Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DOKTER spesialis paru dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-RSUP Persahabatan Sita Laksmi Andarini mengatakan efek buruk rokok baru akan dirasakan dalam waktu 10 hingga 20 tahun kemudian.
"Efeknya tidak dirasakan sekarang, tapi dirasakan 10 hingga 20 tahun ke depan," kata Sita, yang merupakan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dikutip Kamis (15/6).
Sita menjelaskan, tembakau yang ada dalam rokok berbahaya sebab mengandung nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik atau memicu kanker.
Baca juga: Tahun Ini Kemenkes Targetkan 100% Daerah Miliki Kawasan Tanpa Rokok
"Nikotin masuk (ke tubuh), dihisap, masuk ke dalam peredaran darah dan masuk ke otak, di situ, ada reseptor, kemudian meningkatkan dopamin. Kalau dopamin naik, orang yang merokok merasa enak, nyaman, bisa tidur. Begitu dopamin turun, langsung dia gelisah, marah-marah," jelas Sita.
"Makanya orang merokok itu susah berhenti karena ketergantungan nikotin," imbuh dia.
Sita juga mengatakan, asap rokok mengandung 4.000 zat kimia, dengan 60 di antaranya merupakan karsinogenik.
Baca juga: Asap Rokok Elektrik Berbahaya untuk Anak
Oleh karena itu, orang yang merokok memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker paru atau meninggalkan akibat kanker tersebut, dibandingkan orang yang tidak merokok.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) tahun 2021, kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak ketiga dan penyebab nomor satu kematian akibat kanker.
Selain membahayakan perokok aktif, Sita mengingatkan asap rokok juga berbahaya bagi orang lain, baik yang sengaja maupun tidak sengaja menghirupnya. Asap rokok tersebut dikenal dengan istilah secondhand smoke (SHS).
Lebih lanjut, kata Sita, residu asap rokok yang menempel di permukaan seperti baju, sofa, dan benda-benda lainnya alias third-hand smoke juga berbahaya.
"Risiko perokok aktif mengalami kanker paru adalah 13,6 kali lipat dibandingkan yang tidak merokok, sedangkan perokok pasif risikonya adalah empat kali lipat," tutur Sita.
Untuk itu, Sita pun menganjurkan agar menghentikan kebiasaan merokok sebagai salah satu upaya pencegahan kanker paru.
"Memang ini adalah masalah yang sangat berat. Ada klinik berhenti merokok, tapi tetap susah. Sehingga memang motivasinya harus dari diri sendiri, karena buktinya, saat puasa saja bisa berhenti merokok selama 12 jam," tegas Sita. (Ant/Z-1)
Penerbitan PP Kesehatan ini akan mengancam keberlangsungan hidup 9 juta pedagang di pasar rakyat yang menyebar di seluruh Indonesia
Larangan penjualan rokok eceran atau pun pelarangan penjualan dalam jarak 200 meter dari institusi pendidikan akan hantam rantai pendapatan di sektor tembakau.
Untuk mengontrol konsumsi rokok pada remaja, cukai rokok menjadi salah satu upaya yang paling signifikan.
PP Kesehatan diterbitkan sebagai upaya langkah preventif dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Sebanyak 7,4 persen di antaranya merupakan perokok anak berusia 10-18 tahun.
Kanker adalah salah satu penyakit mematikan yang telah merenggut jutaan nyawa di seluruh dunia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) rumah tangga miskin justru uang dan pendapatannya lebih banyak dibelikan rokok, daripada untuk beli lauk pauk (protein hewani).
Harga rokok yang terjangkau dan penjualan rokok batangan membuat rokok menjadi mudah diakses oleh anak-anak
Selain deteksi dini untuk screening kanker paru, yang perlu diperhatikan pemerintah adalah regulasi terkait pembelian rokok oleh remaja maupun anak sekolah.
Penjualan rokok eceran perlu diatur lebih ketat
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved