Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Perbankan Nasional Masih Solid di Era Tingginya Suku Bunga

M. Ilham Ramadhan Avisena
30/10/2023 16:39
Perbankan Nasional Masih Solid di Era Tingginya Suku Bunga
Petugas bank menunjukkan uang pecahan rupiah di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta(Antara/Muhammad Adimaja)

INDUSTRI perbankan nasional masih cukup solid dan berdaya tahan di tengah era tingkat suku bunga tinggi dengan waktu yang lama (higher for longer). Itu ditandai dengan tingkat permodalan (capital adequacy ratio/CAR) yang tinggi, yaitu 27,41%, jauh di atas ambang batas 20%.

"Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan prudential kita yang konservatif sangat membantu di dalam menangani situasi global yang masih ditandai dengan volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA)," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae dalam konferensi pers secara daring, Senin (30/10).

Ia turut menyampaikan bahwa kinerja intermediasi perbankan tetap terjaga dengan pertumbuhan kredit September 2023 di angka 8,96% (yoy), sedikit melambat dari Agustus yang sebesar 9,06%. Pertumbuhan kredit tersebut setara Rp6.837,30 triliun, dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 11,19% (yoy).

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Harus 5-7% untuk Indonesia Jadi Negara Maju

Ditinjau dari kepemilikan bank pada bulan September 2023, kata Dian, bank umum swasta domestik menjadi kontributor pertumbuhan kredit terbesar yaitu sebesar 12,19% (yoy). Itu berbeda jauh dengan kondisi Juni dan Juli 2023 yang saat itu laju kredit tertinggi dikontribusikan bank BUMN sebesar 8,30% (yoy) dan 9,81% (yoy).

Di sisi lain, pertumbuhan dan pihak ketiga (DPK) pada September 2023 tercatat 6,54% (yoy), sementara Agustus 2023 6,24% (yoy) atau menjadi Rp8.147,17 triliun dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 9,84% (yoy).

Baca juga: Jalan Keluar dalam Penyelesaian Kredit Macet terkait Pandemi

"Pertumbuhan DPK yang termoderasi antara lain karena meningkatnya konsumsi masyarakat dan meningkatnya kebutuhan investasi korporasi pascapencabutan status pandemi covid-19," terang Dian.

Lebih jauh, likuiditas perbankan September 2033 juga tercatat dalam level memadai. Rasio-rasio likuiditas jauh di atas level kebutuhan pengawasan. Rasio alat likuid non core deposit (AL/NCD) dan alat likuid (AL/DPK) masih berada di atas ambang batas, yakni masing-masing 115,37% dan 25,83%.

Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio Non Performing Loan (NPL) net perbankan 0,77%, turun tipis dari posisi Agustus 2023 sebesar 0,79%. Sedangkan NPL gross perbankan tercatat 2,43%, turun dari Agustus 2023 yang tercatat 2,50%.

Dian menambahkan, seiring pertumbuhan perekonomian nasional, jumlah kredit restrukturisasi covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi sebesar Rp316,98 triliun, turun dari Agustus 2023 yang sebesar Rp326,15 triliun, atau turun sebesar Rp9,17 triliun.

Jumlah nasabah restrukturisasi covid-19 itu tercatat sebesar 1,30 juta nasabah, lebih rendah dari Agustus yang mencapai tercatat 1,46 juta nasabah, atau berkurang sebesar 140.000 nasabah. "Menurunnya jumlah kredit restrukturisasi berdampak positif bagi penurunan loan at risk menjadi 12,7% dari Agustus 2023 12,55%," terang Dian.

"Berdasarkan hasil assesment, industri perbankan tetap resilien dan mampu menyerap potensi risiko di tengah kondisi tersebut, namun demikian, bank akan terus melakukan stress test scenario untuk menguji ketahanan permodalan maupun likuiditas, sesuai dengan prinsip manajemen risiko," pungkas Dian. (Mir/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya