Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Profil Anwar Usman, Ketua MK yang Diberhentikan karena Skandal Dinasti Politik

Zubaedah Hanum
07/11/2023 22:45
Profil Anwar Usman, Ketua MK yang Diberhentikan karena Skandal Dinasti Politik
Anwar Usman seharusnya menjabat sebagai Ketua MK hingga 2028.(AFP/Yasuyoshi Chiba)

MAJELIS Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan Ketua MK Anwar Usman dari jabatannya, pada Selasa (7/11), setelah terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim dalam putusan yang membuka jalan sang ponakan, Gibran Rakabuming Raka menjadi kandidat cawapres. 

Berikut ini profil dan perjalanan karier Anwar Usman, dikutip dari laman resmi MK.

Anwar Usman mengawali karier sebagai seorang guru honorer pada 1975. Pria kelahiran Nusa Tenggara Barat, 31 Desember 1956 itu terpilih menjadi hakim konstitusi ,menggantikan M Arsyad Sanusi yang mengundurkan diri pada Maret 2011.

Baca juga : Ketua MK Anwar Usman Tabrak UU Kekuasaan Kehakiman

“Saya sama sekali tak pernah membayangkan untuk mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden. Saya juga tak pernah membayangkan bisa terpilih menjadi salah satu hakim konstitusi,” kata Usman saat terpilih sebagai Ketua MK. 

Anwar Usman alumnus PGAN

Anwar dibesarkan di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat, mengaku dirinya terbiasa hidup dalam kemandirian. “Sebagian hidup saya habiskan di perantauan,” jelasnya.

Lulus dari SDN 03 Sila, Bima pada 1969, Anwar harus meninggalkan desa dan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) selama 6 tahun hingga 1975. 

Baca juga : NasDem: Mestinya Anwar Usman Diberhentikan sebagai Hakim MK

Lulus dari PGAN pada 1975, atas restu ayahnya, Usman A Rahim beserta ibunya, St Ramlah, ia merantau lebih jauh lagi ke Jakarta dan langsung menjadi guru honorer pada SD Kalibaru. 

Selama menjadi guru, Anwar pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1. Ia memilih Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan lulus pada 1984. 

“Teman-teman saya sesama PGAN kala itu banyak memilih untuk melanjutkan pendidikan ke IAIN, mengambil fakultas tarbiyah, fakultas syariah atau fakultas lainnya. Adapula yang melanjutkan pendidikan ke Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Jarang yang memilih fakultas hukum. Akan tetapi, saya tidak melepaskan diri dari dunia pendidikan yang menjadi basic saya," katanya. 

Baca juga : Ketua MK Anwar Usman Diberhentikan, PKS: Kesegaran Bagi Demokrasi

Terbukti SD Kalibaru tempat pertama kali saya mengadu nasib di Jakarta pada 1975 telah berkembang menjadi sebuah yayasan pendidikan dengan berbagai jenis dan tingkatan pendidikan. 

"Saya pun terpilih dan diangkat menjadi Ketua Yayasan sampai saat ini,” ujar pria yang gemar menyanyikan lagu-lagu Broeri Marantika itu.

Anwar Usman dan dunia teater

Selama menjadi mahasiswa, Anwar aktif dalam kegiatan teater di bawah asuhan Ismail Soebarjo. Selain sibuk dalam kegiatan perkuliahan dan mengajar, Anwar tercatat sebagai anggota Sanggar Aksara. 

Baca juga : Putusan MK yang Mengubah Syarat Usia Capres-Cawapres Jadi Putusan Terburuk

Dirinya pun sempat diajak untuk beradu akting dalam sebuah film yang dibintangi oleh Nungki Kusumastuti, Frans Tumbuan dan Rini S Bono besutan sutradara ternama Ismail Soebarjo pada 1980. 

“Saya hanya mendapat peran kecil, namun menjadi suatu kebanggaan bisa menjadi anak buah sutradara sehebat Bapak Ismail Soebarjo, apalagi film yang berjudul “Perempuan dalam Pasungan” menjadi Film Terbaik dan mendapat Piala Citra,” kenang pria yang meraih gelar Doktor di UGM itu.

Akan tetapi, keterlibatan Anwar dalam film yang meledak pada 1980 tersebut, menuai kritik dari orangtuanya. 

Baca juga : Penyelenggara Pemilu Indonesia Gagal Jaga Integritas, Anfrel Soroti Kasus Paman Gibran

“Ketika film itu meledak, sampailah film itu ke Bima. Kebetulan di film itu ada adegan saya jalan berdua seorang wanita di Pasar Cikini, orang-orang di kampung saya, heboh semua. Padahal di film itu saya hanya sebagai penggembira saja. Ketika Bapak saya tahu, saya dimarahi. Kata beliau, ‘Katanya ke Jakarta untuk kuliah, ini malah main film’,” kenangnya.

Dunia teater dan film, menurut mantan Hakim Yustisial Mahkamah Agung ini, pada intinya mengandung unsur edukasi yang mengajak pada kebajikan, termasuk bagaimana bersikap dan bertutur kata. 

“Saat mengucapkan sumpah seorang diri di hadapan Presiden SBY, banyak teman yang khawatir. Tapi, Alhamdulillah, berkat pengalaman saya di bidang teater, saya bisa mengatasi kegugupan dan tidak demam panggung ketika harus mengucapkan lafal sumpah,” urai mantan Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung periode 2006 – 2011 ini.

Baca juga : Sang Paman tidak Melanggar Hukum, Gibran tidak Perlu Galau

Anwar Usman tidak bercita-cita sebagai hakim

Sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim. Keberuntungan pun berpihak padanya ketika ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan negeri Bogor pada 1985. 

“Menjadi hakim, sebenarnya bukanlah cita-cita saya. Namun, ketika Allah menginginkan, di manapun saya dipercaya atau diamanahkan dalam suatu jabatan apapun, bagi saya itu menjadi lahan untuk beribadah. Insya Allah saya akan memegang dan melaksanakan amanah itu dengan sebaik-baiknya,” urai pria yang pernah bertugas di Pengadilan Negeri Atambua dan Pengadilan Negeri Lumajang tersebut.

Saat menjadi hakim di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997–2003 yang kemudian berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003-2006. 

Baca juga : Dicopot Sebagai Ketua MK, Anwar Usman Merasa Jadi Korban Fitnah dan Politisasi

Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian. Namun, Anwar mengakui tidak asing dengan lembaga peradilan yang berdiri sejak 2003 ini. 

Selain dari keilmuan yang didalami, ia pun sudah lama mengenal Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva yang sama-sama berasal dari Bima, NTB.

“Saya sudah sering berkomunikasi dengan Pak Hamdan sejak beliau menjadi Anggota Komisi II DPR. Begitu juga halnya dengan Pak Akil (M. Akil Mochtar). Sementara itu, dengan Pak Fadlil (Ahmad Fadlil Sumadi) karena kami pernah bersama-sama di Mahkamah Agung,” ujar ayah dari Kurniati Anwar, Kahiril Anwar dan Sheila Anwar itu.

Baca juga : Ada Putusan MKMK, Ini Rekayasa Lalin Saat Pembacaan Putusan Etik Mahkamah Konstitusi


Anwar Usman dan pernikahan politik 

Pernikahan Anwar Usman dan Idayati pada Mei 2022. (Sumber : Setwapres)

 

Baca juga : Gerindra: Putusan MKMK Tidak Ubah Komposisi Capres-Cawapres

Anwar menikah dengan Suhada, seorang bidan yang mengurus RS Wijaya Kusuma, Lumajang, dan RS Budhi Jaya Utama, Depok. Suhada meninggal dunia pada 26 Februari 2021 setelah menjalani perawatan di rumah sakit Serpong.

Setahun setelahnya, pada Mei 2022, Anwar Usman menikahi Idayati, adik dari Presiden Joko Widodo. Anwar pertama kali bertemu dengan Idayati pada Oktober 2021 dan tidak menyangka jika Idayati merupakan kerabat dari Presiden Joko Widodo.

Publik menyebut, pernikahan tersebut  politis. Namun, Anwar Usman membantahnya karena dirinya tidak berasal dari partai politik manapun.

Baca juga : 16 Akademisi Hukum Tata Negara Minta MKMK Pecat Anwar Usman

Setelah menikahi adik Presiden Joko Widodo, sejumlah pihak ramai meminta Anwar Usman mundur dari jabatannya demi menghindari konflik kepentingan, juga menjaga muruah dan independensi MK. Sebab MK mengadili peraturan dan undang-undang yang dibuat pemerintah dan DPR.

Setahun kemudian, kekhawatiran tersebut terbukti saat Anwar Usman memimpin dan memutuskan sidang putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres dalam UU Pemilu. 

Pada putusannya, MK memperbolehkan mereka yang belum berusia 40 tahun asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau jabatan yang dipilih dalam Pemilihan Umum atau Pilkada (elected officials), untuk dicalonkan sebagai capres-cawapres. 

Baca juga : Prabowo Heran Usia Capres-cawapres Dipersoalkan

Anwar memutus perkara yang pada akhirnya membuka jalan sang ponakan barunya, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres. 

Anwar Usman diminta mundur

Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebut “Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera." 

Sebanyak 16 Guru Besar dan pengajar hukum tata negara telah melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman kepada MKMK. Para akademisi meminta MKMK menjatuhkan hukuman berat berupa pemecatan, bukan sekadar pencopotan jabatan saja. 

Baca juga : Pakar: Putusan MK Sarat Kepentingan Bisa Dianulir

"Kami berharap putusan MKMK bisa menyelamatkan MK dengan mengeluarkan saudara Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi," ujar Kurnia Ramadhana, kuasa hukum 16 akademisi tersebut, pada Kamis (26/10).

Biodata Anwar Usman

Tempat, tanggal lahir :
Bima, 31 Desember 1956


Pendidikan:
Sekolah Dasar Negeri Bima (1969)
PGAN di Bima (1973)
S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta (1984)
S-2 Program Studi Magister Hukum STIH IBLAM Jakarta (2001)
S-3 Program Bidang Ilmu Studi Kebijakan Sekolah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2010).

Demikian kabar terkini mengenai Mahkamah Konstitusi. Semoga informasi ini bermanfaat. (Z-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya