Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Penghapusan Premium Jangan Isapan Jempol Semata

Insi Nantika Jelita
26/12/2021 23:58
Penghapusan Premium Jangan Isapan Jempol Semata
Ilustrasi(Dok MI)

KETUA Pengurus Harian Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendukung langkah PT Pertamina (Persero) yang segera menghapus pemakaian bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium pada tahun depan.

Menurutnya, masyarakat Jakarta dan Bodetabek sudah lama tercemar oleh polutan bahan bakar minyak yang tidak ramah lingkungan seperti Premium yang memiliki nilai oktan atau Research Octane Number (RON) paling rendah, yakni 88.

"Penghapusan bensin premium seharusnya bukan wacana saja alias bukan isapan jempol belaka," ujarnya kepada Media Indonesia, Minggu (26/12).

Dia berpendapat, tingginya polusi di suatu daerah bisa menimbulkan kerugian berganda yang sangat serius, baik dari sisi lingkungan, kesehatan atau kerugian ekonomi.


Tulus menerangkan, berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 80% penyakit tidak menular (non comunicable desease) di Ibu kota pemicu utamanya adalah polusi, sehingga masyarakat di Jakarta menjadi gampang sakit.

Korelasi dengan hal itu, jika merujuk pada hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, membuktikan 4 dari 5 penyebab kematian terbanyak di Indonesia adalah penyakit tidak menular, seperti stroke (21,1%), jantung koroner (12,9%), tuberkulosis (5,7%), dan hipertensi dengan komplikasi (5,3%).


"Bahkan 1,4 juta warga Jakarta menderita penyakit asma. Selain karena faktor gaya hidup, aspek kualitas udara luar ruang seperti polusi yang berkontribusi terhadap tingginya prevalensi penyakit tidak menular tersebut," jelas Tulus.

Tidak hanya itu saja, dampak polusi udara juga disinggung Ketua YLKI ini menimbulkan kerugian ekonomi yang hebat. Kajian tim peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (2015), mengestimasikan bahwa secara nasional kerugian ekonomi akibat polusi udara mencapai Rp373,1 triliun per tahun.

Tulus menambahkan, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk perawatan akibat pencemaran udara sebesar Rp1,53 juta atau 6,7% dari pendapatan per kapita. Ini kerugian skala nasional, namun kerugian terbesar adalah kota besar di Indonesia, terutama Jakarta dan Bodetabek.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, penghapusan Premium sudah direkomendadikan Tim Anti Mafia Migas yang kala itu dipimpin Faisal Basri (2014-2015). "Saya kira ini merupakan bagian dari rencana kebijakan yang sudah lama ditetapkan. Semestinya segala biaya dan manfaatnya sudah diperhitungkan oleh pemerintah," tandasnya.

Pertamina dianggap sudah melakukan sosialisasi soal peralihan pemakaian BBM dari Premium Program Langit Biru (PLB). Upaya ini bentuk dukungan Pemerintah sesuai Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Pertamina diketahui mendorong penggunaan produk BBM berkualitas, yakni Pertalite dengan RON 90, Pertamax RON 92 dan Pertamax Turbo RON 98, dengan memberikan harga khusus atau lebih murah. Misalnya, penjualan Pertalite sebesar Rp6.450 per liter, dipatok lebih rendah Rp1.200 dari harga normal Pertalite Rp7.650. "Mereka sudah melaksanakan melalui berbagai program seperti Program Langit Biru dengan harga khusus Pertalite di sejumlah SPBU. Tapi, memang akan lebih baik jika dimasifkan lagi sosialisasinya," pungkasnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya