Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Napoleon Sebut Dizalimi Pejabat Negara

Yub/Sri/P-1
10/11/2020 04:40
Napoleon Sebut Dizalimi Pejabat Negara
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte (kanan) berjalan meninggalkan ruangan.(ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/)

JAKSA menyebut Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte meminta Rp7 miliar dalam sengkarut aliran suap dari Joko Soegiarto Tjandra. Napoleon juga me nyinggung petinggi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11).

Menanggapi hal tersebut, Polri membantah tudingan Napoleon dengan menyebut tidak ada bukti yang bersangkutan bagi-bagi uang pada petinggi. “Semua itu kita menelusuri masalah berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Selama tidak ada? Bagaimana kita menelusurinya?” papar Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setiyono.

Awi menegaskan bahwa pernyataan Napolen hanya muncul di dalam persidangan. “Dari awal belum ada kesesuai an antara tersangka satu dan tersangka lainnya. Fakta persidangan silakan saja kita akan lihat perkembangannya di sana kita tak tahu, biarkan itu bergulir bagaimana,” terangnya.

Soal kasus ini, Napoleon Bonaparte merasa dizalimi pernyataan pejabat negara terkait dengan tuduhan penghapusan red notice. “Dari Juli sampai hari ini, saya merasa dizalimi melalui teks oleh pemberitaan-pemberitaan statement pejabat negara yang salah tentang tuduhan menghapus red notice,” kata Napoleon dalam sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Dalam perkara ini, Napoleon didakwa menerima suap S$200 ribu dan US$270 ribu (sekitar Rp6,1 miliar) agar menghapus nama Joko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.

“Kesempatan hari ini sudah lama saya tunggu-tunggu Yang Mulia karena sebagai Kadivhubinter Polri yang dulu juga mantan Sekretaris NCB (National Central Bureau) Interpol Indonesia. Kami yang paling tahu kerja Interpol,” ungkap Napoleon.

Dalam nota pembelaannya, pengacara Napoleon, yakni Sastrawan, mengatakan tidak ada keterangan saksi yang termuat di dalam keseluruhan berita acara pemeriksaan (BAP) Joko Tjandra yang menerangkan keterlibatan langsung ataupun tidak langsung dari Napoleon. (Yub/Sri/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya