Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PEMERINTAH tengah berupaya memperluas pengenaan objek cukai guna meningkatkan penerimaan negara. Tiket konser, deterjen, hingga makanan cepat saji masuk dalam prakajian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan sebagai objek perluasan cukai.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Teknis dan Fasilitas Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu Iyan Rubianto saat memberikan kuliah umum bertema Menggali Potensi Penerimaan Cukai di PKN STAN yang disaksikan secara daring pada Rabu (24/7).
Dalam paparannya, terdapat beberapa barang yang masuk dalam prakajian ekstensifikasi cukai seperti rumah, tiket pertunjukan hiburan, fast food, tissue, smartphone, MSG, batu bara, hingga deterjen.
Baca juga : Bea Cukai Tanggapi Isu Ekstensifikasi Cukai
“Prakajian pernah kita lakukan, itu ada rumah, tiket hiburan, konser. Kalau rumah, rumah yang seperti apa? rumah mewah yang sering di flexing rumah Rp2 miliar, Rp3 miliar. Lalu tiket konser, beberapa tahun lalu kita pernah hampir memungut cukai CD,” kata Iyan.
Dia menambahkan, prakajian ekstensifikasi tersebut masih jauh dari penetapan pengenaan cukai. Sebab banyak pertimbangan yang perlu dilakukan oleh pemerintah. “Ini tidak mudah. ini dorongan bagus, supaya prakajian ini bisa jadi inspirasi,” tambah Iyan.
Dari paparannya pula, pemerintah telah melakukan kajian ekstensifikasi cukai terhadap barang-barang seperti plastik yang mencakup kantong plastik, cutlerry, styrofoam, dan diapers. Lalu bahan bakar minyak (BBM) masuk dalam kajian perluasan objek kena cukai tersebut.
Baca juga : Bea Cukai Batam Gagalkan Penyelundupan Rokok Ilegal dan Terapkan Asas Ultimum Remedium
Selain itu, produk pangan olahan bernatrium juga masuk ke dalam kajian ekstensifikasi cukai. Demikian halnya dengan minuman bergula dalam kemasan, termasuk yang mengandung sweetener. Pengenaan cukai terhadap barang-barang itu dinilai untuk mengurangi tingkat obesitas dan pengidap diabetes di Indonesia.
“Terakhir dengan WHO di Swiss, bukan hanya gula yang berbahaya, tapi juga sweetener berbahaya. Ini untuk kesehatan, maka kita ke MBDK (minuman bergula dalam kemasan), anak muda ini sudah banyak kena stroke, diabetes. Beberapa anak buah saya masih di bawah 30 tahun sudah kena diabetes. Itu adalah mother of disease, itu bisa kemana-mana, dan itu pintu masuknya. Ini salah satunya kita bisa bantu melalui MBDK,” jelas Iyan.
Lebih lanjut, dia menerangkan, upaya ekstensifikasi barang kena cukai diperlukan lantaran selama ini penerimaan cukai didominasi dari barang hasil tembakau. Tercatat 95% penerimaan cukai berasal dari penerimaan cukai hasil tembakau.
Selain itu, upaya ekstensifikasi cukai juga diperlukan lantaran rasio penerimaan cukai terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih cukup rendah. Apalagi Indonesia saat ini menjadi negara di ASEAN yang menerapkan barang kena cukai paling sedikit, yakni etil alkohol, minuman keras, dan hasil tembakau.
Sementara negara lain seperti Brunei tercatat menerapkan 22 barang kena cukai (BKC), Thailand sebanyak 21 BKC, Laos 18 BKC, Vietnam 16 BKC, dan Kamboja 13 BKC. (Mir)
PRESIDEN Joko Widodo melalui Kementerian Kesehatan memberikan lampu hijau kepada Kementerian Keuangan untuk mengenakan cukai atas pangan olahan, termasuk pangan olahan cepat saji.
RENCANA pemerintah memperluas penerimaan cukai ke tiket konser, deterjen, hingga makanan cepat saji dinilai bisa memperburuk kondisi ekonomi Indonesia.
PEMERINTAH menyasar minuman berpemanis dalam kemasan sebagai objek cukai baru. Ini mencakup minuman yang mengandung gula, pemanis alami, hingga pemanis buatan.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto, memberikan tanggapan terkait isu kebijakan ekstensifikasi cukai.
Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) secara tegas menolak pasal tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Mengacu PP 54/2023, penyidikan pidana di bidang cukai hanya dapat dilakukan bila tersangka mengajukan permohonan, dianggap layak, dan mau membayar sanksi administrasi hingga empat kali lipat
Penerapan ketentuan sanksi administratif yang besar ini akan lebih memberikan efek jera dan manfaat dibandingkan penerapan sanksi pidana."
menurut Herdiansyah, PP 54/2023 juga telah menyalahi ketentuan yang berlaku di atasnya, yakni UU tentang Cukai.
Pada minuman kemasan 250 ml mengandung 25 gram atau 4,6 sendok teh gula. Padahal Kemenkes merekomendasikan asupan gula maksimal 25 sampai 50 gram per hari.
KINERJA Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga April 2023 mencatatkan surplus sebesar Rp234,7 triliun, setara 1,12% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved