Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
MAJELIS hakim Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Makassar akan membacakan putusan terhadap Mayor Inf (Purn) Isak Sattu pagi ini, Kamis (8/12). Isak merupakan terdakwa tunggal dalam perkara pelanggaran HAM berat pada Peristiwa Paniai 2014.
"Agenda pembacaan putusan pukul 10.00 (WITA) sampai dengan selesai," demikian informasi yang dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Makassar.
Agenda pembacaan putusan itu digelar di Ruang Prof Dr Bagir Manan SH MCL. Seperti diketahui, sidang Paniai telah dimulai sejak Rabu (21/9) lalu dengan pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Pada Senin (14/11), JPU membacakan tuntutan terhadap Isak, yaitu pidana 10 tahun penjara. Menurut JPU, mantan Perwira Penghubung (Pabung) Kodim 1705/Paniai itu terbukti secara hukum melakukan tindak pidana pelanggaran HAM berat terhadap kemanusiaan.
Baca Juga: Negara Belum Serius Tuntaskan HAM Berat Lewat Sidang Paniai
Perbuatan yang menyebabkan empat warga sipil meninggal dunia dan 10 lainnya luka-luka pada 7-8 Desember 2014 itu dinilai JPU memenuhi ketentuan Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan huruf b jo Pasal 7 Huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 serta Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan huruf b jo Pasal 7 Huruf b, Pasal 9 huruf , Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Putusan terhadap Isak akan dibacakan oleh majelis hakim yang dipimpin Sutisna Sawati bersama Abdul Rahman Karim, Siti Noor Laila, Robert Pasaribu, dan Sofi Rahma Dewi selaku hakim anggota. (OL-13)
Baca Juga: Keluarga Korban HAM Berat Paniai Kirim Surat ke PBB
Harnoto dinilai tidak memahami konsep HAM secara umum,bahkan pada tahapan seleksi semestinya sudah gagal.
KETUA Mahkamah Agung M Syarifuddin mengakui lembaganya tidak mengantisipasi akan ada perkara kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang masuk ke badan peradilan.
Juru bicara KY Miko Ginting mengatakan pihaknya masih melakukan seleksi. Sejauh ini, sudah ada enam calon hakim ad hoc yang lolos.
Saat peristiwa itu terjadi pada 7-8 Desember 2014, Isak menjabat sebagai Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai.
“Saya cukup menyayangkan putusan ini. Dari awal berharap agar kasus ini bisa menjadi titik preseden bagi tegaknya marwah penegakan hukum HAM di Papua. Ternyata ekspektasi saya berlebihan,"
Para hakim ad hoc yang menangani perkara dugaan pelanggaran HAM berat Paniai tersebut tidak menerima haknya (gaji) selama sekian bulan.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut keduanya dengan hukuman masing-masing empat tahun dan dua tahun bui.
Tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita alias Vina Cirebon, 16, dan Muhammad Rizky alias Eky, 16, segera mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA)
PEMBEBASAN Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita, 16 dan Muhammad Rizky alias Eky, 16 diyakini bisa menjadi angin segar dalam pembebasan tujuh terpidana tersebut.
Korban membuat laporan ke Polda Metro Jaya dengan Nomor: 2750/V/YAN.2.5./2021/SPKT PMJ, tanggal 28 Mei 2021.
IPW mendesak Polri segera bertindak agar kasus tindak pidana yang sangat merugikan Katarina mendapat kepastian hukum.
TERDAKWA Dito Mahendra didakwa memiliki sejumlah senjata api ilegal oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin (15/1).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved