Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
HAMPIR satu tahun terakhir ini, keberadaan ribuan sekolah negeri maupun swasta di seluruh Indonesia bagaikan pabrik-pabrik tua kosong akibat pandemi Covid-19. Sementara, berjuta-juta keluarga di Indonesia kini sedang terus mengadaptasi fungsi otentiknya, yang lama ditinggalkan, yakni menjadi persekolahan (schoollng) bagi anak-anaknya.
Situasi dan kondisi ini mengonfirmasi, sesungguhnya sedang dan terus berlangsung proses perubahan senyap yang amat revolusioner di dunia pendidikan saat ini. Rumah-rumah jutaan keluarga Indonesia mendadak dan serempak menjadi satuan pendidikan yang menyelengarakan proses pendidikan. Sementara sekolah yang sejak lama oleh pemerintah dilabeli sebagai satuan pendidikan justru kosong melompong laksana kuburan.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nasional (JARANAN), seusai acara Dialog Nasional Webinar bertema Revolusi Pendidikan Pancasila di Jakarta, Senin (18/1).
Memudarnya peran sekolah ini dan dalam derajat tertentu mulai teraktivasinya kembali peran keluarga ke dalam fungsi pendidikan terhadap anak-anaknya itu, dilihat Nanang sebagai fenomena deschooling.
Deshooling merupakan istilah yang dikenalkan Ivan Illich, seorang pemikir pendidikan Meksiko yang pernah berkunjung ke pesantren di Jawa dan menyaksikan praktik deschooling di pedesaan-pedesaan.
Lewat deschooling itu, lanjut Nanang, monopoli pendidikan formal oleh sekolah berada dalam potensi menuju proses melenyap. Namun di sisi lain, berlangsung pula aktivasi lembaga-lembaga nonformal dan informal, terutama keluarga, untuk memulihkan dan mengaktivasi kembali fungsi sejatinya sebagai unit pendidikan paling otentik dalam mengemban kerja-kerja pendidikan dan kebudayaan.
"Fenomena deschooling yang kini sedang berlangsung mengkonfirmasi bahwa kita sangatlah bisa hidup tanpa sekolah, namun kita tidak mungkin hidup tanpa keluarga. Sehingga beragam wawasan, keterampilan dan praktik baik dalam mendidik anak di rumah menjadi hal-hal yang teramat penting dan mendesak untuk terus diasah dan ditingkatkan kulit,” ungkapnya.
Dalam konteks pendidikan, Nanang yang juga konsultan keayahbundaan dan perlindungan anak itu, membedakan antara konsep "schooling" dan "learning" (pembelajaran). Namun dalam pengamatannya, terlihat secara mencolok bahwa setiap pemerintahan yang ada, baik di masa Orba, pasca reformasi hingga saat ini, lebih memandang pendidikan sekedar sebagai schooling ketimbang learning.
Dari sikap pemerintah seperti itu lalu menerbitkan dan mengokohkan paham dan praktik schoolism. Dimana persekolahan yang dijalankan secara teknokratis dan beorientasi penyeragaman oleh Pemerintah, tetapi juga menanggalkan kepekaan terhadap keunikan dan kepentingan anak-anak peserta didik sebagai warga pembelajar yang punya beragam minat, bakat dan aspirasinya.
"Lewat sekolah, yang awalnya merupakan produk kolonialisme, terjadilah penyempitan akses pendidikan, dimana pendidikan menjadi barang langka justru ketika belajar diartikan dan diyakini hanya akan efektif melalui sekolah," jelasnya.
Padahal tujuan pendidikan sejati dan universal tidak bakal bisa diwujudkan melalui sistem persekolahan yang sebenarnya sempit, apalagi bertabiat hegemonik seperti yang terjadi selama itu. Ambyarnya lagi, proses itu berlangsung seiring pereduksian yang sempurna atas fungsi keluarga sebagai unit edukatif menjadi sekedar unit konsumtif, termasuk dalam hal mengkonsumsi pendidikan.
"Itulah yang bisa menjelaskan, mengapa dalam waktu yang panjang, kecenderungan massal keluarga di negeri kita untuk lebih memilih mensubkontrakkan pendidikan anak-anaknya kepada sistim persekolahan yang didesain perintah. Sementara fungsi pendidikan yang sejatinya melekat di dalam keluarga tercerabut kehilangan daya aktualnya," jelasnya.
Menjadi amat urgen dan penting, cetus Nanang, untuk memotong segala belenggu-belenggu kebijakan atas model persekolahan yang telah lama menjafi zumud dan dekaden seperti itu.
Caranya dengan segera membuka sumberdaya-sumberdaya pendidikan yang sesungguhnya sedemikian luas, yang berada di luar sistim sekolah. Meliputi segenap alam raya. Utamanya tentu saha keluarga sebagai sumberdaya pendidikan paling sebermula, pondasionil, sekaligus sepanjang hayat. Dengan begitu, pendidikan pun benar-benar bisa terbukti menjadi mungkin bagi tiap orang.
"Bagi tiap manusia, belajar adalah hak, mengingat belajar itu sendiri sudah inheren ada di setiap diri manusia seiring kehadirannya di muka bumi. Sementara belajar ke sekolah haruslah sekedar sebuah opsi saja, bukan kewajiban," ingatnya.
Ditambahkannya, kini dengan terbuktinya sekolah berada dalam proses memudar, bahkan menuju pelenyapan, apalagi saat berhadapan dengan era digital dan Pandeni global, sudah semestinya segenap keluarga di Indonesia, sebagai satuan pendidikan paling otentik dan otonom, bahu-membahu segera merebut kembali pemaknaan atas konsep dan kerja-kerja pendidikan.
Dengan memudarnya peran sekolah sebagai satuan pendidikan, maka anggaran raksasa triliun rupiah sektor pendidikan dalam APBN tahun ini dan tahun-tahun ke depan, yang diperuntukkan untuk penyelengaraan sekolah-sekolah secara nasional dan yang diluar gaji guru, seharusnya didistribusikan secara merata kepada satuan-satuan pendidikan paling otentik, yakn segenap keluarga, yang kini sedang dan terus mempraktekkan kerja-kerja pendidikan dan kebudayaan ditengah kelumpuhan model persekolahan yang teknokratis dan zumud itu
"Pendistribusian anggaran itu sangat pantas dan sudah selayaknya didistribusikan untuk menstimulus peningkatan dan penguatan kapasitas keluarga di Indonesia dalam menjalani proses pendidikan dan pembelajaran bagi anak-anaknya di rumah. Lagi pula itu memang aslinya uang rakyat, bukan uang milik oligarki" pungkas Nanang. (OL-13)
Baca Juga: KPK Cecar Gubernur Bengkulu Soal Ekspor Benur
Tujuan kerja sama untuk memberikan pembinaan dan pemahaman tentang ideologi Pancasila di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa yang berkuliah di UPI Kampus Cibiru.
Di tengah tantangan arus digital saat ini, kegiatan kelas menulis bermanfaat untuk mengasah kreativitas dan kemampuan menulis anak-anak.
Ratusan anak mengerubungi Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko saat bermain kuis Pancasila dalam puncak perayaan Hari Anak Nasional di Istora Papua Bangkit.
UPAYA penguatan Pancasila yang dimulai pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo mesti dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
PARTAI NasDem pada 25-27 Agustus 2024 mendatang akan menyelenggarakan perhelatan akbar dalam tradisi keorganisasian partai, yaitu kongres ke-3.
PANCASILA pro pembangunan berkelanjutan. Itu pilihan tunggal atau tujuan Proklamasi tidak kesampaian.
Peran penting aparatur sipil negara (ASN) dalam perbaikan tata kelola pemerintahan menuju Indonesia Emas 2045. Untuk itu, Presiden Joko Widodo mengamanatkan
WAKIL Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit mempertanyakan fungsi perencanaan dan penajaman kegiatan pembangunan yang diagendakan pemerintah, Bappenas
Masih banyak program yang tak sesuai dengan perencanaan dan meleset jauh dari target. Salah satu yang ia soroti ialah pembelian motor trail untuk program revolusi mental.
Perpusnas Bahas penguatan budaya baca dan literasi, pengarusutamaan naskah nusantara, serta standardisasi dan pembinaan tenaga perpustakaan dalam Rakornas 2024.
Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menilai program Revolusi Mental yang digaungkan Presiden Joko Widodo sejauh ini belum terlaksana dengan baik.
Menurut Cak Imin, revolusi mental tidak pas lagi. Ia menilai jargon yang dipopulerkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu sudah tak relevan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved