Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
PT PLN (Persero) siap mendukung program konversi kompor Liquified Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi atau listrik pada tahun ini. Langkah ini untuk mendukung upaya pemerintah dalam menghemat anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dalam hal impor LPG.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, saat ini impor LPG dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024 diprediksi impor LPG bisa mencapai Rp 67,8 triliun.
Baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia Triwulan IV 2021 Menurun
Dengan beralih ke kompor induksi, ketergantungan terhadap impor LPG bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi.
"Arahan Bapak Presiden Jokowi di Istana Bogor sudah jelas, yaitu untuk mengubah energi berbasis impor ke domestik. Salah satunya, konversi penggunaan kompor LPG ke kompor induksi," ujar Darmawan dalam keterangan resmi, Selasa (15/2).
Tak hanya angka impor, langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi LPG dalam APBN yang terus membengkak. Pada tahun ini saja pemerintah menganggarkan Rp 61 triliun untuk subsidi LPG. Angka ini akan terus naik menjadi Rp 71,5 triliun pada 2024.
Selain itu, saat ini pemakaian LPG dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal, kata Darmawan, subsidi LPG membebani APBN.
Harga keekonomian LPG sebelum disubsidi APBN adalah Rp 13.500 per kg, yang kemudian Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dibanderol Rp7.000 per kg. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp6.500 untuk subsidi per kg LPG.
"Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp 6.500," ungkap Dirut PLN ini.
Kemudian, jika menghitung perbandingan berbasis kalori, 1 kg LPG setara dengan 7 kWh listrik. Harga keekonomian 1 kg LPG yaitu Rp 13.500 jelas lebih mahal daripada 7 kWh listrik yang biayanya sekitar Rp 10.250.
Dengan melihat itu, harga keekonomian menggunakan LPG pun terbilang lebih mahal Rp 3.250 per kg dibandingkan dengan pemanfaatan listrik.
PLN menilai, konversi ke kompor induksi ini juga akan menjadi pintu masuk kemandirian energi, dari yang sebelumnya impor menjadi pemanfaatan listrik yang bersumber energi domestik.
"Subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai LPG, ke depan dapat dimanfaatkan untuk program yang lebih berdampak seperti pendidikan, infrastruktur, air bersih, dan lainnya," pungkas Dirut PLN ini. (OL-6)
PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa bagian Tengah (JBT) memastikan penyaluran BBM dan LPG di Kabupaten Batang lancar usai terjadi gempa bumi.
TAHAP awal penerapan transformasi subsidi elpiji 3 kg dengan mewajibkan masyarakat menunjukkan KTP saat membeli berhasil menurunkan kenaikan volume tabung gas melon.
PT Pertamina International Shipping (PIS) memperkuat bisnis angkutan liquid petroleum gas (LPG) dengan menggandeng mitra perusahaan perkapalan berskala global terkemuka, B Shipping.
PEMERINTAH mengusulkan penambahan kuota dan alokasi anggaran subsidi energi tahun depan. Jika itu disetujui DPR RI, maka subsidi BBM, LPG 3 kilogram, dan listrik akan mengalami kenaikan
Dua rumah milik satu keluarga di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur (Jatim), hangus terbakar. Kebakaran diduga akibat tabung gas yang bocor saat sedang memasak.
KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pembelian LGP 3 kg atau gas melon belum akan dibatasi jumlahnya meski harus menggunakan KTP.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved