Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Naik Status tidak Jamin Pertumbuhan Ekonomi Tinggi

M. Ilham Ramadhan Avisena
04/7/2023 18:22
Naik Status tidak Jamin Pertumbuhan Ekonomi Tinggi
Ilustrasi perdagangan(Antara/M Risyal Hidayat )

STATUS Indonesia kembali naik menjadi negara berpendapatan menengah atas tak akan menjamin kinerja pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun berikutnya. Sebab, perubahan status tersebut bersifat sementara lantaran banyak ditopang oleh pendapatan ekspor komoditas olahan primer dan setengah jadi.

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira saat dihubungi, Selasa (4/7).

"Begitu harga komoditas mulai melandai, tekanan ekspor dan pelemahan sektor turunan komoditas akan membuat ekonomi kembali melemah," tuturnya.

Baca juga:Ini Tanggapan Sri Mulyani Terkait Imbauan IMF Soal Larangan Ekspor

Dia menambahkan, inflasi dan suku bunga yang naik akan menjadi penghalang motor ekonomi domestik untuk tumbuh rata-rata di angka 7% pascapandemi. Karenanya Indonesia tidak boleh berpuas diri dengan status kelas menengah atas karena membutuhkan pertumbuhan 7% untuk lompat ke status negara maju.

Lebih lanjut, Bhima mengatakan, perubahan status Indonesia memberikan manfaat dari sisi bunga pinjaman yang lebih rendah di pasar. Sebab, negara yang memiliki status baik memiliki rating utang yang lebih baik. Itu pada akhirnya mendorong peningkatan kepercayaan investor dan mitra dagang.

Baca juga: Ketidakpastian Perekonomian Global Meningkat, Permintaan Domestik Membaik

Namun di saat yang sama, naiknya status Indonesia juga dapat berimplikasi negatif. Sebab nantinya Indonesia akan banyak meminjam dengan skema pasar dan bukan hibah maupun pinjaman lunak.

"Kelemahan lainnya adalah fasilitas perdagangan sebagai contoh soal GSP (generalized system of preferences) untuk ekspor ke AS bagi di Indonesia bisa dievaluasi karena dianggap Indonesia sudah tidak layak mendapat fasilitas penurunan tarif dan bea masuk ke negara maju," tutur Bhima.

Sementara itu, ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai peningkatan status Indonesia mengindikasikan pemulihan ekonomi Indonesia relatif lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain setelah menghadapi pandemi covid-19. Itu sekaligus menjadi sinyal bahwa perekonomian Indonesia membaik di tahun 2022.

Salah satu potensi manfaat dari peningkatan status itu ialah dari sisi persepsi risiko di Indonesia yang membaik, sehingga para investor menjadi semakin tertarik dalam berinvestasi di Indonesia, baik investasi secara langsung maupun investasi di pasar keuangan.

"Sedangkan dalam rangka keluar dari middle income trap, salah satu yang perlu dilakukan adalah mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga ke level high income," kata Josua.

Pemerintah, lanjutnya, perlu mendorong kebijakan strategis untuk mencari sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang baru, secara khusus bagaimana mendorong re-industrialisasi pada sektor padat karya. Itu bertujuan agar perekonomian dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, beberapa hambatan dalam perekonomian yang sudah dicanangkan pemerintah seperti peningkatan kualitas infrastruktur fisik dan non-fisik perlu dilanjutkan. Itu terutama dibarengi dengan peningkatan kualitas SDM, sehingga dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

"Belum lagi penekanan pada pemberdayaan dan peningkatan skala ekonomi dari segmen UMKM, sehingga dapat mendukung kemampuan entrepreneurship yang pada akhirnya dapat menciptakan usaha-usaha baru yang juga dapat mendorong penyerapan tenaga kerja," pungkas Josua. (Mir/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya