Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

RUU PKS Dinilai Harus Berdasar pada Pancasila

Sri Utami
12/7/2021 17:55
RUU PKS Dinilai Harus Berdasar pada Pancasila
Ilustrasi, Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya (kanan) berbicara caralam diskusi soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).(MI/SUSANTO )

RAPAT Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi  DPR berlangsung sengit. Beberapa akademisi dan penggiat serta pemuka agama menyuarakan agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) mengambil nilai dan budaya hukum dan norma Indonesia. Sehingga dalam menggodok RUU PKS  DPR dinilai tidak tepat menggunakan paradigma feminist legal theory baik untuk analisis dan solusi.

"Kekerasan seksual memang ada kepada perempuam juga laki-laki. Jadi tidak menggunakan paradigma feminist legal theory untuk analisis dan tawarkan solusinya apalagi feminisme tidak sesuai dengan nilai Indonesia," ujar Ketua Penggiat Keluarga Indonesia yang juga akademisi IPB Euis Sunarti.

Baca juga: Komnas Perempuan: Banyak Dukungan Untuk Segera Sahkan ...

Dia menekankan dalam dibutuhkan solusi mengakar dan proposional dalam menjawab kejahatan seksual yang terus terjadi. Menurutnya solusi tepat yakni dengan menguatkan dan mendorong pembangunan berkeadaban dan berkeadilan dalam keluarga.

"Solusinya tidak perlu sampai membongkar fondasi nilai dan tata kehidupan dan gunakan nilai asing yang tidak sesuai dengan pancasila."  Dia pun meminta untuk tidak memberi ruang pada paradigma asing masuk dan menjadi landasan UU.  

Ketua Aliansi Cinta Keluarga Rita Hendrawati mengkhawatirkan subjektifitas pembuatan RUU PKS yang rentan terhadap multitafsir.  "Dikhawatirkan RUU ini membuat peluang dan multitafsir. Masalah kita adalah penegakan dan budaya hukum kita," ucapnya.

Sementara itu anggota Baleg Fraksi PDI Perjuangan Selly Andriany Gantina menegaskan pemerintah dan DPR tidak bisa begitu saja membuat UU tanpa melibatkan stake holder seperti pemerintah daerah, akademisi dan penggiat anti kekerasan seksual dan lainnya. Permasalahan kekerasan seksual sangat rumit dan harus dikaji dari berbagai aspek dan permasalahan salah satunya dalam melindungi korban.  

"Kita tahu keterbatasan pemerintah daerah sehingga kira-kira bentuk kerja sama sinergitas pemerintah pusat dan daerah, stake holder bisnis dan usaha harus dilakukan seperti apa. Karena konsep itu dibutuhkan dalam pembuatan UU (PKS) nanti," cetusnya.

Dia mengungkapkan selama ini permasalahan yang terjadi salah satunya peran pemerintah daerah yang masih terganjal minimnya anggaran. Sehingga perlindungan terhadap korban dan pengungkapan kasus tidak tuntas dan jauh dari rasa keadilan.

"Suatu daerah,  korban melakukan perlindungan kepada pemerintah daerah, anggaran Pemda tidak dimilliki. Atau aparat penegak hukum yang ada di daerah. Anggaran kepolisian untuk melakukan visum saja tidak ada atau dinas sosial atau lembaga terkai tapi kenyataannya pada saat perlindungan kepada korban masih dibatasi dengan anggaran yang hanya 3 hari untuk melakukan perlindungan lalu korban dibiarkan begitu saja," ungkapnya.

Dia pun meminta harus ada ada regulasi yang  mengikat dari pemerintah pusat. Dengan demikian penyelesaian kasus kekerasan seksual tidak sepenuhnya diserahkan kepada Pemda. "Meskipun tidak rinci tapi secara umum bahwa kekerasan seksual tidak bisa diserahkan begitu saja kepada Pemda tapi harus melibatkan semua unsur."

Sementara itu dari hasil RDPU yang berlangsung dua jam tersebut Wakil Ketua Baleg Willy Aditya mengatakan, usulan untuk RUU PKS disesuaikan dengan konteks Pancasila akan ditampung. "Belum ada kesimpulan. Yang pasti uuslan untuk disesuaikan dengan konteks Pancasila itu yang kami dapat hari ini. Besok ada RDPU lagi,"tukasnya. (Sru/A-1).

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya