Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan, Cut Putri Arianie menyebutkan berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), jumlah Perokok di Indonesia terus merangkak naik.
"Memang rokok itu, jangankan di Indonesia di tingkat global pun rokok itu juga menjadi penyebab segala penyakit," kata Cut Putri, di Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta, Jumat, (4/10).
Ia menjelaskan menurut data dari Riskesdas, kecenderungan peningkatan prevalensi merokok terlihat lebih besar pada kelompok anak-anak dan remaja. Riskesdas 2018 menunjukan bahwa terjadi peningkatan prevalensi merokok penduduk usia 18 tahun dari 7,2% (Riskesdas 2013) menjadi 9,1%.
"Untuk pengkonsumsi rokok sampai saat ini, terus meningkat, Riskesdas 2013 dari 7,2% tiap tahun terus naik sampai sekarang ini 9,1% untuk perokok muda, dan Indonesia sekarang memiliki sebutan negara baby smokers countries," jelasnya.
Ia menilai, bahwa pemerintah sesungguhnya sudah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi konsumsi rokok pada masyarakat, mulai dari penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), sosialisasi antirokok, hingga iklan pelayanan masyarakat.
"Kita mendorong kepala daerah, yang di daerah punya kewenangan untuk menerapkan kawasan tanpa rokok, tidak hanya itu kita juga banyak sudah memberikan edukasi, ada lewat medsos (media sosial), lewat iklan layanan kesehatan masyarakat di sejumlah media bahkan di sejumlah transportasi publik," tuturnya.
Baca juga: BPS: Kenaikan Cukai Rokok akan Sumbang Inflasi 2020
Ia mengungkapkan salah satu hal yang seharusnya mungkin bisa dilakukan pemerintah untuk dapat menekan jumlah perokok di Indonesia, yakni dengan tidak melakukan penjualan rokok secara eceran atau per batang.
"Harapanya, jangan rokok itu dijual eceran, karena kalau dijual eceran. Itukan ada yang Rp1 Ribu per satu batang, itu anak-anak akan beli. Jadi yang punya kewenangan tentu bukan di Kemenkes untuk melarang penjualan batangan," tuturnya.
Ia juga menilai kenaikan biaya cukai rokok yang kerap kali dilakukan pemerintah dinilai tidak akan efektif apabila rokok masih bisa diperjualbelikan secara eceran. Seperti diketahui pada 2020 nanti, cukai rokok rencananya yang akan kembali naik hingga 23% dengan harga jual naik hingga 35%.
"Betul (cukai rokok naik), tapi kalau selama terus dijual ketengan, enggak terlalu berpengaruh dong. Yang naik misalnya satu bungkus kira-kira mungkin ya taruh Rp60 ribu, tapi kalau Rp60 ribu dijual eceran, perbatang dapat Rp4 ribu, itu orang-orang masih bisa beli, dan juga dibatasi penjualan untuk anak-anak dibawah 18 tahun," pungkasnya. (A-4)
Untuk mengontrol konsumsi rokok pada remaja, cukai rokok menjadi salah satu upaya yang paling signifikan.
Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur larangan penjualan rokok secara eceran per batang.
Banyaknya lapisan dalam struktur tarif cukai rokok mempengaruhi besarnya cukai yang dikenakan pada produk-produk tembakau di Indonesia.
Kabupaten Lamongan berhasil raih predikat terbaik nomor satu pengelolaan dana bagi hasil cukai tembakau
Fokus kebijakan sebaiknya diletakkan pada pengurangan akses kaum muda ke produk tembakau melalui penegakan hukum.
Tingginya kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) secara tahunan dinilai mengancam keberlangsungan industri, yang turut berdampak kepada para pekerjanya.
Larangan penjualan rokok eceran atau pun pelarangan penjualan dalam jarak 200 meter dari institusi pendidikan akan hantam rantai pendapatan di sektor tembakau.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) rumah tangga miskin justru uang dan pendapatannya lebih banyak dibelikan rokok, daripada untuk beli lauk pauk (protein hewani).
Jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Sebanyak 7,4 persen di antaranya merupakan perokok anak berusia 10-18 tahun.
Harga rokok yang terjangkau dan penjualan rokok batangan membuat rokok menjadi mudah diakses oleh anak-anak
Selain deteksi dini untuk screening kanker paru, yang perlu diperhatikan pemerintah adalah regulasi terkait pembelian rokok oleh remaja maupun anak sekolah.
Penjualan rokok eceran perlu diatur lebih ketat
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved