Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SEORANG laki-laki dan perempuan tampak tengah bersantai. Mereka duduk pada alas bekas spanduk partai politik di bawah rimbun pepohonan. Di sampingnya, terdapat gubuk reyot berbahan plastik. Ukurannya hanya sekitar 1 x 3 meter. Ya, gubuk tersebut menjadi tempat tinggal mereka untuk berteduh dan tidur saat malam tiba. Lalu, ada juga ruangan yang berfungsi sebagai dapur dengan sekat yang lagi-lagi berbahan plastik.
Mereka adalah Tarso, 70, dan Sugiyani, 41, yang sudah menempati gubuk di pinggir tebing Sungai Banjaran itu selama lima tahun. Keduanya tak memiliki rumah. Lokasi mereka secara administratif berada di wilayah perkotaan yakni Kelurahan Kedungwuluh, Kecamatan Purwokerto Barat, tetapi daerahnya agak terpencil. Untuk sampai gubuk mereka harus berjalan kaki sekitar satu kilometer dari jalan desa, kemudian melewati sawah dan jalan setapak di perkebunan.
"Beruntung saat ini mulai tidak hujan, sehingga kalau tidur tidak was-was. Pada musim penghujan, gubuk ini bocor, sehingga jelas tidak bisa tidur pulas," ungkap Sugiyani saat ditemui, Rabu (8/7).
Jika malam tiba, suasana sekitar rumah sangat sepi, karena memang jauh dari permukiman penduduk. Listrik pun tak ada, hanya mengandalkan nyala lilin.
"Untuk penerangan malam hari, kami hanya mengandalkan lilin. Jika hujan, maka tidak mungkin hidup lilinnya," imbuhnya.
Baca juga: Masyarakat Diimbau Tetap Hidup Sehat dan Bersih Pascapandemi
Tarso pun urun suara, memilih berada di gubuk tersebut karena tidak memiliki rumah yang layak. Ia mengaku sudah meminta izin dengan pemilik tanah sehingga tak perlu membayar biaya sewa.
"Saya kemudian membuat gubuk sebagai tempat istirahat jika malam datang. Bahannya ya seperti ini, hanya menggunakan plastik. Memang kalau hujan dipastikan bocor. Tetapi mau bagaimana lagi, saya harus menerima kondisi," ungkap Tarso.
Ia mengaku tidak memiliki penghasilan tetap. Alih-alih untuk menyewa rumah atau memilikinya, kebutuhan sehari-hari kadang tidak dapat terpenuhi.
"Saya kerjanya hanya memancing sidat. Kalau dapat lumayan, satu kilogram (kg) bisa dijual Rp200 ribu. Jika tidak dapat, belum rezekinya. Dijalani saja, yang penting saya di sini masih diperbolehkan. Apalagi diberi izin menanam singkong juga," ujarnya.
Ia mengaku tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Kalau ada cerita pada saat pandemi banyak bantuan dikucurkan, dirinya mengaku tidak mendapatkan.
"Seingat saya pernah mendapat bantuan sembako tetapi sudah lama. Jika selama pandemi sekarang, saya tidak memperoleh. Ya, mau bagaimana lagi. Mungkin mereka tidak tahu rumah saya di sini," pungkasnya.(OL-5)
Pada 2015 ada sebanyak 13.649 rumah tidak layak huni (RTLH) dan hingga saat ini sudah diperbaiki sebanyak 9.198 RTLH di wilayah Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Kemensos masih fokus pada bantuan sosial (bansos) yang sudah berjalan, termasuk bansos sembako di DKI Jakarta dan Botabek.
Masker bantuan tersebut akan didistribusikan untuk tenaga medis yang bertugas di Rumah Sakit NU yang menjadi rumah sakit rujukan penanganan Covid-19.
PANDEMI covid-19 meningkatkan kasus stunting di Indonesia dan mengancam terkoreksinya target penurunan stunting 14% dari total angka kelahiran anak pada 2024.
Adapun untuk jumlah yang sudah diusulkan hingga kini sebanyak, Tahap 1 ada 41.776 dan tahap II ada 64.337. Sehingga totalnya mencapai 106.113 penerima yang diusulkan
Hingga akhir tahun, anggaran penanganan covid-19 sebesar Rp695 triliun ditargetkan terserap dalam enam program. Itu termasuk Program Keluarga Harapan dan Kartu Sembako.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved