Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Penambahan Subsidi dan Belanja Kerek Defisit Anggaran

M Ilham Ramadhan Avisena
26/2/2024 19:36
Penambahan Subsidi dan Belanja Kerek Defisit Anggaran
Petani menebar pupuk di sawah(MI/Amir MR)

INISIATIF pemerintah melalui beragam guliran bantuan sosial dinilai cukup masif. Karenanya, pelebaran defisit anggaran negara bukan menjadi sesuatu yang mengagetkan. Sebab, mau tak mau pengambil kebijakan menambah dana belanja di saat pendapatan negara masih cukup terbatas.

"Cukup bisa dipahami kenaikan defisit itu, karena akan ada penambahan beberapa program baru dari pemerintah berupa BLT Tunai, penambahan subsidi pupuk," kata Analis senior dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita saat dihubungi, Senin (26/2).

Namun ia mempertanyakan perihal alokasi dana subsidi dan kompensasi energi listrik serta Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebab, harga energi belakangan ini relatif berada di level yang normal dan tak ada indikasi gejolak.

Baca juga : Menkeu: Kecepatan Belanja Lebih Lambat dari Penerimaan Negara

"Artinya, jika ditunda kenaikannya, maka angka subsidinya semestinya tidak bertambah atau tidak berkurang, apalagi harga minyak dunia juga masih terpantau normal. Lantas mengapa justru berpengaruh kepada kenaikan defisit APBN?" kata Ronny.

Pelebaran defisit juga mengindikasikan adanya penarikan utang yang dilakukan pemerintah untuk menambah belanja. Meski kenaikan defisit dinilai masih berada dalam posisi yang aman, pemerintah perlu tetap berhati-hati melakukan pengelolaan anggaran.

"Level defisit sebesar itu masih bisa ditoleransi secara konstitusional, karena memang ambang batasnya menurut perundangan yang ada adalah 3%. Jadi masih bisa diterima," tutur Ronny.

Baca juga : Defisit Anggaran Diperkirakan Naik Jadi 2,8 Persen Tahun Ini

"Namun demikian, harus dipastikan bahwa penggunaan dana dari utang yang baru tersebut produktif, yakni, mendorong pertumbuhan ekonomi atau menghasilkan imbas yang berkelanjutan kepada perekonomian dan juga memberikan imbas kepada fiskal nasional agar tetap berkelanjutan di sisi lain," sambungnya.

Jika itu tidak dilakukan, Ronny mengkhawatirkan rasio utang Indonesia akan semakin besar dari tahun ke tahun. Hal itu dinilai dapat berdampak pada kondisi fiskal yang tidak sehat dan tidak berkelanjutan.

Sebelumnya diketahui, pemerintah mengerek besaran defisit menjadi di kisaran 2,3% hingga 2,8%, lebih tinggi dari asumsi awal di angka 2,29% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Baca juga : Menkeu Sri Mulyani: Bansos Merupakan Instrumen di Dalam APBN

"Defisit tahun ini yang direncanakan dalam APBN 2,29% atau 2,3%, tetapi outlook-nya itu 2,8%," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (26/2).

Pelebaran outlook defisit anggaran itu, kata dia, dibahas oleh para menteri dan presiden dalam Sidang Kabinet pagi tadi di Istana Kepresidenan. Penambahan selisih tersebut didasari oleh banyaknya kebutuhan uang negara untuk mengeksekusi beragam program subsidi dan bantuan sosial.

Salah satu alasan pelebaran defisit ialah karena adanya keperluan penambahan anggaran subsidi pupuk. Usul yang muncul dari sidang kabinet ialah anggaran untuk menyubsidi pupuk ditambah Rp14 triliun.

Baca juga : Tambahan Alokasi Subsidi Pupuk untuk Siasati Dua Fenomena Alam

Sebab, alokasi dana subsidi pupuk yang tersedia saat ini senilai Rp26 triliun dinilai tak mencukupi. Pasalnya alokasi dana tersedia itu hanya bisa memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi sebanyak 5,7 juta ton.

"Karena kita butuh subsidi pupuk sesuai dengan jumlah setiap tahunan, biasanya sekitar 7-8 juta ton. Jadi jelas tidak cukup. Itu tercermin dari produksi padi, bukan hanya karena pupuk, tetapi juga karena El Nino, itu turunnya banyak. Januari-Maret itu demand dan supply delta-nya sudah short 1 juta," terang Airlangga.

Alasan kedua dari pelebaran defisit tersebut ialah untuk menjalankan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam rangka mitigasi fluktuasi harga sembako. Program itu, kata Airlangga, menghabiskan dana negara hingga Rp11 triliun.

Baca juga : Ikuti Presiden, Pupuk Indonesia Siap Tambah Pupuk Subsidi

Selain dua hal itu, pemerintah juga sepakat tidak akan mengubah tarif listrik dan Bahan Bakar Minyak (BBM), setidaknya sampai Juni 2024. Penundaan pengubahan tarif itu dinilai turut menjadi sebab pelebaran defisit guna memberi subsidi energi dan kompensasi kepada Pertamina dan PLN.

"Tidak ada kenaikan listrik, tidak ada kenaikan BBM sampai dengan Juni, baik itu yang subsidi maupun non subsidi. Itu akan membutuhkan additional anggaran untuk Pertamina maupun PLN. Itu nanti akan diambil baik nanti dari SAL maupun dari pelebaran defisit di 2024," jelas Airlangga.

"Jadi itu (range) 2,3% sampai 2,8%. Jadi tahun depan pun dalam bandwith, kerangka yang sama, 2,4%-2,8%, itu realistis," pungkas Airlangga. (Z-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya