Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Kuasa Hukum Pinangki Sebut Tuduhan Terima Uang Masih Kabur

Tri Subarkah
27/1/2021 11:47
Kuasa Hukum Pinangki Sebut Tuduhan Terima Uang Masih Kabur
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari(ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

JAKSA Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang terakhir dengan agenda pembacaan duplik sebelum majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonisnya dua pekan mendatang. Dalam dupliknya, penasihat hukum Pinangki, Aldres Napitupulu, menyebut tuduhan jaksa penuntut umum terhadap kliennya masih kabur.

"Kami katakan kabur karena sampai saat ini tidak dapat dibuktikan di mana dan kapan terdakwa menerima uang yang dituduhkan JPU," kata Aldres di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/1).

Menurut Aldres, duplik yang disampaikan pihaknya menjadi penegas atas nota keberatan maupun nota pembelaan yang telah dibacakan dalam sidang sebelumnya. Dalam perkara ini, JPU mendakwa Pinangki telah menerima uang sebesar US$500 ribu dari terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Tjandra melalui Herriyadi Angga Kusuma dan Andi Irfan Jaya.

Aldres mengatakan JPU dibebankan dalam hal membuktikan perbuatan yang dilakukan terdakwa. Selama jalannya persidangan, ia menyebut tidak ada satu saksi pun yang menyatakan Pinangki menerima uang. Ini juga diperkuat dengan tidak adanya surat maupun barang bukti elektronik yang menunjukkan peristiwa tersebut.

Selain itu, penasihat hukum Pinangki juga menolak dalil bahwa Joko Tjandra menganggap kliennya memiliki kapasitas untuk membebaskan Joko dari eksekusi badan perkara cessie Bank Bali. Saat memberikan kesaksian untuk Pinangki, Joko Tjandra menerangkan sejak awal pertemuan, Pinangki selalu meminta agar dirinya dieksekusi terlebih dahulu.

"Saksi Joko Soegiarto Tjandra juga menyatakan bahwa dirinya tidak pernah meminta ataupun berharap agar terdakwa melakukan sesuatu yang berkaitan dengan perkaranya," ujar Aldres.

Dakwaan JPU lain yang ditentang penasihat hukum Pinangki adalah tindak pidana pencucian uang. Aldres kembali menegaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Pinangki tidak mengandalkan gaji sebagai aparatur sipil negara (ASN). Adapun sumber uang berasal dari simpanan almarhum suami pertama Pinangki, Djoko Budiharjo.

Baca juga:  Sebelum Divonis, Eks Jaksa Pinangki Minta Keringanan Hakim

Djoko diketahui pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan. Setelah penisun, Djoko juga berprofesi sebagai advokat.

Pinangki melalui penasihat hukumnya memohon kepada majelis hakim untuk menerima seluruh pledoi maupun duplik yang diajukan. Selain itu, juga meminta agar majelis hakim menyatakan kliennya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan dari seluruh dakwaan dan tuntutan JPU.

Dalam persidangan sebelumnya, JPU menuntut mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan Dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung itu dengan pidana penjara empat tahun dan denda Rp500 juta.

JPU menilai Pinangki telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 UU Pemberantasan Tpikor, Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.

Dalam merumuskan tuntutannya, JPU mempertimbangkan pekerjaan Pinangki yang notabene aparat penegak hukum sebagai hal yang memberatkan. Pinangki juga dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Tuntutan terhadap Pinangki dinilai masih rendah dan mempertontonkan ketidakprofesionalan Korps Adhyaksa. Anggota Komisi III DPR Supriansah dalam rapat dengar pendapat dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bahkan membandingkan tuntutan Pinangki dengan Jaksa Urip Tri Gunawan yang dituntut 15 tahun dalam perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Menurut pandangan kami, Pinangki bisa jauh lebih berat diberikan tuntutan karena dia telah melakukan tindakan pelanggaran Pasal 12 sebagai PNS atau ASN yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui untuk menggerakkan atau tidak melakukan sesuatu terkait jabatannya. Apalagi bertemu sama sang buronan," ujar Supriansah.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya