Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DIREKTUR Ekonomi Digital dari Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios) Nailul Huda berpendapat bahwa kontribusi iuran Tapera mungkin belum cukup efektif dalam mengatasi masalah kekurangan rumah atau "backlog" perumahan di Indonesia.Huda mengamati bahwa meskipun kewajiban iuran Tapera telah ada sejak tahun 2018, sejak diberlakukannya, belum terbukti secara signifikan mengurangi "backlog" perumahan.
"Sementara secara aturan, kewajiban ini sudah diberlakukan sejak tahun 2018, atau dua tahun setelah UU Tapera dikeluarkan. Namun, apakah hal ini telah mengatasi masalah 'backlog' perumahan? Kehadiran 'backlog' perumahan masih sangat besar. Bank Tabungan Negara (BTN) juga telah menerima suntikan modal besar pada tahun 2023 untuk membantu kepemilikan rumah," ujar Huda, Rabu (29/5).
Huda menjelaskan bahwa tujuan awal dari iuran Tapera adalah sebagai salah satu upaya pemerintah dalam menyediakan pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah (MBR).
Baca juga : Pemerintah Minta Penyaluran 166 Ribu Rumah Bersubsidi Tepat Sasaran
Namun demikian, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 yang mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera, tujuan dari peraturan tersebut masih belum jelas apakah bersifat investasi atau sebagai arisan kepemilikan rumah.
Dalam kebijakan Tapera, dana yang terkumpul dari peserta dikelola dalam beberapa portofolio investasi, termasuk ke korporasi (47%), Surat Berharga Negara (SBN) (45%), dan sisanya dalam bentuk deposito.
"Dalam peraturan tersebut juga disebutkan bahwa peserta berhak mendapatkan informasi dari manajer investasi mengenai dana dan hasil investasi kita. Namun, apakah kita diberitahu setiap bulan mengenai posisi kekayaan kita?" tanya Huda.
Baca juga : Mendorong Economic Engine Diharapkan Bantu Mengurangi 12,7 Juta Backlog Sektor Perumahan
Lebih lanjut, Huda menyoroti bahwa dengan proporsi SBN sebesar 45% dari total dana yang dikelola oleh BP Tapera, pemerintah memiliki kemudahan dalam menerbitkan SBN karena dapat dibeli oleh badan pemerintah, termasuk BP Tapera, menggunakan dana masyarakat.
"Hal penting untuk diingat adalah BI rate sudah naik, yang berarti deposito sebenarnya lebih menguntungkan daripada SBN. Pemerintah berusaha untuk meningkatkan bunga SBN, yang kemudian menjadi beban hutang. Ketika sektor swasta enggan berinvestasi dalam SBN, badan pemerintah menjadi solusinya," jelasnya.
Huda juga menekankan bahwa manfaat bagi peserta yang tidak mengambil program Tapera sangatlah minim. Bagi peserta yang tidak memilih untuk memiliki rumah pertama, entah karena preferensi atau karena telah memiliki rumah, risikonya adalah mereka dirugikan jika tingkat pengembalian investasi tidak optimal.
Baca juga : Polemik Tapera: Buruh Pesimis Bisa Punya Rumah Lewat Iuran 3 Persen
Menurutnya, sebaiknya uang yang digunakan untuk iuran Tapera dapat digunakan untuk investasi pribadi daripada disumbangkan untuk Tapera.
"Jadi, ada biaya kesempatan yang terlewat," tambah Huda.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada Senin (20/5).
Baca juga : Ketua MPR Sarankan Pemotongan Gaji untuk Iuran Tapera Ditunda
Dalam Pasal 15 ayat 1 PP 21/2024, besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.
Sementara pada ayat 2, besaran simpanan peserta, sebagaimana diatur dalam ayat (1), untuk peserta pekerja akan dibayarkan bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%.
Aturan ini secara umum tidak hanya berlaku untuk pekerja swasta, tetapi juga berlaku untuk ASN, TNI, dan Polri yang gajinya diberikan langsung oleh negara. (Ant/Z-10)
Anggota Ombudsman Republik Indonesia (RI) Yeka Hendra Fatika menyarankan agar iuran program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak melibatkan pengusaha.
DPR masih bisa melakukan revisi aturan Tapera untuk pekerja swasta
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengungkapkan penerapan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) untuk karyawan swasta bisa mundur dari 2027.
Massa aksi yang nantinya ikut turun ke jalan diperkirakan mencapai 10 sampai 20 ribu orang secara nasional.
Tapera telah memicu perdebatan luas di ruang publik. Penolakan datang dari pekerja dan pengusaha yang menganggap kewajiban tersebut sebagai beban
Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia minta pemerintah membatalkan iuran Tapera bukan sekadar menunda.
Menurut UUD RI Tahun 1945, pasal 28 H ayat 1, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pemerintah sedang berupaya mendorong terbentuknya dana abadi perumahan untuk mengatasi backlog rumah yang saat ini mencapai 12,7 juta unit.
Pemerintah lewat Undang-Undang Cipta Kerja telah mengamanatkan pembentukan lembaga nonstruktural, Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3).
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan bahwa masih ada waktu hingga tahun 2027 bagi semua pihak untuk memberikan masukan terkait pemberlakuan Tapera
Iuran ini adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi kesenjangan kebutuhan rumah atau backlog yang saat ini tercatat masih sebanyak 9,7 juta unit.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved