengatakan masalah pencemaran udara merupakan wicked problem yang tidak bisa diselesaikan secara sektoral. untuk itu, KLHK terus berkolaborasi dengan seluruh stakeholder mengupayakan aksi agar kualitas udara membaik. KLHK juga telah membentuk Satgas Pengendalian Pencemaran Udara sebagai langkah konkret mengawasi PLTU dan industri yang menjadi sumber pencemaran udara. Satgas ini akan bekerja meneliti serta melakukan penegakan hukum pada industri yang melanggar masalah emisi.
Anggota DPRD DKI Jakarta, Nova Harivan Paloh menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggar aturan emisi. Ia mencontohkan, di Jakarta sudah ada Perda yang mengatur sanksi dan pidana ringan bagi pembakar sampah. Namun, masih banyak masyarakat yang melakukannya. Selain itu, ia juga menyoroti masih kurangnya kuantitas armada transportasi publik yang dapat diakses warga Jakarta. Sehingga masyarakat masih memilih memakai kendaraan pribadi yang berimbas pada naiknya polusi udara.
Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Zenzi Suhadi, menilai Jakarta sebagai kota sudah gagal sebagai kota yang manusiawi dan lestari. Menurutnya, dalam perspektif lingkungan, alam di Jakarta sudah tidak mampu mereduksi polusi dan output dari industri. Hal ini disebabkan semakin menghilangnya ruang terbuka hijau. (RO/Z-7)
Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) RTRW Tahun 2024-2044, Pemprov DKI mendorong agar 70% penduduk di Jakarta dapat berkegiatan disimpul transportasi massal.
Masalah utama pada polusi di Jakarta ialah sektor transportasi. Dalam studi yang tengah dilakukan, memperbaiki emisi dari kendaraan berat seperti truk dan mengkonversi kendaraan bensin
penggunaan motor konvensional dinilai menjadi masalah utama dalam perubahan iklim yang saat ini terjadi tidak hanya di Indinesia, tapi juga di seluruh dunia.
Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di urutan ke-2 terburuk di dunia dengan angka 177 atau masuk dalam kategori tidak sehat.
Kualitas udara di Jakarta pada Sabtu (27/7) pagi masuk kategori tidak sehat dan menduduki posisi kedua sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.
Kualitas udara di Jakarta pada Jumat (26/7) pagi masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif. Jakarta menduduki peringkat ketiga sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.
Kualitas udara Jakarta tercatat tidak sehat bagi kelompok sensitif pada Senin (22/7) pagi ini seperti dinyatakan dalam laman IQAir, Msyarakat disarankan mengenakan masker saat keluar rumah.
Konsentrasi PM 2.5 di Jakarta saat ini setara 12,2 kali nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Kualitas udara di Jakarta pada Selasa (16/7) pagi masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif dan Jakarta menduduki peringkat keenam sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.
Kualitas udara di Jakarta pada Senin (15/7) pagi masuk kategori tidak sehat dan menduduki posisi kelima sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.
Kualitas udara di DKI Jakarta kembali menjadi salah satu yang terburuk di dunia atau masuk kategori tidak sehat setelah beberapa hari sebelumnya membaik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved