Bermain, Olahraga, dan Berteman

SEMUA duduk melingkar, baru sebentar beberapa anak sudah berpencar, berputar-putar di ruangan berdinding kaca besar berukuran 8x5 meter.

Secara perlahan dua instruktur kelas dance usia 3-5 tahun di pusat kebugaran khusus anak, Rockstar Gym Kota Kasablanka, Jakarta, memanggil para murid yang asyik bermain sendiri untuk duduk mengikuti gerakan.

Gerakan mereka memang tidak sesempurna sang instruktur. Namun, hal itu tidak menjadi bahan koreksi. Dari pengeras suara terdengar lagu Gangnam Style milik Psy, mereka langsung berbaris mengikuti gerak instruktur berjoget seperti memacu kuda.

Tangan dikepal dan disilangkan ditaruh di bagian depan. Tawa pecah seraya mereka menggoyangkan badan mungil mereka.

"Duh mommy, aku capek," ujar Jawdan, 4.

Meski mengaku lelah, Jawdan langsung masuk kembali ke kelas seusai memeluk sang ibu Gullianne. Di dalam kelas, ia malah asyik becermin dan berjoget sesukanya. Lelah bermain, ia pun berbaris di depan, bergoyang mengikuti gerak instrukturnya.

"Jawdan senang, di rumah enggak punya teman, kecuali di sekolah," ujar lirih bocah kecil yang datang bersama sang adiknya, Jazzmine, 1,5.

Suasana hampir serupa juga terjadi di kelas gymnastic. Ada anak-anak yang fokus berlatih dengan gelang-gelang dan palang sejajar. Namun, ada juga sejumlah anak yang tidur-tiduran.

Saat ini, mulai menjamur tempat olahraga khusus anak-anak. Hal itu dinilai psikolog anak LPT UI, Vera Itabiliana, disebabkan kurangnya tempat bermain anak sehingga orangtua memilih lokasi lain untuk mereka bersosialisasi.