Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
JAKSA penuntut umum menolak pledoi atau nota pembelaan yang diajukan terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.
"Semua hal yang penuntut umum nyatakan, baik itu dalam surat dakwaan maupun surat tuntutan telah tepat dan sesuai dengan fakta-fakta persidangan telah terang dan nyata," kata JPU Reza Murdani dalam persidangan.
Jaksa menolak seluruh pleidoi yang diajukan Ratna. Begitu juga bantahan Ratna telah membuat keonaran. "Bahwa perbuatan terdakwa tersebut telah terbukti secara meyakini sebagaimana diuraikan dalam tuntutan kami," terangnya.
Oleh karena itu, Reza meminta majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Ratna Sarumpaet sesuai dengan surat tuntutan JPU. Jaksa menuntut Ratna pidana penjara selama enam tahun.
"Jelas sekali bahwa apa yang didalilkan penasihat hukum terdakwa dalam pledoi tidak berdasar sehingga harus ditolak," pungkasnya.
Pada persidangan sebelumnya, pengacara Ratna Sarumpaet menilai JPU telah salah menerapkan pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dalam perkara ini.
Menurut pengacara Ratna, Desmihardi, pasal tersebut sudah ada instrumen penggantinya, yaitu tindak pidana yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Secara sistemik, dalam penegakan hukum seharusnya norma hukum baru lebih dikedepankan dan mengabaikan norma hukum pidana yang lama," sebutnya.
Namun, dalam repliknya, JPU menyebut UU Penyiaran dan UU Pers tidak bisa dikenakan dalam kasus Ratna Sarumpaet.
Atas penolakan JPU, pihak Ratna Sarumpaet bakal mengajukan duplik atau menjawab tanggapan JPU. Sidang duplik akan dilaksanakan pada Selasa, (25/6).
Yakin bebas
Ketika ditemui seusai sidang, Ratna Sarumpaet mengungkapkan keyakinannya bahwa ia akan bebas. Dia akan memanfaatkan kesempatan dalam sidang duplik atau menanggapi tuntutan JPU untuk meyakinkan majelis hakim.
"Kita lihat hari Selasa (25 Juni) jawaban dari penasihat hukum saya ya. Kami masih punya kesempatan menjawab," kata Ratna.
Dia masih meyakini kebohong-annya tidak berakibat keonaran. Ratna menyebut kasusnya hanya persoalan pribadi.
Keteguhan Ratna diamini anaknya, Atiqah Hasiholan. Atiqah meminta semua pihak memahami betul maksud keonaran.
"Bisa dibaca lagi keonaran yang dimaksud apa. Arti keonaran yang dimaksud oleh penasihat hukum kita, dan juga ahli-ahli hukum. Jadi dicek saja sendiri kebenarannya," kata Atiqah.
Jaksa menyebut Ratna terbukti menyiarkan berita bohong tentang penganiayaan terhadap dirinya. Dia kemudian mengirim foto gambar wajah lebam dan bengkak kepada sejumlah orang. Hal itu kemudian menimbulkan kegaduhan di masyarakat, bahkan memicu aksi demonstrasi. (Medcom/P-2)
SEORANG wanita paruh baya dengan paras yang sangat mirip dengan Ratna Sarumpaet membuat ulah di Bali saat Nyepi.
Permohonan pembebasan bersayarat (PB) Ratna diterima dan dikabulkan sehingga Ratna menjalani hukuman selama lebih kurang 15 bulan
Ratna sebelumnya divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakil PN Jaksel. Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 6 tahun penjara.
Alasan JPU mengajukan banding ialah putusan majelis hakim yang memberikan vonis kurang dari setengah tuntutan JPU dinilai tidak memberikan efek preventif.
JAKSA Penuntut UmumĀ yang menangani terdakwa kasus berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet juga mengajukan banding atas vonis yang diberikan kepada terdakwa karena dianggap ringan.
Padahal, sehari sebelumnya Ratna menyatakan tidak ingin mengajukan banding dan memilih ingin fokus menulis buku serta menikmati sisa di masa tahanan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved