Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PENGESAHAN atas RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada 12 April 2022 dan disahkan dalam UU No 12 Tahun 2022 tentang TPKS membawa konsekuensi transformatif, tidak saja pada aspek substantif, tetapi juga struktur dan kultur. UUTPKS memiliki tujuan untuk mencegah segala bentuk ke kerasan seksual; menangani, melindungi, dan memulihkan korban; melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku; mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual dan menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual.
UU No 12 Tahun 2022 tentang TPKS telah memuat pembaruan hukum yang progresif, khususnya dalam memberikan penguatan perlindungan dan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual.
Dari aspek struktur, UUTPKS merupakan produk politik hukum yang dalam implementasi nya bersifat multi-stakeholder, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Koordinasi dan sinergisitas tentu menjadi kunci agar nantinya peran-peran yang dijalankan tidak saling tumpak tindih, salah satunya ialah berkaitan dengan peran pemantauan.
Mandat pemantauan
Di dalam Pasal 83 ayat (4) disebutkan, yang pada intinya bahwa pemantauan atas pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual dilaksanakan oleh menteri, komisi yang menangani kekerasan terhadap perempuan, hak asasi manusia, perlindungan anak, dan disabilitas, serta dilaksanakan oleh masyarakat. Jika merujuk pada pasal tersebut selain kementerian, dan masyarakat maka Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), adalah lembaga yang punya kewenangan dalam melakukan pemantauan tersebut.
Komnas Perempuan merupakan lembaga negara independen, yang diperuntukkan dalam rangka penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia, khususnya penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan dibentuk melalui Keputusan Presiden No 181 Tahun 1998, pada 9 Oktober 1998, yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No 65 Tahun 2005.
Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Salah satu mandat dan kewenangannya, Komnas Perempuan melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik, dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan.
Keberadaan Lembaga Komnas Perempuan, sebagai pemantau implementasi UUTPKS, menjadi hal menarik karena awalnya tidak muncul dalam DIM usulan DPR RI maupun DIM pemerintah. Namun, seiring dengan dinamika pembahasan di DPR dan keinginan kuat untuk memastikan implementasi UUTPKS, akhirnya Komnas Perempuan menjadi salah satu lembaga Independen yang mendapatkan mandat pemantauan.
Pilihan tepat
Dilihat secara struktural, meski bukan mandat baru, keberadaan Komnas Perempuan sebagai lembaga pemantau terhadap pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual adalah sangat tepat. Keberadaan Komnas Perempuan akan memperkuat terhadap jaminan kepastian implementasi norma yang ada di dalam UUTPKS. Sebagai lembaga negara independen, fungsi Komnas Perempuan dapat dijalankan secara lebih fleksibel, sekaligus mampu manjangkau pada kementerian/ lembaga baik pusat dan daerah.
Selain itu, secara fungsional keberadaan Komnas Perempuan sebagai lembaga pemantau juga memiliki aspek strategis, antara lain didasari oleh 3 alasan utama. Pertama, isu/subtansi yang diangkat dalam UUTPKS sangat berkaitan dengan tugas dan fungsi Komnas Perempuan sebagai organ independen yang selama ini dijalankan.
Kedua, kiprah Komnas Perempuan selama ini telah menunjukkan upaya penguatan hak perempuan berbasis pada fakta lapangan, dan dalam kerjanya senantiasa melibatkan jaringan masyarakat sipil dan lembaga peng ada layanan yang luas. Ketiga, fungsi pemantauan atas pemenuhan hak-hak perempuan sebagai bagian dari memastikan perlindungan HAM, terutama HAM oleh negara telah dilakukan, baik pada level pusat maupun daerah. Artinya, Komnas Perempuan merupakan lembaga indepenpen yang telah memiliki modalitas kuat melalui mekanisme, pendekatan, maupun jejaring kerjanya.
Memastikan koordinasi dan sinergi
Dalam aspek pemantauan, hal yang menjadi kunci keberhasilan adalah memastikan koordinasi dan sinergi lembaga terkait. Mandat pemantauan UUTPKS yang diberikan kepada menteri, Komnas Perempuan, lembaga HAM lain, dan masyarakat agar dioptimalkan melalui peran-peran yang tidak tumping-tindih, memiliki satu visi dan tujuan yang sama, serta mekanisme kerja yang jelas.
Hal tersebut sangat penting guna memastikan pelaksanaan pemantauan dapat dilaksanakan dengan baik, efektif, serta efi sien. Setiap institusi pemantau pasti memiliki potensi yang dapat dipadukan menjadi modalitas memastikan UUTPKS tetap sesuai tujuan awalnya. Hal-hal inilah yang nanti harus menjadi poin-poin pengaturan lebih lanjut melalui peraturan pemerintah, maupun peraturan turunan lainnya.
Komnas Perempuan ditetapkan sebagai pemantau implementasi UUTPKS harus memastikan kerja-kerja pemantauan dapat dilakukan dengan baik di tingkat pusat sampai daerah. Koordinasi dan sinergi harus dibangun dengan Pemerintah Daerah dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) agar pelaksanaan UUTPKS tidak kontraproduktif. Jaringan kerja masyarakat sipil dan lembaga pengada layanan yang selama ini menjadi mitra Komnas Perempuan adalah komponen penting dalam kerja pemantauan UUTPKS. Semuanya harus saling mendukung dan memiliki satu tujuan dalam memajukan dan menguatkan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Dengan segala kemajuan yang ada, UUTPKS dapatlah dijadikan sebagai pilar monumental yang mendatangkan peluang, sekaligus tantangan ke depan. Kita tahu dan seakan ‘lazim’ terjadi, kelemahan atau problem kerap kali bukan pada perumusan formulasi UU, tetapi justru memastikan implementasinya.
Formulasi yang begitu progresif pun akan mandul, jika tidak didukung dengan kapasitas struktur yang berintegritas. Pentingnya pengetahuan dan kesadaran kolektif, guna mensukseskan mandat UUTPKS juga menjadi sangat penting. Akhirnya, dengan mandat yang diberikan kepada Komnas Perempuan sebagai pemantau, semoga dapat memperkuat terwujudnya tujuan yang telah ditetapkan dalam UUTPKS.
Komnas Perempuan menilai putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur menjadi catatan buruk penegakan hukum kasus kekerasan terhadap perempuan.
Koordinasi penanganan kekerasan seksual tak hanya bisa mengandalkan lembaga negara yudisial.
APARAT penegak hukum (APH) yang memiliki perspektif gender dan sensitivitas terhadap korban, sangat dibutuhkan untuk menangani kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak
MENINDAKLANJUTI putusan dari DKPP, Komnas Perempuan meminta agar ada perbaikan serta penguatan dari sistem Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di pelaksanaan pemilu.
DKPP menyoroti secara khusus isu relasi kuasa yang digunakan Hasyim Asy'ari selaku Ketua KPU dalam rangka mendekati perempuan anggota PPLN Den Haag, Belanda, berisinial CAT.
Komnas Perempuan menanggapi pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy'ari terkait kasus asusila. Pihaknya menghormati dan mengapresiasi putusan DKPP untuk memecat Hasyim.
Menurut ICJR, praktiknya penyediaan layanan aborsi aman tidak terlaksana di lapangan dikarenakan tidak ada realisasi konkret dari pemangku kepentingan untuk menyediakan layanan.
Dua lembaga internal, yakni Satgas PPKS dan Komisi Penegak Disiplin UMS telah melakukan investigasi, dan menemukan pelanggaran etik atas dua oknum.
Putusan DKPP ke Hasyim Asy'ari beri pelajaran kepada pejabat publik agar tidak menyalah gunakan kewenangan
Berikan pendidikan seks sesuai dengan usianya untuk bisa menetapkan batasan pada orang lain.
SEORANG ayah tiri di Ciamis, Jawa Barat (Jabar), tega melakukan kekerasan seksual kepada balita yang baru berumur dua tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved