Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Dukungan Penuh Badan POM untuk Ketersediaan Akses Obat dan Obat

MI
14/8/2020 05:20
Dukungan Penuh Badan POM untuk  Ketersediaan Akses Obat dan Obat
Kepala Badan POM RI Penny K. Lukito(DOK BPOM)

TANTANGAN terbesar dalam menghadapi pandemi ini adalah ditemukannya obat COVID-19. Selain itu, dibutuhkan penanggulangan jangka panjang sebagai upaya preventif melalui vaksinasi. Dengan demikian ketersediaan vaksin menjadi harapan besar bagi seluruh masyarakat Indonesia agar merdeka dari COVID-19 selamanya. Selaku lembaga otoritas obat di Indonesia, Badan POM berupaya wujudkan harapan masyarakat dengan pastikan akan terlibat penuh dalam pengembangan vaksin COVID-19 dari hulu hingga hilir.

Berdasarkan data WHO per 31 Juli 2020, terdapat 26 kandidat vaksin yang saat ini berada dalam tahap uji klinik dan 139 lainnya sedang dalam tahap uji pra-klinik. Indonesia turut andil dalam proses pelaksanaan uji klinik terhadap salah satu kandidat vaksin COVID-19 tersebut, yaitu Vaksin SARS CoV-2 Inactivated produksi Sinovac, Tiongkok. Pengembangan dan penelitian vaksin di Indonesia ini merupakan kerja sama antara PT. Biofarma, Fakultas Kedokteran UNPAD, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan, dan Badan POM.

Setelah melakukan evaluasi terhadap hasil uji klinik vaksin COVID-19 tahap I dan II, Badan POM merekomendasikan dilakukannya uji klinik tahap III untuk mengetahui sejauh mana efektivitas vaksin memunculkan antibodi spesifik terhadap COVID-19 pada pasien di Indonesia, sekaligus mengetahui potensi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Selasa (11/08) calon vaksin COVID-19 akhirnya disuntikkan untuk pertama kalinya kepada calon subjek uji klinik. Presiden RI, Joko Widodo meninjau langsung pelaksanaan uji klinik di Rumah Sakit Pendidikan UNPAD Bandung sebagai sentra pelaksanaan uji klinik. Turut hadir Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Menteri BUMN Erick Thohir, Kepala BNPB/Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Agung Wibowo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Kepala Badan POM Penny K. Lukito, dan lintas sektor terkait.

Uji klinik tahap III akan dilakukan pada 1.620 subjek yang akan mendapat suntikan vaksin sebanyak dua kali, yaitu pada hari ke-0 dan hari ke-14. Pengamatan terhadap efek dan keamanan vaksin dilakukan hingga enam bulan ke depan. “Uji klinik tahap III untuk calon vaksin ini tidak hanya dilakukan di Indonesia, namun juga di Brazil, Chile, Bangladesh, dan Turki,” jelas Ketua Tim Uji Klinik, Kusnandi Rusmil.

“Badan POM akan terus melakukan pendampingan agar vaksin COVID-19 yang dihasilkan benar-benar memberikan khasiat/ efikasi dengan keamanan dan kualitas yang terjamin, serta tersedia dalam jangka waktu sesuai yang diharapkan,” jelas Kepala Badan POM. Pengawalan Badan POM terhadap pelaksanaan uji klinik calon vaksin COVID-19 dimulai dari pemberian Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dan inspeksi Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB). ”Pelaksanaan uji klinik yang baik akan menghasilkan data yang valid dan dapat dipertanggung ja wabkan secara etik dan ilmiah sebagai produk yang aman, berkhasiat/efikasi dan bermutu. Badan POM juga akan memberikan asistensi dalam proses registrasi melalui mekanisme Emergency Use Authorization (EUA) dengan conditional approval, untuk mempercepat akses vaksin COVID-19 sampai ke masyarakat”, tegas Kepala Badan POM.

Tidak hanya itu, Badan POM juga memastikan vaksin yang diuji, diproduksi sesuai dengan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Khusus untuk vaksin, perlu dilakukan pengujian untuk memperoleh sertifikasi lot release dari Badan POM untuk menjaga keamanan dan mutu vaksin tersebut, yaitu uji endotoksin dan toksisitas abnormal, serta pemeriksaan fisik dan dokumen mutu.

Indonesia sendiri tengah mengupayakan penyediaan vaksin melalui dua jalur pengembangan. Jalur pertama adalah pengembangan vaksin dari dalam negeri, yaitu vaksin merah putih. Jalur ke-dua melalui kerja sama dengan pengembang di luar negeri yang telah lebih dahulu terdampak COVID-19 dan saat ini sudah memasuki tahap uji klinik.

“Kita sedang kembangkan vaksin merah putih menggunakan isolat dari virus COVID-19 yang beredar di Indonesia. Vaksin ini full dikembangkan oleh Lembaga Eijkman bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan POM, dan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional RI, serta universitas-universitas di Indonesia,” jelas Presiden RI. “Indonesia akan bekerja sama dengan negara lain seperti Tiongkok, Uni Emirat Arab, dan Korea Selatan. Kita masih sangat terbuka untuk kemungkinan kerja sama dengan negara lain dalam pengembangan vaksin ini”, lanjutnya.

Jaga Imunitas Tubuh dengan Obat Herbal

Faktanya, sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan pasien COVID-19. Calon vaksin COVID-19 pun sedang dalam proses uji klinik tahap III. Sembari menunggu, obat herbal dapat dijadikan sebagai salah satu opsi menjaga daya tahan tubuh agar terhindar dari COVID-19.

Sebagai negara yang memiliki tidak kurang dari 30.000 spesies tumbuhan, Indonesia memiliki bermacam tanaman obat yang berpotensi dikembangkan menjadi obat herbal. Potensi ini merupakan modal Indonesia untuk menjadi pengekspor obat herbal terbesar di dunia.

Obat herbal dikelompokkan menjadi tiga yaitu Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka. Pengelompokan berdasar proses pembuatan,
bentuk sediaan, serta cara dan tingkat pembuktian manfaat dan mutunya.

Jamu terbukti secara empiris berkhasiat untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan, baik promotif maupun preventif.

Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat berbahan alam yang telah distandardisasi bahan bakunya, telah memenuhi persyaratan aman dan mutu sesuai persyaratan yang berlaku, serta klaim khasiat yang dibuktikan secara ilmiah/pra-klinik.

Fitofarmaka merupakan obat berbahan alam yang telah distandardi sasi bahan baku dan produk jadinya, telah memenuhi persyaratan mutu sesuai persyaratan yang berlaku, serta status keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinik.

Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka termasuk dalam Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).

Badan POM berupaya mengembangkan obat herbal agar berdaya saing dan menjadi salah satu alternatif pengobatan formal di Indonesia. Upaya tersebut sejalan dengan percepatan hilirisasi untuk mendorong pengembangan industri obat herbal. Dalam upaya hilirisasi tersebut, Badan POM telah melakukan pendampingan penelitian, percepatan evaluasi dokumen penelitian, uji pra-klinik dan klinik, workshop, bimbingan teknis, serta konsultasi dan advokasi.

Wujud nyata dukungan Badan POM terhadap pengembangan obat berbahan herbal dimulai dengan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Jamu dan Fitofarmaka pada 13 September 2019 lalu. Melalui Satgas ini akan dibangun sinergi nasional untuk mendorong percepatan penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi OMAI, sehingga hasil penelitian dapat dihilirisasi/dikomersiali sasi menjadi produk OMAI berkualitas.

Februari 2020 lalu, Badan POM menyelenggarakan “Bursa Hilirisasi Inovasi Herbal Indonesia 2020” yang bertujuan mendorong para peneliti dari akademisi untuk lebih bersemangat dalam berkarya dan menggali sumber kekayaan alam Indonesia yang kaya akan tanaman obat.

Produk herbal Indonesia sangat potensial untuk diterima di pasar luar negeri. Globalisasi akses obat herbal seperti jamu dan fitofarmaka terus dikawal agar berdaya saing tinggi dan menjadi komoditas ekspor unggulan, sehingga dapat meningkatkan potensi pasar, tidak hanya untuk konsumsi masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat dunia. Dukungan Badan POM dalam hal ini dengan memberikan kemudahan ekspor, review regulasi terkait ekspor, dan mempromosikan produk obat herbal Indonesia dalam kancah internasional, antara lain pada The 27th Annual Meeting of International Congress on Nutrition and Integrative Medicine (ICNIM) di Sapporo, Jepang (28/07/2019) dan The 2nd China (Gansu) Traditional Chinese Medicine Industry Expo 2019 di Tiongkok pada Agustus 2019.

Selama masa pandemi COVID-19, kebutuhan akan jamu melonjak seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya meningkatkan imunitas tubuh. Peningkatan permintaan jamu ini menjadi peluang untuk pengembangan produk herbal Indonesia. “Badan POM mengawal pengembangan obat herbal, terutama produk yang diperlukan untuk memelihara daya tahan tubuh selama pandemi. Badan POM memberikan pendampingan bagi para peneliti dan pelaku usaha sejak penyusunan protokol uji hingga pelaksanaan uji klinik sesuai Good Clinical Practice agar menghasilkan data klinik yang valid dan kredibel sehingga produk herbal tersebut dapat menjadi fitofarmaka,” jelas Kepala Badan POM pada acara seminar online yang diselenggarakan GP Jamu bersama Krista Exhibitions bertema “Kondisi Jamu dan Kegunaan Jamu untuk Kesehatan di masa Pandemi COVID-19” (10/08). “Saat ini Badan POM tengah mendampingi delapan penelitian produk OMAI untuk penanggulangan COVID-19 yang melibatkan instansi terkait, rumah sakit, perguruan tinggi, asosiasi profesi, dan industri. Sinergi yang baik ini diharapkan mempercepat hilirisasi penelitian produk OMAI menjadi produk komersial untuk dimanfaatkan masyarakat,” lanjutnya.

Percepatan penelitian OMAI juga dilakukan Badan POM melalui Focus Group Discussion (FGD) “Tantangan Obat Berbahan Alam/Herbal sebagai Produk untuk Kuratif”, Kamis (14/05). FGD diikuti oleh para peneliti dan akademisi dari perguruan tinggi dan Lembaga riset, pelaku usaha industri obat herbal, praktisi herbal, perwakilan Kementerian/Lembaga, asosiasi di bidang obat herbal, serta para pemerhati
jamu, membahas bagaimana uji klinik untuk obat herbal dalam mendorong obat herbal sebagai penangkal COVID-19.

Badan POM telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung kemudahan berusaha dan pengembangan obat herbal di Indonesia. “Badan POM telah melakukan relaksasi dan percepatan perizinan sebelum pandemi COVID-19. Di masa pandemi, registrasi prioritas diberikan untuk perizinan obat herbal dengan klaim memelihara daya tahan tubuh,” ungkap Kepala Badan POM. Untuk produk jamu, pemenuhan persyaratan izin edarnya cukup dibuktikan dengan data dukung penggunaan secara empiris. Untuk obat herbal terstandar harus didukung dengan hasil uji pra-klinik pada hewan coba berupa uji keamanan yaitu toksisitas akut, sub kronik/ kronik, toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik, iritasi, sensitisasi), serta kemanfaatan dan standarisasi bahan baku. Sedangkan untuk fitofarmaka, pendaftaran izin edarnya harus memenuhi persyaratan telah dilakukan uji pra-klinik dan uji klinik pada manusia. Uji klinik pada manusia harus memenuhi Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) dan standarisasi bahan baku dan produk jadi sehingga dapat menjamin kontinuitas mutu produk.

Badan POM memberikan fleksibilitas dalam proses pemberian Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dan menyediakan fasilitas konsultasi teknis untuk mendukung pengembangan OMAI. Fleksibilitas yang diberikan untuk obat herbal antara lain uji pra-klinik pada
hewan coba tidak perlu dilakukan pada produk jamu yang telah memiliki bukti empiris dan nomor izin edar serta klaim sejalan dengan penanganan COVID-19. Dosis uji pada manusia juga dapat menggunakan dosis pada penggunaan empiris. Selain itu, Uji Klinik Fase I tidak perlu dilakukan bila profil keamanan dan manfaat pada hewan coba sudah sesuai. Bila profil toksisitas dapat diterima serta profil farmakodinamik menunjukkan potensi yang meyakinkan, maka Uji Klinik Fase II dan III dapat digabung, namun tentu saja memerlukan pencermatan setiap kasusnya.

Masyarakat Bijak, Hoaks pun Sirna

Meningkatnya kebutuhan jamu pada masa pandemi ini dimanfaatkan oleh beberapa oknum tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan hoaks atau informasi menyesatkan terkait obat herbal. Belakangan banyak oknum yang mengklaim produk buatannya dapat menangkal bahkan menyembuhkan pasien COVID-19. Informasi yang keliru ini jelas merugikan masyarakat. Berbagai langkah telah ditempuh Badan POM untuk memberikan informasi yang benar kepada masyarakat, antara lain dengan menerbitkan penjelasan/klarifikasi dan melakukan edukasi ke masyarakat baik tatap muka maupun melalui berbagai media termasuk media sosial.

Pemberian informasi yang benar kepada masyarakat adalah tanggung jawab bersama. Pelaku usaha sebagai penanggung jawab keamanan, khasiat, dan mutu produk harus memastikan bahwa informasi yang tertera pada label dan kemasan serta promosi dan iklannya benar, informatif, dan edukatif.

Masyarakat diimbau untuk selalu memberikan dukungan terhadap berbagai upaya Pemerintah dalam percepatan penanganan COVID-19. Termasuk berperan aktif dengan menjadi konsumen yang lebih bijak dalam menyikapi berbagai informasi terkait COVID-19, terutama di media sosial. Jangan mudah percaya dengan informasi yang berasal dari sumber yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya