Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
DI akhir pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, penanganan prevalensi stunting atau tengkes ternyata meloyo. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI), prevalensi stunting pada 2023 tercatat sebesar 21,5%, hanya turun 0,1% dari prevalensi 2022. Padahal, target penurunan tengkes pada 2023 mencapai 3,8%.
Dengan kata lain, penurunan prevalensi stunting pada 2023 sangat kecil dan jauh dari target. Wakil Presiden yang juga Ketua Pengarah Percepatan Penurunan Stunting Ma'ruf Amin pun meminta evaluasi menyeluruh terhadap program percepatan penurunan angka tengkes yang terus melambat.
Wapres juga membuka wacana untuk mengoreksi target prevalensi stunting yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Tahun ini tengkes ditargetkan turun menjadi 14%. Jika berpijak pada angka stunting
tahun lalu yang 21,5%, pemerintah mesti mengejar penurunan 7,5%. Hampir mustahil kalau melihat capaian lemah tahun lalu.
Presiden Joko Widodo pun pernah mengungkapkan target menjadikan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun ini adalah suatu hal yang tidak mudah dan ambisius. Sama ambisiusnya dengan janji kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019 lalu yang bahkan menargetkan zero stunting alias nihil kasus tengkes.
Ketika itu, pada akhir 2018 Jokowi menegaskan ia merasa malu dengan adanya kasus stunting. Karena itu, Jokowi menginginkan jangan sampai ada lagi kasus gizi buruk dan stunting di perdesaan. Itulah alasan dia sesumbar bakal menihilkan kasus stunting.
Kini, di pengujung pemerintahan, Jokowi dan Ma'ruf Amin kompak mengakui target yang mereka buat terlalu berlebihan dan tidak mungkin tercapai. Mereka seakan melempar handuk putih di tarikan napas terakhir pemerintahan ini.
Presiden Jokowi yang kerap tampil di depan panggung dengan menebar sikap dan pemikiran positif demi menumbuhkan optimisme dan harapan publik pun kini harus realistis melihat fakta. Realitas pada akhirnya telah memaksanya untuk menjadi realistis.
Namun, itu saja belum cukup. Persoalan tengkes adalah persoalan generasi masa depan. Siapa pun pemimpin bangsa ini, penanganan masalah tengkes sama sekali tak boleh dianggap enteng. Pemimpin amat diharapkan mampu bertindak secara lebih konkret, lebih kreatif, dengan mendayagunakan seluruh sumber daya yang dimiliki.
Evaluasi menyeluruh terhadap program percepatan penurunan angka tengkes yang terus melambat mesti segera dilakukan. Dengan anggaran penanganan stunting nasional yang mencapai Rp30 triliun pada 2023, tapi hasilnya hanya mampu menurunkan angka prevalensi 0,1%, bukankah itu sebuah kegagalan besar yang mesti disikapi dengan superserius?
Identifikasi faktor penyebab kegagalan harus dipercepat sehingga tahu titik-titik kebijakan mana yang perlu diperbaiki atau dirombak. Lalu, tentukan fokus penanggulangan yang tepat sehingga langkah-langkah intervensi pemerintah juga bisa tepat sasaran.
Salah satu kritik yang sering disampaikan kepada pemerintah ialah ihwal ketidaktepatan fokus program. Misalnya, ada yang berpendapat intervensi stunting saat ini lebih fokus menyasar anak yang sudah lahir. Padahal, intervensi pencegahan mestinya dilakukan mulai dari pemberian edukasi soal tengkes pada calon pengantin dan ibu hamil hingga pengendalian kelahiran.
Pendeknya, angka prevalensi stunting bakal sulit diturunkan apabila negara justru terus-terusan salah fokus dalam penentuan kebijakan dan intervensinya. Memilih langkah paling instan dan mudah dengan mengubah deretan angka yang selama ini menjadi target, sah-sah saja. Akan tetapi, itu ibarat hanya pelarian dari masalah yang sesungguhnya.
Angka tengkes memang harus ditekan sekecil-kecilnya karena hal itu akan menentukan kualitas generasi emas bangsa ini nanti. Tidak elok kiranya kalau presiden dan wakil presiden justru buru-buru angkat tangan dan memilih merevisi target penurunan prevalensi stunting.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved