Dua Kali Diskors, Rapat Paripurna DPD masih Buntu

Nuriman Jayabuana
03/4/2017 21:58
Dua Kali Diskors, Rapat Paripurna DPD masih Buntu
(ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

RAPAT paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang terus diwarnai saling interupsi gagal menyepakati agenda yang akan dibahas hingga diskors untuk kedua kalinya pada sekitar pukul 18.00 WIB di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (3/4) malam.

Wakil Ketua DPD RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang memimpin rapat paripurna mengetukkan palu tanda diskors yang kedua kalinya, pada pukul 18.00 WIB, karena perdebatan melalui saling interupsi di antara anggota tetap ramai dan tidak mereda.

Ratu Hemas memutuskan menskors sementara rapat paripurna hingga pukul 19.00 WIB untuk dilanjutkan lagi. Perdebatan yang terjadi dalam rapat paripurna DPD RI, adalah soal agenda yang akan dibahas apakah akan mengumumkan putusan Mahkamah Agung atau melakukan pemilihan pimpinan. Adanya dua kelompok kekuatan di internal DPD berusaha saling menggolkan agendanya.

Wakil Ketua DPD RI Faoruk Muhammad mengatakan ricuh pada rapat paripurna saat ini dimulai pada undangan rapat paripurna pada 20 Maret lalu yang agendanya mengusulkan untuk dilakukan pemilihan ulang pimpinan DPD pada awal April 2017. Namun pada rapat, kata dia, ada sejumlah anggota DPD yang menolak dengan alasan sudah mengajukan gugatan uji materi ke MA untuk membatalkan Tata Tertib DPD.

MA kemudian menerbitkan putusannya pada Rabu (29/3) yang memutuskan membatalkan Tata Tertib DPD dan mengembalikan masa jabatan pimpinan DPD menjadi lima tahun sama seperti periode anggota DPR.

"Setelah terbitnya putusan MA, Panmus DPD RI menerbitkan undangan untuk rapat paripurna pada Senin hari ini," katanya.

Di sisi lain, kata Farouk, karena masih ada kekeliruan pada putusan MA, maka putusan tersebut dikoreksi dan diterbitkan lagi pada hari ini.

Panitia Musyawarah (Panmus) yang tugasnya membuat jadwal, melakukan rapat Panmus pada Minggu (2/4) dan dalam rapat Panmus tersebut diwarnai saling interupsi untuk menggolkan agendanya.

"Kalau saya pribadi terserah saja, mana yang ingin dibahas," katanya.

Mantan Direktur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini menambahkan, putusan MA itu masuk dalam dalam lembaran negara, meskipun ditolak untuk dibacakan dalam rapat paripurna akan tetap berlaku, seperti halnya undang-undang. (Ant/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya