Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KOORDINATOR Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menyampaikan alasan profesi petani ditinggalkan generasi muda karena dianggap usaha pertanian tidak lagi menguntungkan.
Dalam hasil sensus pertanian 2023 yang dikemukakan Badan Pusat Statistik (BPS), sebaran petani menurut generasi didominasi oleh generasi X atau mereka yang lahir di tahun 1965-1980 dengan perkiraan usia sekarang 43-58 tahun.
Tercatat generasi X menguasai sebaran petani di Indonesia dengan angka 42,39%. BPS juga mendata selama 10 tahun terakhir, usaha pertanian di Indonesia menyusut 2,35 juta sejak 2013 menjadi 29,3 juta unit di tahun ini.
Baca juga : BPS Sebut Usaha Pertanian Menurun, Ini Nih Biang Keroknya
"Salah satu alasan yang paling kuat sektor pertanian menurun dan ditinggal generasi milenial karena sektor ini belum bisa memberikan keuntungan yang memadai," jelas Said saat dihubungi Media Indonesia, Senin (4/12).
Baca juga : BPS Mencatat Jumlah Usaha Pertanian Anjlok Jadi 29 Juta Unit Sepanjang 2023
Ia mencontohkan petani-petani yang dipantau oleh KRKP di sentra Indramayu, Jawa Barat, memiliki pendapatan per bulan yang jauh dari kata cukup. Jika menggunakan ukuran upah minimum regional (UMR), pendapatan di sektor pertanian di daerah tersebut dikatakan hanya setengahnya saja.
"UMR di Indramayu sekitar Rp2,5 juta, jika setengahnya paling banyak pendapatan per bulan Rp1,2 juta lebih. Pendapatan ini juga amat ditentukan oleh luasan kepemilikan lahan," terangnya.
Melihat fakta tersebut, Said mengatakan tidak heran jika anak muda enggan berkecimpung dalam usaha pertanian dan menjadi rasional memilih bekerja di sektor usaha non-pertanian.
Koordinator KRKP itu menambahkan penyebab lain menurunnya usaha pertanian disebabkan oleh faktor luasan lahan yang semakin sempit. Alhasil, pendapatan petani juga semakin kecil. Akhirnya, mereka melepas atau menjual lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"Dengan hilangnya lahan, maka hilang pula penerusnya. Dalam beberapa kasus ada juga yang menjual, karena anak-anaknya sudah tidak mau meneruskan usaha tani karena keuntungan tidak sepadan," ucap Said
Menurutnya pemerintah perlu membuat kebijakan dan program yang memastikan pendapatan petani meningkat. Misalnya dengan penguatan pemasaran produk petani dan memastikan petani muda memiliki akses terhadap lahan yang memadai.
"Lahan-lahan negara atau yang menganggur bisa didistribusikan untuk petani muda," imbuhnya,
Said menyebut program pemerintah daerah, misalnya program petani milenial dianggap tak mampu menggaet anak muda terlibat di sektor usaha pertanian.
"Program kebijakan pemerintah selama ini masih jauh dari kata cukup untuk menjawab permasalahan sektor usaha pertanian selama ini," pungkasnya. (Z-8)
Melalui komunitas Aneuk Muda Aceh Unggul Hebat (AMANAH) generasi muda Aceh diajak untuk mengembangkan sektor pertanian modern.
Kepala BMKG menekankan pentingnya memberikan pemahaman tentang cuaca dan iklim kepada petani, terutama petani milenial yang akan berperan penting di masa depan.
Petani muda didorong mengembangkan pertanian lahan rawa modern
Kementerian Pertanian (Kementan) terus memberikan program bantuan kepada petani muda di Indonesia. Sebagian besar bantuan berupa bantuan pelatihan baik on farm maupun off farm.
Di tengah krisis iklim dan krisis pangan, peran petani milenial dan pemanfaatan teknologi menjadi kunci penting bagi Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
75 petani muda berhasil lolos menjadi nominee Young Ambassador Agriculture 2024
Pada Juni 2024, sebanyak 32 provinsi di Indonesia mengalami kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP), dengan kenaikan nasional mencapai 118,77 atau naik 1,77%.
Adapun komoditas yang memengaruhi penurunan NTP tersebut ialah kelapa sawit, gabah, jagung, dan cabai rawit. Amalia mengatakan NTP subsektor tanaman pangan mengalami penurunan
Nilai tukar petani (NTP) April 2024 tercatat sebesar 116,79 atau anjlok 2,18% dibandingkan Maret 2024.
Kenaikan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani (It) naik sebesar 1,29% lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar (Ib) petani yang mengalami kenaikan sebesar 0,40%.
BADAN Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan sejumlah penyebab utama menurunnya usaha pertanian di Indonesia selama 10 tahun terakhir.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved