Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
MENTERI Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Kamis mengatakan bahwa Moskow siap menandatangani protokol Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) dengan satu syarat.
Rusia adalah salah satu mitra dialog ASEAN yang hadir dalam Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN di Jakarta, Kamis (13/7).
Lavrov juga akan mengikuti Pertemuan Menteri Luar Negeri KTT Asia Timur (EAS) dan Forum Kawasan ASEAN (ARF) pada Jumat (14/7).
Baca juga : Rusia Diminta Jadi Mitra ASEAN dalam Ketahanan Pangan
“Kami siap menandatangani protokol tersebut …dengan syarat semua negara yang menandatangani perjanjian ini memenuhi kewajiban mereka untuk tidak mengembangkan dan menempatkan senjata nuklir apa pun,” kata Lavrov dalam rekaman yang diterima dari Kedutaan Rusia di Jakarta.
Dia mencontohkan Australia, yang sudah terikat dengan perjanjian pengendalian senjata nuklir atau Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapon, tetapi melanggar kewajibannya dengan membentuk pakta pertahanan trilateral AUKUS dengan Inggris dan AS untuk menciptakan kapal selam bertenaga nuklir.
Lavrov meyakiniAustralia melanggar kewajibannya karena telah menempatkan infrastruktur terkait dengan senjata nuklir di wilayahnya.
Baca juga : Ini Pesan Jokowi di Hadapan Lavrov dan Blinken
“Ini bukan hanya soal Rusia bergabung dalam perjanjian ini. Ini merupakan seruan untuk mengundang negara-negara pemilik senjata nuklir agar menandatangani protokol ini dan memastikan para pihak tidak menggunakan senjata nuklir di Asia Tenggara,” sambung Lavrov.
Perjanjian Asia Tenggara sebagai Zona Bebas Nuklir atau dikenal sebagai Perjanjian Bangkok ditandatangani pada 1995 oleh seluruh anggota ASEAN.
Perjanjian tersebut menetapkan bahwa negara-negara yang menandatangani traktat tersebut tidak boleh "mengembangkan, membuat, atau memperoleh, memiliki, atau memiliki kendali atas senjata nuklir", "menempatkan atau mengangkut senjata nuklir dengan cara apa pun", atau "menguji atau menggunakan senjata nuklir."
Baca juga : Asia Tenggara Harus Tetap Bebas Senjata Nuklir
Namun, 28 tahun sejak Traktat SEANWFZ ditandatangani oleh 10 anggota ASEAN, belum ada satu pun negara pemilik senjata nuklir yang mengadopsi protokol perjanjian tersebut. Ada lima negara yang memiliki senjata nuklir, yaitu Rusia, Tiongkok, Inggris, AS, dan Prancis.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebelumnya menyatakan ASEAN akan meninjau kembali isi protokol tersebut sehingga negara-negara pemilik senjata nuklir turut menandatangani dan meratifikasi protokol SEANWFZ.
"Kami akan melanjutkan komunikasi dengan satu sama lain ...menugaskan negosiator kami untuk kembali melihat (isi protokol) karena ada beberapa kalimat dalam paragraf yang belum dapat disetujui," kata Retno pada Selasa (11/7). (Ant/Z-4)
MENTERI Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyampaikan terima kasih kepada Korea Utara karena telah mendukung perangnya di Ukraina.
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) menegaskan ASEAN bukan tempat yang tepat untuk berperang antarproxy.
Hampir 11 bulan setelah menginvasi Ukraina, Rusia semakin menghadirkan perang kepada rakyatnya sendiri sebagai pertempuran eksistensial dengan negara-negara Barat.
Rusia adalah sekutu utama dan pemasok senjata junta Myanmar, dan telah dituduh oleh kelompok hak asasi mempersenjatai militer dengan senjata yang digunakan untuk menyerang warga sipil.
Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan bahwa kunjungan Lavrov untuk memperluas kerja sama dengan kawasan Eurasia dan Kaukasus.
MENTERI Luar Negeri Australia Penny Wong membagikan video di media sosial yang memperingatkan warga Australia untuk segera meninggalkan Libanon.
Retno menekankan pentingnya inklusivitas ekonomi yang melibatkan perempuan, serta perlunya dukungan internasional untuk kebijakan larangan opium.
Untuk pertama kalinya, di pertemuan Doha III ini, hadir otoritas de facto atau de facto authority (DFA) di Afghanistan, yaitu Taliban.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menggambarkan bahwa situasi Palestina saat ini semakin memburuk. Oleh karena itu, diplomasi Indonesia untuk Palestina tidak pernah berhenti.
Indonesia berkomitmen membangun kerja sama yang lebih kuat dengan Turki, serta dapat berkontribusi terhadap perdamaian dan kemakmuran global.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyebut Indonesia dan Belanda memiliki kemitraan yang sangat baik dan kuat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved