Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Solskjaer, Pelatih Nirkarakter

Suryopratomo Pemerhati Sepak Bola
23/10/2021 06:30
Solskjaer, Pelatih Nirkarakter
Suryopratomo Pemerhati Sepak Bola(MI/Seno)

FRANZ Beckenbauer dijuluki Der Kaiser karena sosoknya yang penuh wibawa saat berada di lapangan. Saat memimpin Jerman (Barat) merebut Piala Dunia 1974, ia menunjukkan dirinya seperti seorang kesatria yang selalu tenang menghadapi tantangan. Ketika menjadi pelatih Die Mannschaft untuk memenangi Piala Dunia 1990, ia sedang berdiri penuh wibawa di pinggir lapangan.

Beckenbauer merupakan model tentang pentingnya sebuah karakter. Baik ketika menjadi pemain maupun saat menjadi pelatih, ia menunjukkan karakter pribadi yang jelas. Dengan karakternya itulah, Beckenbauer kemudian meraih berbagai kesuksesan.

Ketika ditanya mengapa ia selalu berdiri di pinggir lapangan dan tidak pernah mau duduk di dugout saat tim asuhannya bertanding, Beckenbauer merespons, karena ia merupakan bagian dari tim. “Ketika tim asuhan saya sedang berjuang meraih kemenangan, saya harus menjadi bagian dari perjuangan itu. Saya tidak bisa duduk enak-enak, tetapi harus merasakan susahnya berjuang meraih kemenangan,” kata sosok besar sepak bola Jerman itu.

“Dengan berdiri di pinggir lapangan, maka para pemain akan merasakan bahwa saya berada bersama mereka. Ketika mereka membutuhkan sesuatu, saya selalu ada untuk mereka,” tambah Beckenbauer.

Hampir semua pelatih yang sebelumnya menjadi pemain kemudian mempraktikkan hal seperti yang dilakukan Beckenbauer. Kita bisa sebut Antonio Conte atau Diego Simeone. Bahkan keduanya tidak hanya berdiri, tapi juga sangat atraktif. Conte dan Simeone tidak berhenti untuk berteriak dari pinggir lapangan.

Keduanya bahkan selalu melakukan selebrasi yang lebih daripada para pemain ketika timnya mencetak gol. Baik Conte maupun Simeone akan berlari-lari sepanjang lapangan dan berjingkrak-jingkrak penuh ekstasi.

Hal itu tidak kita dapatkan dari pelatih Manchester United Ole Gunnar Solskjaer. Selama tiga musim memegang 'Setan Merah', ia tidak menunjukkan karakter seperti seorang komandan lapangan. Ia cenderung menjadi pelatih yang tanpa ekspresi.

Solksjaer tidak hanya memilih untuk duduk, tetapi juga jauh dari lapangan. Lebih sering dia duduk jauh di atas seperti layaknya penonton. Nyaris tidak ada koreksi yang diberikan ketika timnya sedang bertanding.

Padahal, seperti pekan lalu saat bertemu Leicester City, tim asuhannya tidak hanya tidak memiliki determinasi, tetapi juga bermain terlalu longgar. Jarak antara pemain begitu berjauhan sehingga tidak menjadi satu kesatuan tim yang utuh.

Harry Maguire yang menjadi kapten kesebelasan justru menjadi titik kelemahan. Karena 'kemalasannya' menjemput bola, umpan dari kiper David De Gea mampu dicuri pemain Leicester Kelechi Iheanacho dan dimanfaatkan Youri Tielemans untuk menjebol gawang De Gea dengan tendangan indah ke tiang jauh.

Gol balasan pemain asal Belgia itu menjadi awal malapetaka bagi 'Setan Merah' yang harus menelan pil pahit, kalah 2-4. Itulah kekalahan kedua yang harus dialami Manchester United di musim ini, setelah dua pekan sebelumnya dipaksa menyerah 0-1 oleh Aston Villa di Old Trafford.

Tidak usah heran apabila di tangan Solskjaer, 'Setan Merah' kehilangan karakter mereka. Padahal di tangan Sir Alex Ferguson, Roy Keane dan kawan kawan merupakan tim petarung. Di lapangan mereka tidak pernah mau kehilangan bola dan semua pemain selalu bermain penuh semangat untuk meraih kemenangan.

Ferguson akan langsung keluar dari dugout apabila ada pemain yang melakukan kekeliruan fatal. David Beckham pernah sobek pelipisnya ketika Ferguson marah kepada para pemain di ruang ganti pakaian dan sepatunya melayang mengenai pelipis bintang 'Setan Merah' itu.

Tidak mengherankan Cristiano Ronaldo yang kini kembali ke Manchester United sering geleng-geleng kepala melihat permainan rekan-rekannya yang tanpa karakter. Terutama barisan belakang 'Setan Merah' sering begitu mudah ditembus seperti ketika Rabu lalu kebobolan terlebih dulu dua kali oleh para pemain Atalanta di penyisihan grup Liga Champions.

Anehnya, Solskjaer tidak segera mencoba untuk memperbaiki keadaan dan seperti membiarkan kesalahan demi kesalahan terjadi. Beruntung Manchester United memiliki Ronaldo, Bruno Fernandes, Marcus Rashford, atau Mason Greenwood yang bisa seorang diri mencetak gol.

Sepanjang Manchester United tampil tanpa karakter mereka seperti tim 'Setan Merah' yang sesungguhnya, akan sulit bagi mereka untuk meraih kejayaan. Keluarga Glazer perlu mempertimbangkan untuk menemukan pelatih yang lebih mempunyai karakter apabila tidak ingin semakin lama tanpa gelar.

 

 

Diuji Liverpool 

Dengan tiga penampilan terakhir di Liga Primer yang di bawah standar, pertemuan besok malam saat menjamu Liverpool menjadi ujian yang sesungguhnya bagi kepemimpinan Solskjaer. Tanpa ada perubahan karakter yang ia lakukan, akan sangat berat untuk bisa menahan the Reds yang belum terkalahkan dalam 23 pertandingan terakhir.

Apalagi Mohamed Salah menunjukkan kualitasnya yang semakin menakjubkan. Pemain asal Mesir itu tidak hanya menjadi pembeda bagi Liverpool, tetapi juga pengubah permainan. Salah selalu bisa menembus kebuntuan dan akhirnya membawa seluruh rekannya semakin percaya diri.

Gol-gol yang ia ciptakan selalu indah dan spektakuler. Ia bisa melewati beberapa pemain dan bahkan mengecoh bukan hanya pemain belakang, melainkan juga kiper lawan. Sadio Mane dan Roberto Firmino selalu mendapatkan umpan-umpan matang dari Salah yang tinggal diteruskan ke gawang lawan.

Absennya center-back Raphael Varane bisa kembali menjadi malapetaka bagi 'Setan Merah'. Maguire sangat lemah bersama bola di belakang dan sering gugup apabila tiba-tiba ditekan lawan. Víctor Lindelof sama juga, tidak bisa diandalkan untuk menjadi palang pintu. Jauh berbeda dengan saat Rio Ferdinand ataupun Jaap Stam masih bermain sebagai palang pintu di Manchester United.

Di lapangan tengah, Manchester United juga tidak mempunyai lagi pemain seperti Roy Keane yang begitu tangguh serta gelandang sekelas Paul Scholes dan Nicky Butt. Pemain yang ada sekarang seperti Paul Pogba, Nemanja Matic, terlalu lembut bermain. Yang lebih lumayan berani ialah Fred dan Scott McTominay.

Solskjaer pantas berharap Rashford bisa segera pulih dan bisa tampil besok malam. Jadon Sancho yang dibeli mahal dari Borussia Dortmund jauh kelasnya jika dibandingkan dengan Ryan Giggs. Yang lebih lumayan Greenwood walaupun masih terlalu muda dan masih jauh untuk bisa menggantikan David Beckham.

Suka tidak suka, 'Setan Merah' sangat mengandalkan Ronaldo. Bintang gaek asal Portugal itu harus berjuang keras menghadapi ketangguhan Virgil van Dick dan Joel Matip yang akan mengawasinya. Apabila bek kiri Luke Shaw dan bek kanan Aaron Wan-Bissaka bisa memberikan umpan-umpan silang ke kotak penalti, Ronaldo diharapkan bisa mencuri gol.

'Setan Merah' sungguh mengharapkan adanya keberuntungan malam ini. Terutama kehadiran tamu mereka, Liverpool, bisa membuat para pemain tampil menggila karena the Reds merupakan musuh bebuyutan mereka. Kedua tim selalu berupaya saling mengalahkan untuk mengukuhkan siapa yang lebih besar dan lebih 'merah' di Liga Primer.

Solskjaer masih sangat percaya dengan kemampuan para pemain dan yakin akan bisa meraih hasil maksimal besok malam. “Saya melihat keinginan dan tekad masih ada dalam diri para pemain. Tekad itu tidak akan hilang dalam semalam. Apa yang mereka perlihatkan di babak kedua saat menghadapi Atalanta tentunya merupakan modal besar bagi kami untuk menghadapi pertandingan Minggu malam nanti,” ujar pelatih asal Norwegia itu.

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya