Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) mengaku pihaknya belum berencana menerapkan metode penggunaan e-voting baik dalam Pilkada 2020 ataupun Pemilu serentak 2020.
"Terkait dengan gagasan untuk e-voting tampaknya itu belum jadi agenda dalam waktu dekat," tutur Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (7/8).
Baca juga: BI Beri Sinyal Pertahankan Kebijakan Moneter Longgar
Wahyu melanjutkan, dalam waktu dekat yaitu persiapan Pilkada serentak 2020, KPU tengah menggagas konsep tentang e-rekap, yaitu proses rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan melalui bantuan teknologi informasi. Pemungutan suara tetap dilakukan secara manual melalui kertas suara konvesional.
"E-rekap yang mendesak dan lebih dibutuhkan dalam Pilkada 2020. Namun itu pun belum pasti karena kita baru melakukan tahap FGD dengan berbagai pihak. Tapi memang dari sisi kajian itu memungkinkan untuk dilaksanakan, maka KPU akan merencanakan e-rekap pada 2020," tuturnya.
Sebelumnya, usulan e-voting kembali mengemuka setelah dipaparkan oleh Menteri Dalam Negri (Mendagri), Tjahjo Kumolo. Terkait e-voting, Mendagri menerangkan itu perlu ditegaskan dalam undang-undang. Tidak menutup kemungkinan Undang-undang Pemilu direvisi untuk mendukung e-voting.
Menanggapi hal tersebut, Wahyu menegaskan, bahwa rencana penerapan e-voting perlu dilakukan kajian lebih jauh. Dirinya mencotohkan, negara-negara demokrasi besar seperti di negara bagian Amerika dan negara Eropa lainnya masih menggunakan metode pemungutan suara secara manual dengan kertas suara. Menurutnya, proses Pemilu membutuhkan kepercayaan dari semua pihak yang sulit tercapa jika pelasaksanaanya dilakukan tanpa kertas suara.
"Pemilu kan butuh kepercayaan dari semua pihak. Kita menginginkan bahwa dokumen di saat pemilih itu menggunakan hak pilihnya bisa diakses setiap saat. Pengertiannya secara teknis jika ada surat suara itu dicoblos, maka dokumen itu bisa dipergunakan setiap saat," tutur Wahyu.
Baca juga: Destry Soroti Perekonomian Global yang Perlu Diwaspadai
Wahyu menjelaskan, dokumen-dokumen konvesional seperti kertas suara bisa digunakan jika ada keberatan atau gugatan di MK. Jika ada ketidakyakinan terhadap hasil pemungutan suara, penelusuran dokumen lebih mudah dilakukan jika tetap menggunakan kertas suara manual.
"Itu salah satu pertimbangan mengapa di beberapa negara bagian Amerika Serikat ketersediaan fakta dokumen itulah yang menyebabkan mereka cenderung kembali menggunakan pemungutan secara manual. Tapi rekapitulasinya tentu saja menggunakan teknologi informasi. Itu setidaknya hasil diskusi sampai dengan saat ini. Tetapi tidak menutup kemungkinan kajian berikutnya akan menghasilkan sesuatu yang berbeda," jelasnya. (OL-6)
Pada Agustus 2024, KPU akan melakukan rapat pleno di tingkat kelurahan, kecamatan, hingga ke tingkat kota untuk menetapkan Daftar Pemilih Sementara (DPS).
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin, menegaskan bahwa jajarannya akan menjalankan tugas pada Pilkada Serentak 2024 sesuai dengan aturan.
Langkah KPU itu diharapkan mampu menaati prosedur dan lini masa yang ada.
Penetapan kursi dan calon anggota legislatif terpilih Pileg 2024 molor setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menerima enam permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pileg 2024.
PAKAR politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ridho Al Hamdi mengatakan pelanggaran netralitas dalam pemilihan pemimpin sulit untuk dihilangkan.
Setiap pihak yang berupaya menggagalkan pelaksanaan pilkada serentak ternyata diancam dengan hukuman pidana
Uji coba sirekap untuk melihat kendala yang mungkin muncul.
Proses rekap-e sudah dipersiapkan sejak 2019. Meski demikian, penghitungan suara secara manual tetap dilakukan di tempat pemungutan suara.
Disampaikan Abhan, dalam penerapan rekapitulasi elektronik, akan ada sejumlah tantangan yang dihadapi KPU.
Penggunaan rekapitulasi elektronik (rekap-E) dapat memotong proses penghitungan suara yang biasanya memakan waktu berhari-hari mulai tingkat TPS hingga KPU daerah.
Selain meminimalkan biaya, sistem rekapitulasi elektronik juga mampu memangkas proses penghitungan suara menjadi lebih cepat.
SISTEM rekapitulasi suara berbasis elektronik atau rekap-E segera dipamerkan Komisi Pemilihan Umum.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved