Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KETUA Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan bahwa peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) setiap 31 Mei, tidak juga menyadarkan masyarakat akan bahayanya rokok. Pasalnya, konsumsi rokok masih dianggap normal di negeri ini.
"Walaupun kita tahu dan peraturan di UU Kesehatan Pasal 113 menegaskan bahwa rokok mengandung zat adiktif sehingga konsumsinya harus dikendalikan dan diawasi," ungkapnya kepada Media Indonesia, Jumat (2/6).
Menurut Lisda, edukasi dan perayaan HTTS hanyalah bagian dari upaya yang bisa dilakukan untuk menyadarkan masyarakat akan bahayanya rokok. Namun, upaya ini menjadi tak berarti dan tak berdampak ketika tidak didukung dengan regulasi yang kuat.
Baca juga : Kebijakan Beberapa Negara Tekan Prevalensi Rokok
Dia menjelaskan bahwa regulasi terkait pengendalian tembakau di Indonesia masih setengah hati. Terdapat kawasan tanpa rokok tapi implementasi dan pengawasannya masih lemah, lalu peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok tapi iklan rokok masih dibolehkan.
Bahkan juga ada peraturan pelarangan penjualan rokok pada anak yaitu PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan tapi tidak ada pengawasan. Anak-anak masih dapat membeli rokok karena dijual batangan, harganya murah dan dapat dibeli di mana saja.
Baca juga : Risiko Anak Alami Tengkes Lebih Tinggi pada Keluarga Perokok
"Jadi kalau kita mau serius kendalikan konsumsi rokok semua upaya harus dilakukan, mulai dari regulasinya, implementasi, pengawasan, penegakan hukum dan edukasi. Artinya semua pihak harus mengambil peran, pemerintah buat regulasi yang kuat, masyarakat membantu implementasi dan pengawasan dan edukasi atau kampanye yang masif," tegas Lisda.
Dia menekankan bahwa saat ini kampanye masif kurang berdampak karena industri rokok dengan dukungan dananya yang besar.
"Mereka masih boleh iklan, promosi dan sponsor kegiatan untuk menghalau pesan-pesan kampanye kita tentang rokok berbahaya, mengganggu kesehatan bahkan kematian," tandasnya. (Z-4)
Larangan penjualan rokok eceran atau pun pelarangan penjualan dalam jarak 200 meter dari institusi pendidikan akan hantam rantai pendapatan di sektor tembakau.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) rumah tangga miskin justru uang dan pendapatannya lebih banyak dibelikan rokok, daripada untuk beli lauk pauk (protein hewani).
Jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Sebanyak 7,4 persen di antaranya merupakan perokok anak berusia 10-18 tahun.
Harga rokok yang terjangkau dan penjualan rokok batangan membuat rokok menjadi mudah diakses oleh anak-anak
Selain deteksi dini untuk screening kanker paru, yang perlu diperhatikan pemerintah adalah regulasi terkait pembelian rokok oleh remaja maupun anak sekolah.
Penjualan rokok eceran perlu diatur lebih ketat
Kelompok petani siap melakukan demonstrasi terhadap aturan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan bila aturan tersebut tidak berpihak pada petani tembakau.
KEMENTERIAN Kesehatan menargetkan semua daerah di Indonesia memiliki kawasan tanpa rokok (KTR) pada tahun ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved