Belajar Dulu, Buat Versi Indonesia Kemudian

Ada kontribusi empat animator muda Indonesia pada serial dan film Boboiboy, tokoh superhero nan jenaka asal Malaysia.

BOBOIBOY, serial animasi asal Malaysia yang kini juga difi lmkan, mengisahkan persahabatan dan aksi menyelamatkan bumi dari serangan alien itu telah jadi idola sebagian anak Indonesia. Walau dibuat rumah produksi negeri tetangga, nyatanya Boboiboy juga melibatkan anak muda Indonesia lo! Pada Senin (4/4), tim Boboiboy the Movie asal Indonesia bertandang ke kantor Media Indonesia. Ada Chintya Wu, Dzulkifl y Ehsan, Usamah Widiatmoko, dan Ferdiawan Gunarto. Nah, Muda mewawancarai mereka. Ternyata kompak banget, jawaban mereka nyaris senada.

Simak ya!

Ceritakan dong tugas kalian sebagai apa di Boboiboy ini?

Saya sendiri bekerja sebagai animator, kerjanya menyerupai akting untuk menyampaikan sebuah pesan. Saya mesti bisa mengungkapkan perasaan sedih, senang, dan sebagainya dalam gerak-gerik. Jadi, seperti menyutradarai boneka.

Sejak kapan suka animasi?

Saya sih dari kecil suka banget lihat animasi di televisi setiap Minggu hingga akhirnya saya punya keinginan untuk buat sendiri.

Untuk menciptakan gambar itu seorang animator harus melakukan riset juga?

Ya, bagiku referensi di mana saja. Tinggal perhatiin sekeliling kita. Misalnya orang yang sedang menampar, saya memperhatikan raut muka, cara menamparnya lalu saya tiru dalam boneka agar terlihat lebih hidup.

Bikin satu episode bisa berapa lama?

Satu episode itu bisa membutuhkan waktu hingga satu bulan karena butuh perjalanan yang cukup lama dan berlapis-lapis, mulai skrip, konsep, 3D modeler, 3D animator, lalu ke render artist, baru ke compositor. Prosesnya panjang.

Bagaimana tanggapan penonton Boboiboy terhadap hasil karya kalian? Lumayan bagus, kebanyakan fan Boboiboy itu anak-anak Malaysia dan Indonesia. Mereka selalu nungguin episode baru dari kita. Baru saja keluar episode baru malah langsung nanya episode selanjutnya kapan katanya. Boboiboy the Movie ini ditayangkan tidak serentak di empat negara ini, selalu penuh. Tiketnya selalu habis.

Tantangannya?

Gimana menciptakan animasi serealistis mungkin, tapi selama ini untuk mencapai ke level itu masih susah bagi saya. Sudah berapa lama tinggal di Malaysia? Betah? Menuju sembilan tahun karena dulu aku kuliah dan sampai sekarang kerjanya di sana juga. Betah sih karena tempat kerjaanku itu satu wilayah dengan kos, kampus, dan semacamnya, jadi enak banget.

Bagaimana sih suasana bekerja di sana?

Kita bekerja di sana sehari 8 jam. Setelah itu, biasanya ada refresh bersama-sama seperti main gim. Karena kebetulan bos kita gamer jadi suka diajakin untuk main gim bareng, ya sebagai stress releaselah.

Ada enggak keinginan untuk kerja dan bikin animasi Indonesia?

Mau banget, udah punya rencana ke situ juga karena banyak cerita yang bisa diangkat dari Indonesia seperti cerita rakyatnya. Aku akan kembali ke Indonesia kalau udah ngerasa cukup punya ilmu. Sekarang sedang menyerap ilmu sebanyak-banyaknya. (M-1)