Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Jaksa Penasaran Sosok Setan Pembisik Ratna

Rifaldi Putra Irianto Rifaldi
15/5/2019 10:00
Jaksa Penasaran Sosok Setan Pembisik Ratna
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet(ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

JAKSA Penuntut Umum (JPU) mencecar terdakwa kasus dugaan penyebar berita bohong atau hoaks, Ratna

 Sarumpaet, tentang sosok setan yang disebut Ratna. Jaksa menduga sosok itu merujuk pada orang lain yang menyuruhnya berbohong.

Akan tetapi, Ratna menepis. "Tidak ada. Itu hanya dalam pikiran saya," ujar Ratna di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.

Mantan juru kampanye nasional Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu merasa kebohongannya adalah perbuatan setan karena baru pertama kali dilakukan.

 "Kesalahan yang saya lakukan, kebohongan itu perbuatan setan. Orang seperti saya enggak pernah bohong," ucap Ratna.

Dalam konferensi pers di kediamannya, Rabu, 3 Oktober 2018, Ratna menyebut cerita bahwa ia dipukuli orang tidak dikenal merupakan cerita kha-yalannya. "Hanya cerita khayalan yang diberikan entah oleh setan mana ke saya dan berkembang seperti itu," ucap Ratna ketika itu.

Akibat kebohongan, Ratna didakwa menyebarkan berita bohong atau hoaks. Jaksa menilai, cerita bohong yang dirangkai Ratna seolah-olah benar terjadi penganiayaan, padahal lebam-lebam di wajahnya karena operasi plastik.
Perbuatan itu mengakibatkan kegaduhan dan keonaran di masyarakat.

Terlebih sejumlah tokoh, termasuk Prabowo Subianto, Amien Rais, dan para tokoh BPN ikut mengecam 'penganiayaan' Ratna dengan tudingan yang diarahkan ke kubu rival.

Meski begitu, di persidangan kemarin, Ratna juga mengklaim sebagai figur publik dirinya sah-sah saja berbohong.
Awalnya Ratna meminta maaf lantaran sepanjang persidangan, beberapa kali keterangannya dianggap tidak konsisten. Kemudian, dia meminta agar tidak disamakan dengan pejabat publik.

Mendengar hal itu, Ketua Majelis Hakim Joni merasa heran dan menanyakan kepada Ratna, siapa yang menganggap dia pejabat publik.

"Enggak, dicatat saja. Karena ini hubungannya dengan kesalahan. Pejabat publik itu tidak boleh salah, tidak boleh bohong. Tapi public figure boleh bohong," ujar Ratna.

Karena panik
Hakim Joni kembali menanyakan dasar apa yang digunakan Ratna sehingga dikatakan seperti itu. Ratna menganalogikan kebohongannya itu layaknya kebohongan seorang anak. "Boleh (berbohong), dijewer dengan sayang. Habis dijewer dicium," ucap Ratna.

Hakim Joni menanyakan motif Ratna berbohong bahwa telah dipukuli lelaki di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Ratna mengaku tidak merencanakan kebohongan itu.

Selanjutnya, Joni juga bertanya mengapa memilih mengaku dianiaya. Menurut Ratna penganiayaan merupakan kejadian yang paling memungkinkan sebagai alasan wajahnya lebam.

"Kenapa enggak bilang habis operasi, kenapa nggak bilang misalnya jatuh begitu?" cecar Hakim Ketua.
"Harusnya yang mulia, mungkin karena saya panik," jawab Ratna.

Ratna didakwa melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). (Medcom/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya