Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PADA 2017, tiga siswi madrasah tsanawiyah asal Desa Banjarwangi di kaki Gunung Cikuray, Garut, Jawa Barat, menggegerkan jagat internet. Video pertunjukan mereka bermusik di panggung lokal menjadi viral di pelbagai platform media sosial. Kolaborasi faktor hijab, perempuan, dan musik metal yang mengejawantah pada ketiganya, sedikit banyak jadi pemicu rasa penasaran banyak orang.
Nyaris 5 tahun berlalu, Voice of Baceprot (VoB) membuktikan eksistensi mereka bukan sekadar ‘numpang lewat’. Popularitas mereka bukan semata keberuntungan. Pascamerilis single orisinal kedua mereka, God, Allow Me (Please) to Play Music, pada 17 Agustus silam, VoB memperoleh kepastian untuk tampil di panggung internasional impian mereka, Wacken Open Air, pada 4-6 Agustus 2022.
Wacken Open Air yang bertempat di Jerman merupakan salah satu festival musik heavy metal dan hard rock terbesar di dunia. Di sana, Firdda Marsya Kurnia (vokal dan gitar), Widi Rahmawati (bas), dan Euis Siti Aisyah (drum), akan berbagi panggung dengan Slipknot, Judas Priest, serta Limp Bizkit.
Kepada Muda, VoB yang baru-baru ini mendapat apresiasi dari Tom Morello, personel salah satu band yang dulu kerap mereka kover, Rage Against the Machine, menuturkan rencana persiapan untuk konser akbar tersebut, juga cerita seputar single terbaru mereka. Yuk, simak obrolan kami yang dilakukan via Zoom, kemarin.
Boleh ceritakan tentang gagasan di balik penciptaan God Allow Me (Please) to Play Music?
Marsya: Sebenarnya ide lagu ini sudah ada sejak 2016. Saat itu kita lagi di fase capek banget, lagi berkonfrontasi sama orang-orang yang menentang keputusan hidup kita untuk bermusik. Mereka yang selalu bilang perempuan berhijab seperti kita tidak cocok bermain musik, apalagi musik keras.
Nah, setiap kita mencoba untuk melawan, kita selalu melawan lebih frontal. Makanya, kita lebih memilih untuk membuat lagu yang langsung minta izin ke Tuhan, daripada ribut terus sama orang yang kita tidak tahu juga dia siapa, dari mana.
Ada peran obrolan dengan Abah Erza Satia --mantan guru sekaligus manajer VoB—ya?
Marsya: Memang setiap membuat lagu, melalui fase diskusi dulu bersama Abah. Pada saat itu, kita kira-kira sempat bilang begini ke Abah, 'Bah, capek ya ribut terus sama orang, bahkan di lingkungan terdekat'.
Terus Abah tiba-tiba bertanya,'Kalian masih percaya Tuhan enggak?'. ‘Loh kok nanyanya begitu?’. Terus kata Abah, 'Ya udah kalau percaya, bikin lagu aja yang minta izin ke Tuhan. Lagian ngapain kalian ribut sama manusia, langsung aja izin ke Tuhan yang Dia itu Maha Pemilik Izin yang sesungguhnya'.
Apa pesan yang ingin disampaikan lewat lagu ini?
Marsya: Lewat lagu ini, kami cuma ingin memakai hak jawab kami buat orang-orang yang selama ini salah paham sama musik yang kami mainkan. Kami cuma ingin bilang, kami ini bukan kriminal, bukan koruptor. Kami cuma ingin bermusik dengan merdeka, dan percaya kalau Tuhan pasti mengizinkan.
Harapan kami, lagu ini juga bisa menumbuhkan rasa toleransi di diri setiap orang, termasuk kami, agar tidak terus-menerus berprasangka buruk pada sesuatu atau seseorang hanya karena terlihat beda.
Di satu baris lirik single baru kalian tertulis, "Why today, idealizations are abusing our mind?" Maksudnya?
Marsya: Terkadang ada waktu ketika kita harus lebih memilih keselamatan diri dan orang lain walaupun harus mengistirahatkan idealisme. Bukan berarti menyerah atau kompromi, melainkan berhenti sejenak, mengatur napas, mengenali medan, dan mungkin bahaya yang mengancam. Misalnya, saat saya mendapat teror misalnya, dilempar batu. Di saat itu, kami diam dulu sejenak dan kenali medan, karena pada saat seperti itu, keselamatan diri dan orang lain lebih penting.
Bagaimana cara kalian mengatasi masa-masa sulit tersebut?
Sitti: Bangkit dari zona ini, paling kami meminimalkan membaca komentar-komentar di media sosial. Lalu, kami lebih memilih untuk melakukan hal-hal yang kami suka. Selain itu, juga banyak ngobrol, komunikasi, dan enjoy.
Kembali ke soal pembuatan lagu, ada pembagian tugas di antara kalian?
Widi: Untuk menulis lirik, di lagu ini (oleh) Abah. Biasanya Abah sama Marsya. Terus, aransemennya kami bertiga. Setelah kami garap, Abah akan memberikan saran.
Prosesnya untuk single ini, yang pertama ketemu itu kan liriknya. Biasanya kami cari dulu chord-nya, gitar-gitaran dulu, lalu di rumah masing-masing, kami latihan dulu dan mengulik bayangan bas dan drum akan seperti apa. Saat di studio, kami cocok-cocokin bersama.
Marsya: Untuk penggarapannya sudah di studio langsung sejak di Garut. Kami bangun mentahnya dulu. Setelah pindah ke Jakarta, dimatangkan dengan dibantu mentor kami.
Oh ya, kalian mendapat mentoring dari sejumlah musikus senior Indonesia, seperti Gusti Hendy (Gigi) dan Stevi Item (Andra and The Backbone). Apa input mereka?
Marsya: Selain memberikan saran untuk lagu ini, mereka juga sempat memujinya dengan mengatakan musiknya lebih dewasa, lebih matang, dan sesuai porsi. Mereka memberi saran bagaimana cara memainkannya biar enak. Kebanyakan untuk bantuannya di lagu ini datang dari produser lagu ini, Stephan Santoso.
Input untuk teknik banyak. Selain itu, untuk mendapatkan feel lagu ini, mereka juga memberikan trik-triknya, seperti nikmati saja, dan kalian harus tahu emosinya seperti apa.
Sitti: Mereka banyak memberikan saran karena di lagu ini kami masukkan unsur yang tidak biasa, dan ada unsur-unsur reggae.
Kecintaan kalian terhadap metal dipengaruhi lagu Toxicity, hal apa dari lagu atau genre itu secara umum yang bikin kalian merasa klik dan berpikir 'ini gue banget'?
Marsya: Kami merasa lagu Toxicity seperti membawa semangat baru yang lebih bebas dan lebih lepas. Sesuatu yang saat pertama dengar itu sudah seperti terasa kemewahan bagi kami yang terkungkung setiap aturan ribet dan pada masa itu berusaha untuk melepaskan diri.
Makanya, saat pertama kali dengar, kami merasa seperti musiknya beda dan lebih bebas, serta lepas. Mungkin ini berkaitan juga dengan selera, dalam artian ini selera kami.
Siapa yang mencetuskan ide membuat band dan nama kalian yang unik, Voice of Baceprot?
Widi: Yang ngasih nama itu Abah. Jadi baceprot itu kan berasal dari bahasa Sunda, yang artinya meracau, dan Abah memberikan nama Voice of Baceprot itu sesuai saja dengan karakter kami yang bawel, yang banyak bicara, meracau seperti itu.
Kalian sudah bersama sejak 2014. Pernah ricuh?
Marsya: Aku sama Sitti sudah berteman sejak SD karena satu sekolah. Sama Widi itu bertemu saat masuk MTs atau SMP. Sebelum di teater (sekolah), kami sudah berteman, tapi tidak terlalu dekat. Nah, saat bergabung di teater itu akhirnya satu jiwa dan akrab.
Sitti: Kalau seperti itu pasti ada saja, dimulai hal-hal sepele. Misalnya aku banyak bergaul dengan Marsya, nah Widi di saat itu suka cemburu. Lalu, berbaikannya ya kita buka obrolan bertiga, dan yang selalu menjadi penengah itu Marsya.
Selepas sekolah menengah atas, kalian hijrah ke Jakarta untuk membangun karier musik profesional. Bagaimana sikap keluarga?
Widi: Pada awalnya, orangtua aku sempat ragu untuk mengizinkan. Namanya orangtua, pasti ada rasa khawatirnya jika jauh dari anaknya. Tetapi, setelah beberapa kali diyakinkan, akhirnya orangtua mengizinkan.
Marsya: Keluargaku apatis. Mungkin orang rumah risih juga melihat aku tidak bicara di rumah, diam di rumah. Jadinya ya udah deh ke Jakarta gitu, mungkin akan menghasilkan sesuatu, kayaknya.
Sitti: Aku awalnya tidak dapat izin karena aku bungsu. Orangtua juga ingin selalu dekat aku karena kakak-kakak aku semua sudah menikah. Akhirnya, kakak aku bicara ke orangtua bahwa kalau aku di kampung juga tidak akan jadi apa-apa. Jadi, ya udah dilepaskan ke Jakarta. Mana tahu nanti menjadi berlian.
VoB dijadwalkan ikut tampil di Wacken Open Air 2022. Dream comes true?
Sitti: Bangga banget, tetapi saat pertama kali dikasih tahu, kita juga sempat tidak percaya. Wacken memang panggung impian besar kami dari dulu.
Marsya: Sempat bengong beberapa hari dan tidak tahu apa yang harus dilakukan dulu karena masih syok.
Apa rencana persiapan kalian untuk event itu?
Widi: Ini panggung impian kita sejak lama sehingga kami perlu mempersiapkan dengan lebih serius dan sebaik mungkin. Kami mulai belajar bahasa Inggris dulu agar bisa komunikasi di sana. Lalu, memperbaiki skill dan mental. Sekarang yang lagi digarap itu kan lagu baru karena kami inginnya tampil di Wacken itu sudah full membawakan lagu kami sendiri.
Kelak, pada 2028, sedekade setelah kalian ‘resmi’ terjun ke industri musik Tanah Air dengan School Revolution, apa yang kalian harapkan sudah tercapai?
Marsya: Satu per satu sudah seperti tampil di panggung internasional. Mungkin, sisanya akan mengikuti di panggung internasional yang lain. Lalu, ingin juga punya banyak karya orisinal yang dirilis secara resmi. Selain itu, juga ingin meluaskan pandangan, pengetahuan, dan daya pikir.
Di saat sama, kira-kira apa yang kalian inginkan terlintas di benak orang saat teringat Voice of Baceprot?
Widi: Kita inginnya band ini diingat menjadi band yang pemberani dan punya banyak karya.
Marsya: Yang terpenting, tetap baceprot. (M-2)
Selama tiga bulan, berbekal ilmu dari Youtube dan jurnal, ia melakukan riset untuk membuat kulit menggunakan bakteri sisa fermentasi kombukha.
Mulai serius menekuni renang sejak kelas 4 SD, kini di usia 13 tahun Chantika telah langganan medali di berbagai kejuaraan, baik dalam maupun luar negeri.
Selain bisa menjadi mahasiswa UGM, Deni menapaki jejak sang idola, WS Rendra, lewat prestasi-prestasinya di bidang puisi.
Berusia 19 tahun, ia tampil di ajang New York Fashion Week 2023 dengan koleksi yang menampilkan jaket kulit domba Garut dengan motif megamendung khas Cirebon.
Terkadang salah satu hal jelek dari orang berkompetisi ialah mengatakan ingin dapat juara. Itu membuat fokusnya bukan lagi soal proses, melainkan hasil dan terkadang jadi tekanan buat kita.
Jembatan Kretek II yang membentang di atas Sungai Opak yang diresmikan Presiden Joko Widodo, Jumat (2/6), menjadi bangunan ikonik baru
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved