Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Satgas Perbaikan Investasi Hulu Migas Dianggap tidak Diperlukan

Insi Nantika Jelita
31/7/2024 21:09
Satgas Perbaikan Investasi Hulu Migas Dianggap tidak Diperlukan
Petugas melakukan pengecekan parameter separator produksi di Stasiun Pengumpul ABG Pertamina EP Jatibarang Field di Indramayu, Jawa Barat(Antara)

PENGAMAT energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Deendarlianto menilai pemerintah tidak perlu membentuk satuan tugas (satgas) untuk memperbaiki investasi hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia.

Menurutnya, pemerintah cukup menguatkan kelembagaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang telah memiliki sumber daya manusia (SDM) dan pengalaman yang mumpuni dalam mengelola kegiatan hulu migas di Tanah Air.

"Sepertinya (satgas) tidak diperlukan. Saya pikir yang perlu dilakukan adalah penguatan SKK Migas sebagai institusi utama pelaksana di bidang hulu migas. SKK punya data, SDM serta pengalaman yang sangat memadai di bidang hulu migas," ujarnya kepada Media Indonesia, Rabu (31/7).

Baca juga : Peserta Pre Event IOG SCM Lampaui Target

Deendarlianto menerangkan industri hulu migas memiliki karakteristik high risk investment atau investasi yang mempunyai tingkat risiko tinggi. Katanya, yang dibutuhkan utama investor adalah iklim investasi yang kondusif dan kepastian hukum, bukan kehadiran satgas.

Dengan adanya kemudahan berbisnis yang dijamin melalui kepastian aturan seperti penyelesaian revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) menjadi pertimbangan investor menanamkan modalnya di Tanah Air.

"Harus ada aturan yang jelas. Pada sisi lain, aturan teknis juga tidak boleh berubah-ubah seperti perubahan dari cost recovery menjadi gross split tanpa kajian akademis yang matang," singgungnya.

Baca juga : IPA Convex 2024 Tarik Minat Investor Global Masuk

Dengan kehadiran satgas tersebut yang terdiri dari berbagai perwakilan kementerian/lembaga (k/l) justru dikhawatirkan membuat pengelolaan migas tidak efisien karena banyak pihak yang terlibat.

"Satgas ini justru membuat terlalu banyak lembaga yang hadir. Kewenangan yang ada akan menjadi tumpang tindih," pungkasnya.

Di kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Pandjaitan menyampaikan pembentukan satuan tugas atau task force diperlukan untuk menggenjot investasi hulu migas di Indonesia. Saat ini, Indonesia dianggap masih kalah bersaing dengan negara dalam menarik investor hulu migas.

Baca juga : SKK Migas: Indonesia Peringkat 9 di Asia Pasifik dari Segi Daya Tarik Investasi Migas

"Kami lagi bikin task force untuk itu untuk melihat aturan-aturannya. Kita harus kasih insentif lebih bagus lah. Sekarang saya lihat malah Afrika itu lebih bagus dari kita," kata Luhut dalam acara 2nd International & Indonesia Carbon Capture and Storage (IICCS) Forum 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (31/7).

Dia menyampaikan negara lain di benua Afrika menawarkan kontrak bagi hasil hulu migas (production sharing contract/PSC) lewat skema gross split lebih menggiurkan untuk investor dibandingkan Indonesia. Yakni, dipatok 60% untuk negara dan 40% (60:40) untuk perusahaan migas yang menjadi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).

Oleh karena itu, jelas Luhut, tugas utama satgas perbaikan iklim investasi hulu migas akan menyederhanakan perizinan usaha, membuat kontrak kerja sama yang menarik di mata investor dan lainnya.

"Di kita masih 85:15, sedangkan di Afrika 60:40. Jadi, kita sekarang ini harus betul tajam melihat peluang sekeliling kita," tegas Luhut. (Ins/Z-7)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya