Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

PHRI : Usaha Kami Mau Mati, Butuh Insentif Dana!

Insi Nantika Jelita
03/7/2021 23:25
PHRI : Usaha Kami Mau Mati, Butuh Insentif Dana!
Pengemudi ojek daring mengambil pesanan makanan di salah satu restoran saat masa PPKM Darurat(ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

WAKIL Ketua Umum Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Emil Arifin mengungkapkan, adanya pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat Jawa-Bali, akan menambah penderitaan pengusaha dan pekerja sektor perhotelan, restoran hingga ritel.

Sejak Oktober 2020 hingga Februari 2021, PHRI mencatat sekitar 125 sampai 150 restoran yang tutup per bulan serta ratusan ribu pekerja dari sektor itu terkena PHK. Emil pun menyebut, sektor tersebut membutuhkan insentif atau sokongan dana dari pemerintah

"200 ribu karyawan sudah hilang (PHK) sebelum PPKM darurat. Sekarang harus PHK siapa lagi? Sudah sedikit karyawan yang ada. Mau mati ini (usaha). Kami minta dukungan insentif dana," tegas Emil kepada Media Indonesia, Sabtu (3/7).

Emil mengatakan bantuan sebelumnya dari pemerintah seperti dana hibah pariwisata sudah lama diberikan atau pada tahun lalu.

Selain dana hibah, PHRI mendorong pemerintah untuk memberikan relaksasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta penghapusan pajak restoran (PB1).

Baca juga: Harga Obat dan Alat Kesehatan Covid-19 Melambung Tinggi? Laporkan!

"Saya mohon kalau bisa kita diajak duduk bersama dengan pemerintah soal lockdown atau pembatasan ini. Kalau misalnya mal atau restoran ditutup dua minggu, bisa enggak pemerintah bayarin uang sewa mal, tagihan bunga, atau relaksasi pajak? Kan ini (PPKM darurat) mendadak," ucap Emil.

Sejatinya, dia menyebut para asosiasi pengusaha mal atau restoran mendukung kebijakan pemerintah dalam menekan penularan covid-19.

Emil juga mengaku prihatin dampak kebijakan itu terus menyerang sektor perhotelan, mal atau restoran, yang mana mal harus tutup hingga 20 Juli.

"Pemerintah bilang tutup ya kami tutup, tapi kerugian ini siapa yang akan menanggung? Kami sudah menanggung setahun lebih ini, uang sewa harus dibayar, gaji pegawai juga," tandas Emil.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo menyatakan pembatasan operasional pada ritel modern dan mal akan membuat sektor tersebut semakin terpuruk.

Pembatasan jam operasional dan pengunjung selain akan berpotensi membuat menyusutnya kunjungan masyarakat, juga diyakini dapat membuat barang dagangan para UMKM yang menaruhkan harapan penjualan produk menjadi tidak laku.

"Lalu, melambatnya produktivitas sektor manufaktur makanan minuman serta berpotensi penutupan gerai ritel yang bermuara pada tergerusnya konsumsi rumah tangga. Ini mengakibatkan semakin terpuruk," kata Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey pada (30/6). (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya