Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Desa sebagai Ujung Tombak Pencegahan Stunting

Mediaindonesia.com
20/10/2021 06:00
Desa sebagai Ujung Tombak Pencegahan Stunting
(DOK BKKBN)

UPAYA nyata untuk mencegah stunting diyakini dapat dimulai dari wilayah terkecil, yakni desa. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meyakini dengan memulai dari wilayah desa, sasaran dan program yang diberikan akan lebih terkonsolidasi serta tertata dengan baik.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyebutkan pihaknya bertugas merajut program dan keterlibatan kementerian dan lembaga (K/L) memang bertugas agar program yang ada sampai di mulut ibu hamil dan keluarga rentan stunting. Karenanya, ia meyakini desa memiliki peran penting dalam pencegahan stunting.

“Desa itu terminal terakhir di mana adanya dinamika, kehebohan, hingga data yang menjadi bagian terpenting dari program. Kalau di desa itu sukses, tepat sasaran, bagus pengelolaan datanya, real time dan validitas data teruji itu akan sangat hebat dan dapat dikatakan sukses,” ungkap Hasto kepada Media Indonesia, Senin (18/10).

Karenanya, ia pun menilai peran kepala desa akan menjadi vital, mengingat mereka sangat mengetahui kondisi warganya dan mengetahui data secara nama dan alamatnya. Meski kebijakan dibuat oleh pemerintah daerah, tetapi pelaksananya tetap warga desa itu sendiri. Untuk itu, BKKBN melengkapi kepala desa dengan perangkat pendamping keluarga untuk asistensi kepala desa. 

Nantinya sebanyak 600 ribu pendamping akan diberikan akses untuk aplikasi yang melaporkan data secara real time dari tempatnya ke BKKBN melalui aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hamil (Elsimil). Diharapkan, kesimpangsiuran data dapat lebih diminimalisasi dan dievaluasi agar ke depan akan lebih tepat sasaran.

Untuk itu, pihak BKKBN juga sudah bekerja sama dengan Kementerian Desa,  Pembangungan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi yang juga akan mengoordinasikan desa sehat dan sejahtera dalam program stunting serta ke depannya akan ada  permendes yang mengatur pemanfaatan dana untuk stunting sehingga nantinya bila ada anggaran untuk bidan dan kegiatan stunting tidak akan menjadi persoalan.

“Saya juga berharap 74 ribu desa yang ada harus join dengan perguruan tinggi dengan adanya pendampingan berupa mahasiswa KKN yang turun ke desa-desa. Melalui Forum Rektor akan ada kurikulum tema stunting yang setara dengan 20 SKS yang bisa digunakan di kampus merdeka maupun merdeka belajar,” tandas Hasto.

Senada dengan Kepala BKKBN, Kepala Biro Perencanaan Siti Fatonah membenarkan akan pentingnya pendampingan di lapangan, khususnya di akar rumput. Hal itu berkaca dari evaluasi program stunting selama ini, yang mana pendampingan tersebut sangat lemah bahkan dapat dikatakan tidak ada.

“BKKBN ingin mendekatkan semua pelayanan ke masyarakat dan menjamin pelayanan tersebut sampai ke masyarakat. Karena yang stunting itu adanya di warga desa dan masyarakat,” terang Siti.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Umum dan Hubungan Masyarakat Putut  Riyatno menyebutkan BKKBN memiliki kampung keluarga berkualitas yang merupakan suatu miniatur dari program BKKBN di desa. Menurutnya, dengan berfokus kepada penanganan stunting di desa, program-program K/L dapat berkolaboraasi untuk memajukan desa tersebut sekaligus menekan angka stunting.

“Dalam program dapur sehat atasi stunting juga diarahkan ke desa-desa guna mengatasi stunting dengan memberikan asupan tambahan gizi bagi masyarakat di desa tersebut,” jelas Putut. (Dro/S2-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya