Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PLT Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Anggin Nuzula Rahma mengatakan keberadaan rokok menjadi ancaman bagi bonus demografi Indonesia pada tahun 2045.
"Rokok menjadi ancaman bonus demografi ya, karena berbicara SDM yang berkualitas, SDM unggul, ini tentunya anak-anak harus sehat, harus dimulai dari fisik maupun mentalnya ini harus sehat terlebih dahulu," kata Anggin Nuzula Rahma dalam "Diseminasi Hasil Pemantauan IPS Rokok Forum Anak di 9 Kabupaten/Kota", yang diikuti di Jakarta, hari ini.
Selain mengancam kualitas SDM terkait bonus demografi, kata dia, rokok juga berdampak negatif dalam pembangunan nasional. "Rokok memang memperparah kemiskinan, banyak sekali anggaran yang digunakan atau dikeluarkan untuk rokok," kata Anggin Nuzula Rahma.
Rokok, menurut dia, juga memiliki keterkaitan dengan ancaman stunting pada anak.
Ia mengatakan keluarga yang orang tuanya perokok cenderung mengutamakan pengeluaran untuk membeli rokok dan menomorduakan makanan bergizi untuk keluarga sehingga hal ini berakibat pada rendahnya status gizi anak.
Baca juga: Banyak Iklan Rokok Ditemukan di Sekitar Sekolah
Selain itu, rokok juga meningkatkan beban negara terkait masalah kesehatan dan ekonomi. "Ada beban pengeluaran kesehatan yang besar dan beban ekonomi juga yang sangat besar," katanya.
Anggin menambahkan, Indonesia setidaknya sudah memiliki enam regulasi terkait perlindungan kesehatan anak, Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dan Kota Layak Anak (KLA), yakni UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Kemudian Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Tembakau, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 440/7468/ Bangda tahun 2018 Tentang Penerapan Regulasi KTR di Daerah, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2015 tentang KTR di Sekolah, dan Perpres Nomor 25/2021 tentang Kebijakan KLA.
"Semua peraturan itu secara tegas menunjukkan komitmen pemerintah untuk melindungi anak dari zat adiktif dan untuk menurunkan prevalensi perokok anak sesuai amanat RPJMN," kata Anggin Nuzula Rahma. (Ant/OL-4)
Larangan penjualan rokok eceran atau pun pelarangan penjualan dalam jarak 200 meter dari institusi pendidikan akan hantam rantai pendapatan di sektor tembakau.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) rumah tangga miskin justru uang dan pendapatannya lebih banyak dibelikan rokok, daripada untuk beli lauk pauk (protein hewani).
Jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Sebanyak 7,4 persen di antaranya merupakan perokok anak berusia 10-18 tahun.
Harga rokok yang terjangkau dan penjualan rokok batangan membuat rokok menjadi mudah diakses oleh anak-anak
Selain deteksi dini untuk screening kanker paru, yang perlu diperhatikan pemerintah adalah regulasi terkait pembelian rokok oleh remaja maupun anak sekolah.
Penjualan rokok eceran perlu diatur lebih ketat
Terobosan tersebut bisa dari keharusan menunjukkan KTP atau peredaran rokok dibatasi seperti halnya penjualan minuman beralkohol.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah untuk tidak mengabaikan derasnya penolakan pasal-pasal tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Kemenkeu mencatat realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp102,38 triliun di Semester 1-2023, turun 12,61% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022.
Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait Peta Jalan industri hasil tembakau (IHT) 2023-2027 dinilai harus diubah karena tidak memenuhi unsur perlindungan anak.
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) menegaskan bahwa tembakau bukan termasuk kelompok psikotropika atau narkotika dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Hadirnya Saroja sekaligus menjadi perwujudan komitmen berkelanjutan PT NTI dalam mendukung keberlangsungan industri padat karya. (
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved