Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
GURU Besar Kebijakan Kehutanan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, Prof Hariadi Kartodihardjo berpendapat, berdasarkan definisi hutan, hasil hutan dan kehutanan di dalam undang-undang, sebagai komoditi hasil hutan, tandan buah segar sawit akan masuk ke dalam lingkup definisi itu.
Ia beserta ruang hidupnya akan diperlakukan dalam bisnis proses kehutanan secara keseluruhan mulai dari inventarisasi, perencanaan, pengukuhan, pengelolaan, perizinan, pengawasan, maupun kewenangan pengaturan.
“Maka, bila sawit menjadi tanaman hutan, perizinan kebun sawit akan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sejumlah lingkup kerja lembaga seperti Dinas Perkebunan di daerah ataupun Direktorat Jenderal Perkebunan, juga perlu disesuaikan," jelas Hariadi menanggapi pertanyaan media, Rabu (8/2) terkait penegasan KLHK bahwa sawit bukanlah tanaman hutan.
"Sebaliknya, sebagai komoditi, sawit akan menjadi kewenangan organ-organ dalam tubuh kementerian yang membidangi kehutanan,” ujar Hariadi.
Baca juga: KLHK: Sawit Bukan Tanaman Hutan dan Tak Bisa untuk Rehabilitasi Hutan
Lebih lanjut dikemukakan Hariadi, ide sawit sebagai tanaman hutan akan membuat tutupan hutan berada dalam kawasan hutan, tanah milik ataupun tanah negara termasuk yang berstatus izin usaha perkebunan (IUP) maupun HGU.
Hal itu berarti diperlukan strategi pengaturan baru, karena selain akan diatur dalam undang-undang kehutanan, sawit juga sudah diatur dalam Undang-undang Pertanahan dan Undang-undang Perkebunan.
Dalam undang-undang perkebunan, sawit telah ditetapkan sebagai usaha pengolahan hasil perkebunan (Pasal 41), komoditas perkebunan strategis tertentu (Pasal 52), serta jenis tanaman perkebunan ditetapkan oleh Menteri Pertanian (Pasal 46).
“Kedua poin yang saya sebutkan itu menunjukkan bahwa alasan memasukkan sawit menjadi tanaman hutan bukan semata-mata perlu argumentasi teknis, tetapi juga perlu argumentasi dari perspektif perubahan institusional, apakah akan menjadi lebih efisien atau justru sebaliknya,” katanya.
Hariadi menjelaskan, kehutanan dan perkebunan atau persoalan kawasan hutan dan tanah negara—yang telah dibuktikan oleh banyaknya penggunaan secara illegal maupun konflik dalam penguasaannya—menunjukkan adanya masalah tatakelola (governance) yang buruk, termasuk pelanggaran tata ruang, korupsi perijinan, maupun lemahnya lembaga pemberi ijin melakukan kontrol.
Persoalan ini jauh lebih relevan dan penting untuk diselesaikan saat ini, karena lebih menentukan keberhasilan upaya mewujudkan keadilan alokasi pemanfaatan sumberdaya alam, kepastian usaha, maupun upaya peningkatan produktivitas hutan dan lahan.
“Dengan paparan di atas, ide sawit menjadi tanaman hutan perlu dikaji ulang relevansiny,”ujarnya.
Dikemukakan Hariadi, sebagaimana yang berjalan saat ini, kecuali ditetapkan dalam undang-undang—itupun hanya dalam kondisi tertentu, peraturan yang secara eksplisit akan memasukkan sawit sebagai tanaman hutan, tidak dapat berlaku surut.
Dengan kata lain, akan berlaku hanya untuk tanaman sawit yang ditanam setelah peraturan itu dibuat.
Akibatnya, keberadaan tanaman sawit yang telah dibangun dalam kawasan hutan, statusnya tidak berubah. Maknanya, bila tidak memenuhi syarat-syarat perizinannya, harus diupayakan agar memenuhinya.
"Dengan demikian, persoalan kebun sawit di masa lalu tidak dapat diputihkan dengan cara menjadikannya saat ini sebagai tanaman hutan," jelasnya.
Dengan status yang tetap itu, lanjut Hariadi, solusi untuk tanaman sawit yang sudah berada dalam kawasan hutan sudah tersedia.
Status yang tetap itu antara lain adanya tambahan pasal 110A dan 110B dalam perubahan Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan turunannya Peraturan Pemerintah No 24 tahun 2021 mengenai tatacara mengenai sanksi administratif dan tatacara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif di bidang kehutanan.
Peraturan ini juga memuat kebijakan afirmatif—dengan membebaskan denda administrasi dan mengeluarkannya dari kawasan hutan—bagi penyelesaian persoalan perkebunan skala kecil dengan luas kurang dari 5 hektare.
Sejumlah Kebijakan
Masih terkait sawit apakah masuk tanaman hutan, Hariadi mengemukakan, berbagai persoalan pengelolaan hutan dan perkebunan kelapa sawit pernah dicoba diselesaikan melalui Instruksi Presiden No 18 Tahun 2018 yang berlaku selama tiga tahun.
Inpres itu mengenai penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitasnya.
Tujuannya untuk meningkatkan tatakelola, memberi kepastian hukum, menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan termasuk penurunan emisi gas rumah kaca, serta untuk peningkatan pembinaan petani kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit.
“Apabila kita membaca tugas keenam kementerian/lembaga serta gubernur dan bupati/walikota yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian itu, semua kegiatan yang ditetapkan menuju sinergi untuk menyelesaikan masalah," paparnya.
"Hasilnya, kawasan hutan dan tanah negara akan tertata kembali sesuai fungsinya, terdapat kepastian hukum, produktivitas ekonomi meningkat dalam kondisi lingkungan hidup tetap terjaga,” ujar Hariadi.
Hasil itu dicapai antara lain melalui strategi, pertama, penetapan kembali areal yang berasal dari kawasan hutan yang telah dilakukan pelepasan atau tukar-menukar kawasan hutan sebagai kawasan hutan.
Kedua, penetapan areal yang berasal dari kawasan hutan yang telah dilakukan pelepasan sebagai tanah negara.
Selanjutnya ketiga, penetapan tanah terlantar dan penghentian proses penerbitan atau pembatalan hak guna usaha (HGU).
Keempat, langkah-langkah hukum dan/atau tuntutan ganti rugi atas penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit berdasarkan verifikasi data dan evaluasi atas pelepasan atau tukar-menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. (RO/OL-09)
SEKRETARIS Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mendorong pemerintah secara kolaboratif menciptakan kebijakan yang mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan.
Target KEM adalah untuk membuka pendanaan 200 juta USD bagi 100 usaha lestari yang terkoneksi dengan 100 kabupaten yang berkomitmen menjadi lestari.
Penanaman serentak dipimpin Menteri LHK, Siti Nurbaya, di Cianjur, Jawa Barat serta Kepala BRGM, Hartono, di Desa Lukit, Pulau Padang, Kepulauan Meranti, Riau
Peran masyarakat perlu didorong oleh regulator untuk lebih aktif. Pasalnya banyak elemen masyarakat dari pemuda yang konsen terhadap lingkungan dan alam.
Pulau Jawa memiliki kekhusunan dibandingkan dengan pulau lainnya, karena kondisi vegetasi, kondisi tutupan lahan, daya dukung dan daya tampung, kepadatan penduduk.
Para ilmuwan mengatakan burung pemangsa berukuran besar yang mengalami penurunan populasi ini menghadapi "bahaya ganda"
Lebih dari 600 pelari dari berbagai wilayah ikut memadati Meikarya Run 2024. Fasilitas Central Park dirasa pas untuk berbagai event olahraga.
Nangka memiliki kemampuan besar untuk menyerap karbondioksida (CO2) hingga 126,51 kg/tahun.
Dalam menyediakan benih yang berkualitas, proses pemuliaan tanaman memegang peranan kunci.
Tak hanya itu, waduk Desa Ketanen, Kecamatan Panceng dan Waduk Sumengko di Desa Tebuwung, Kecamatan Dukun debit airnya pun juga sudah mengering.
KEPALA Staf Presiden (KSP) Moeldoko tampak kebingungan saat ditanya mengenai legalitas tanaman kratom, tanaman yang mengandung zat adiktif.
Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas (ratas) mengenai tanaman kratom, di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (20/6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved