Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
TREN penipuan dan peretasan menggunakan layanan WhatsApp terus mengalami peningkatan. Kerugian finansial yang dialami per kejadian nilainya mencapai miliaran rupiah.
Sasarannya tak hanya masyarakat umum, tapi juga kalangan selebritas. Yang teranyar adalah Baim Wong yang jadi korban peretasan.
Modus yang dipergunakan pelaku ialah mengirimkan pesan melalui WhatsApp dengan melampirkan android package kit (APK) file format. Pelaku meminta korbannya untuk mengunduh file APK. Setelah mengklik dan mengunduh file tersebut, rekening Baim Wong dikuras oleh pelaku.
Baca juga: Marak Penipuan Kode OTP, Perusahaan Digital Perlu Waspadai Keamanan
Pengamat telekomunikasi Dr Ir Agung Harsoyo MSc MEng prihatin dengan maraknya pelaku tindak pidana penipuan dan peretasan tersebut.
"Masyarakat perlu lebih berhati-hati, tetapi tindakan substantif perlu dilakukan," kata komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) periode 2015-2018 itu melalui keterangannya, Senin (6/11).
Ia menjelaskan masih maraknya penipuan dan peretasan melalui WhatsApp dikarenakan aturan layanan over the top (OTT) hanya diatur pada UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam UU ITE, penyelenggara layanan OTT hanya diwajibkan mendaftarkan layanannya.
“Dengan hanya menerapkan kewajiban melapor, tidak ada kewajiban bagi WhatsApp untuk menerapkan aturan Know Your Customer (KYC). Kewajiban KYC di industri telekomunikasi hanya diberlakukan bagi operator telekomunikasi. WhatsApp, Telegram, Facebook dan berbagai layanan OTT yang beroperasi di Indonesia tidak ada kewajiban KYC," kata dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB itu.
Baca juga: Peretasan Youtube DPR RI Diduga melalui Metode Jebakan Phishing
Secara teknis, lanjut dia, WhatsApp tidak melekatkan akun penggunanya ke perangkat. Karena itu, satu akun dapat dibuka bersamaan di beberapa perangkat.
Hal ini menjadi celah bagi pihak yang tidak bertanggung jawab seperti hacker dan pelaku tindak kejahatan digital untuk membuka akun WhatsApp korban tanpa diketahui.
Untuk menekan pelaku tindak pidana melalui WhatsApp, menurut Agung, pemeritah harus membuat aturan jelas mengenai kriteria layanan OTT.
WhatsApp juga memiliki fitur end-to-end encryption untuk menjaga kerahasiaan komunikasi pengguna. Kenyataannya, fitur ini menghalangi aparat penegak hukum untuk melakukan tugas mereka, termasuk dalam mengidentifikasi tindak penipuan dan peretasan.
“Peretasan dan penipuan melalui WhatsApp ini sudah sangat meresahkan serta banyak memakan korban. Pemerintah harus bertindak," tutup Agung. (RO/S-2)
Pelaku membujuk korban untuk menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar lebih dengan dalih menyewakan lokasi tambang. Ternyata, lokasi tambang yang dimaksud oleh pelaku itu milik orang lain.
HAKIM Pengadilan Negeri (PN) Kudus, Jawa Tengah, menjatuhkan vonis 3 tahun penjara terhadap pemilik biro umrah Goldy Mixalmina Kudus, Zyuhal Laila Nova.
Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri, dari 2020 hingga Maret 2024 ada sebanyak 3.703 korban scam yang berasal dari Indonesia. Adapun, pelaku paling banyak berasal dari Kamboja
KPK memastikan penipu dan pemeras pejabat Pemkab Bogor Yusup Sulaeman bukan pegawainya. Karyawan Lembaga Antirasuah juga dipastikan tidak terafiliasi dengan tersangka itu
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kasus penipuan yang dilakukan Yusup Sulaeman dengan mengaku pegawai KPK sangat tidak lazim.
POLDA Metro Jaya menangkap seorang laki-laki warga negara India berinisial VVS atas dugaan penipuan berkedok investasi trading forex fiktif. Korban mengalami kerugian hingga Rp3,5 miliar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved