Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PROSES revisi regulasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran tengah menjadi sorotan tajam publik dan insan pers. Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran itu mengundang kekhawatiran atas potensi pembatasan kebebasan pers dan kreativitas di ruang digital sebab, sejumlah pasal dalam draf usulan DPR itu dianggap melawan arus kebebasan pers.
Pada draft RUU Penyiaran yang beredar luas di masyarakat, terdapat Pasal 56 Ayat 2, yang akan mengatur adanya melarang penayangan eksklusif kegiatan jurnalistik investigasi. Bila pasal ini disahkan, masyarakat tidak akan mendapat tayangan eksklusif dari pendalaman sebuah kasus yang dilakukan dengan cara-cara jurnalistik investigasi.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Yadi Hendriana mengatakan bahwa adanya larangan mengenai penayangan eksklusif jurnalistik investigasi yang tertulis pada Draf RUU Penyiaran akan berdampak pada kualitas independensi siaran sebab pemerintah akan muda campur tangan hingga berpotensi melakukan pembatasan peliputan sebab bertentangan dengan semangat kemerdekaan pers.
Baca juga : RUU Penyiaran Dikritik, DPR Sebut Jadi Masukan untuk Menyempurnakan
“Pasal tersebut berbahaya karena larangan mengenai liputan investigasi seperti dalam rancangan undang-undang ini, akan menyebabkan adanya campur tangan dari regulator pemerintah. Apa dasarnya pelarangan ini, pelarangan ini justru akan memberangus pers,” ujarnya di Jakarta pada Minggu (12/5).
Selain itu, pada draf RUU Penyiaran Pasal 50 akan menjadikan semua tayangan siaran media sebagai subjek pengawasan KPI melalui pedoman perilaku penyiaran. Hal itu meliputi media berbasis milik negara, perusahaan platform gratis dan berbayar hingga penyedia konten basis komunitas non-profit.
Tak sampai disitu, hal yang juga menuai kontroversi ialah Pasal 127 Ayat 2 terkait proses penyelesaian sengketa dalam kegiatan jurnalistik. Pasal tersebut menyatakan, penyelesaian sengketa kegiatan jurnalistik dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Baca juga : Hari Pers Sedunia, Komisi I DPR: Garda Terdepan Sampaikan Kebenaran
Yadi menegaskan, pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 yang mengamanatkan, sengketa pers diselesaikan melalui Dewan Pers. Dikatakan bahwa dalam aturan tersebut, telah diatur panduan kode etik jurnalistik yang sudah disahkan oleh Dewan Pers dan masyarakat pers seluruh Indonesia.
“Sengketa pers ada di Pasal 15 Undang-Undang Pers. Pasal itu mengatur tentang fungsi-fungsi Dewan Pers, salh satunya memberi pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers,” ungkapnya.
Menurut Yadi, UU Pers telah menegaskan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan pada prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum, sehingga dilibatkannya KPI dalam proses penyelesaian sengketa kegiatan jurnalistik, akan mengindikasikan adanya upaya campur tangan dari pemerintah dalam kegiatan jurnalistik.
Baca juga : Meutya Hafid: RRI Surakarta Bisa Jadi Percontohan RRI dalam Edukasi Pemilu 2024
“Penyelesaian sengketa pers itu salah satunya memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Jadi Dewan Pers satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan oleh UU untuk menyelesaikan sengketa pers,” imbuhnya.
Yadi berharap dengan adanya beberapa pasal bermasalah dalam RUU Penyiaran, pihaknya meminta kepada pemerintah agar segera membuka diskusi kepada para ahli media dan pelaku media massa untuk saling memberi perspektif dan masukan.
“Para membuat RUU ini harus mengkomunikasikan dengan masyarakat pers, harus ada diskusi dan dialog. Jangan sampai kemudian ini akan jadi backfire dan akan membungkam kebebasan berpendapat, kebebasan pers yang justru menjadi kunci dari tumbuhnya demokrasi di Tanah Air,” katanya.
Terpisah, Ketua Forum Pemimpin Redaksi (Pemred), Arifin Asydhad mengatakan pihaknya hingga saat ini masih mempelajari secara detail dan melakukan berbagai konfirmasi kepada berbagai pihak mengenai isi RUU Penyiaran.
“Forum Pemred sudah pasti selalu mendukung upaya-upaya untuk penegakan kebebasan dan kemerdekaan pers. Karena itu, apabila memang ada upaya-upaya menghalangi kemerdekaan pers, Forum Pemred pasti akan mengkritik dan melawannya,” jelasnya.(H-2)
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyoroti sejumlah revisi undang-undang di DPR. Proses revisi beberapa produk dinilai problematik
Dewan Pers tegas menolak revisi UU tentang Penyiaran. Karena tidak memuat perihal meningkatkan kualitas penyiaran.
KETUA Komisi I DPR RI Meutya Hafid mengeklaim pihaknya tidak pernah ada niatan untuk mengecilkan peran pers lewat revisi Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran).
Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, menyuarakan pentingnya Revisi UU Penyiaran dalam menghadapi tantangan jurnalisme digital tanpa mengancam kebebasan berekspresi.
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dinilai problematik. Perubahan beleid itu merusak kebebasan pers hingga agenda-agenda demokrasi.
ANGGOTA Komisi I DPR, TB Hasanuddin, mengatakan larangan tayangan eksklusif jurnalisme investigasi bisa menghancurkan demokrasi.
KPI membenarkan mendorong adanya Revisi UU Penyiaran. Revisi ini sangat penting dalam rangka menghadirkan ekosistem penyiaran yang sehat dan berkualitas serta bermanfaat bagi masyarakat
Puluhan wartawan di Bali sepakat menolak revisi UU Penyiaran dengan aksi unjuk rasa, Selasa (28/5).
Laangan penayangan jurnalisme investigasi secara tegas harus ditolak karena membatasi kerja jurnalistik
RUU Penyiaran memuat beberapa ketentuan yang problematik dan merusak agenda-agenda demokrasi dan demokratisasi.
RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Penyiaran mengancam kebebasan berekspresi sekaligus pengawasan publik di ruang digital.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved