Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SETIAP pihak yang berupaya menggagalkan pelaksanaan pilkada serentak ternyata diancam dengan hukuman pidana. Praktisi Hukum Abdur Rozzak Harahap menegaskan hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang (UU) no 10 Tahun 2016.
"Jangan mencoba-coba mengintimidasi atau mengancam masyarakat dengan kekerasan dan ancaman lainnya kepada masyarakat yang sedang dan akan menggunakan hak pilihnya untuk menentukan atau mendukung kepada salah satu Pasangan Calon Kepala Daerah Khususnya dari jalur perseorangan atau independen. Karena, jika terbukti melakukan akan dipidana penjara dan denda sesuai aturan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada," tegas Rozzak lagi, dalam keterangannya diterima, Rabu (31/7).
Berdasarkan pasal 180, Pasal 182A dan Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016. Pasal 180 disebutkan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan hak seseorang Calon Gubernur/Wakil Gubernur, Calon Bupati/Wakil Bupati, Calon Wali Kota/Wakil Wali Kota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp.36 juta dan paling banyak Rp.72 juta.
Baca juga : Sengketa Hasil Pileg Diyakini tak Ganggu Lini Masa Pilkada 2024
Pasal 182 (a) menyebutkan dengan tegas, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp24 juta dan paling banyak Rp.72 juta.
Selain itu, dalam pasal 187 (a) setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih dengan cara tertentu, sehingga menjadi suara tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp.200 juta dan paling banyak Rp.1 Miliar.
"Ini sanksinya luar biasa berat, jadi siapapun baik perorangan, badan hukum, aparat kepolisian, TNI dan ASN yang mencoba untuk melakukan dugaan tindak pidana intimidasi terhadap proses tahapan pemilihan kepala daerah baik dengan kekerasan maupun ancaman, dapat dijerat secara hukum," tegas Rozzak.
Baca juga : Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Ingin Maju Pilkada 2024
Oleh sebab itu, Rozzak, menuturkan apabila ada sejumlah warga yang merasa dihalang-halangi (intimidasi) saat ingin menyalurkan hak pilihnya dipersilahkan untuk membuat laporan ke Bawaslu dan Gakkumdu.
“Dengan disertakan bukti-bukti dan saksi-saksi,” ujarnya.
Jika pelakunya diduga adalah aparat Polri maupun TNI maka laporkan bisa dilakukan ke bidang Propam dan POM TNI.
“Jadi masyarakat jangan takut, semua ada jalur hukumnya bagi siapa saja terbukti melakukan dugaan intimidasi dengan kekerasan maupun ancaman," terangnya. (Z-8)
Ketua DPD Perindo Palu, Andono Wibisono mengatakan, penyerahan B.1-KWK dilakukan DPP dalam forum Mukernas.
Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) merilis hasil survei terkait peta elektoral Pilkada Kabupaten Lombok Timur 2024. Elektabilitas M. Syamsul Luthfi menempati urutan tertinggi.
KETUA Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyebut bahwa bakal ada Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus di sejumlah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
KETUA Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa hanya ada dua pasangan calon (paslon) yang akan bertarung di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024.
PAKAR politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ridho Al Hamdi mengatakan pelanggaran netralitas dalam pemilihan pemimpin sulit untuk dihilangkan.
PEMERINTAH seharusnya menekankan netralitas di pilkada tidak hanya pada penyelenggara pemilu tapi juga kepada aparatur dan pemerintah daerah serta seluruh penjabatnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved