Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
BANYAK perempuan di Jepang banyak yang ingin menikah dan memiliki anak. Namun, keinginan tersebut kerap terkalahkan oleh alasan karir dan tingginya beban biaya perawatan anak.
Diketahui, faktor tersebut yang paling dominan menyebabkan krisis generasi muda di Negeri Sakura. Misalnya, Chika Hashimoto, 23, yang baru saja lulus dari Universitas Kuil Tokyo. Dirinya tidak menolak untuk memiliki keluarga di masa depan.
Akan tetapi, Hashimoto lebih memilih menjadi wanita karir dengan alasan terdesak kebutuhan. “Memenuhi karir saya dan menikmati kebebasan saya jauh lebih penting, daripada menikah dan memiliki anak,” tuturnya.
Baca juga: Perjuangan Masyarakat Adat di Jepang Merebut Kembali Identitas
Hashimoto menyoroti masalah ekonomi sebagai alasan utamanya. Hal serupa yang juga banyak dirasakan perempuan Jepang. “Membesarkan anak benar-benar menghabiskan banyak uang. Tidak mudah bagi wanita Jepang untuk menyeimbangkan karir dan membesarkan keluarga," imbuh dia.
Jepang menghadapi salah satu krisis demografi paling tinggi di dunia, dengan jumlah kelahiran tahunan turun di bawah 800 ribu untuk pertama kalinya pada 2022. Tingkat kelahiran saat ini 1,34, jauh di bawah 2,07 yang diperlukan untuk menjaga stabilisasi populasi.
Kondisi ini juga mencerminkan bahwa populasi Jepang dapat turun dari 125 juta orang menjadi 88 juta orang pada 2065. Angka kelahiran Jepang yang menurun pun menjadi fokus Perdana Menteri Fumio Kishida.
“Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat atau tidak," pungkasnya.
Baca juga: Dampak Brexit, Inggris Alami Krisis Pangan
Diketahui, Jepang merupakan negara dengan biaya termahal ketiga di dunia untuk membesarkan anak, di belakang Tiongkok dan Korea Selatan. Adapun gaji tahunan rata-rata, yang hampir tidak meningkat sejak akhir 1990-an, sekitar US$39ribu.
Selain itu, penghasilan perempuan Jepang 21,1% lebih rendah dari laki-laki pada 2021, atau hampir dua kali lipat kesenjangan upah rata-rata untuk ukuran negara maju.
Adapun solusi pemerintahan Kishida untuk tingkat kelahiran yang menurun di Jepang adalah mendorong pasangan untuk memulai keluarga. Serta, memberikan insentif dengan kebijakan yang akan memfasilitasi ekonomi sosial yang mengutamakan anak.(Aljazeera/OL-11)
Jumlah siswa baru yang terus menurun dikarenakan angka kelahiran juga rendah.
Tingkat kesuburan Shanghai jauh di bawah Korea Selatan, negara yang dikenal memiliki tingkat kesuburan terendah di dunia.
Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, berencana membentuk Kementerian Perencanaan Lawan Laju Kelahiran Rendah dalam upaya menghadapi "keadaan darurat nasional".
Pemerintah Jepang menyebutkan jumlah rumah terbengkalai atau tidak berpenghuni di negara tersebut mencapai 3,85 juta unit. Angka itu naik 80% dibandingkan 2003.
Rasio ketergantungan penduduk usia produktif terhadap non produktif di NTT masih tinggi yakni sebesar 55,66%. Hal itu membuat NTT gagal menikmati bonus demografi.
Ketatnya kompetisi kerja dan mahalnya biaya pendidikan diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya angka kelahiran di Korsel.
Pengalaman Jepang, Uni Eropa, dan Filipina, sudah membuktikan. Indonesia bisa belajar dari mereka untuk menemukan model terbaik bagi peningkatan kinerja logistik.
Tren peningkatan biaya kesehatan harus diantisipasi dengan langkah tepat untuk menghindari kendala dalam sistem pelayanan kesehatan nasional di masa datang.
Seluruh anggota Apjatel tidak keberatan dengan rencana Pemprov DKI untuk menata kabel udara yang ada di Jakarta. Sebab penataan kabel udara di Jakarta merupakan keniscayaan.
Kemenag juga menegaskan bahwa komposisi Bipih yang ditangguh jemaah dan penggunaan nilai manfaat, sudah dihitung secara lebih proporsional.
Menurut Komnas Haji, jika penyelenggaraan ibadah haji dipersingkat, akan menurunkan pengeluaran komponen biaya haji. Seperti, perhotelan, konsumsi, transportasi dan living cost.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved