Tokoh Amungme Kecam Kebijakan Freeport Soal PHK Massal

Antara
08/3/2017 11:02
Tokoh Amungme Kecam Kebijakan Freeport Soal PHK Massal
(ANTARA)

TOKOH masyarakat Amungme Yosep Yopi Kilangin mengecam kebijakan PT Freeport Indonesia dan perusahaan subkontraktornya yang merumahkan dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal karyawannya semenjak mengalami krisis akibat kebuntuan negosiasi terkait status perusahaan tambang asal AS itu, sejak Februari.

"Saya kira kebijakan PHK ribuan karyawan itu tidak masuk akal. Ini jelas pelanggaran HAM. Masa Freeport sudah keruk keuntungan selama hampir 50 tahun, tapi menangani masalah begini saja dia tidak sanggup
sehingga harus melakukan PHK besar-besaran," kata Yopi di Timika, Rabu (8/3).

Yopi, putra kandung almarhum Mozes Kilangin salah satu tokoh penandatangan dokumen January Agreement 1974 itu, menilai kebijakan Freeport dan perusahaan subkontraktornya yang melakukan PHK massal menunjukkan bahwa perusahaan itu tidak memiliki perencanaan yang matang dalam hal
penataan karyawannya.

Akibat dari kebijakan PHK massal itu, demikian Yopi, ribuan karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktornya tidak hanya kehilangan mata pencaharian guna menghidupi keluarga dan membayar angsuran kredit, bahkan ada karyawan yang sampai kehilangan nyawa akibat serangan jantung.

"Ya, saya terima laporan sudah ada dua orang meninggal begitu mereka menerima surat pemberitahuan PHK. Bagaimana nasib anak, isteri dan keluarga mereka. Saya menangis mendengar cerita itu. Bahkan sekarang masih ada ribuan orang lagi yang sedang menunggu antrean kapan mereka dipulangkan
oleh pihak perusahaan," tutur Yopi, mantan Ketua DPRD Mimika periode
2004-2009 itu.

Yopi secara khusus menyinggung terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 sebagai pemicu atau "bencana kemanusiaan" bagi ribuan orang yang kini di-PHK dan pekerja lainnya yang menunggu giliran akan di-PHK yang bekerja di area pertambangan PT Freeport di Mimika, Papua.

Menurut dia, seharusnya pemerintah Jakarta lebih bijaksana dalam menangani masalah Freeport karena berkaitan dengan hajat hidup ratusan ribu jiwa rakyat Indonesia baik yang bekerja sebagai karyawan maupun masyarakat lokal yang selama ini memiliki ketergantungan tinggi kepada Freeport.

"Kalaupun pemerintah mau mengubah Kontrak Karya Freeport ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tidak ada masalah. Tapi harus tunggu dulu sampai masa waktu KK Freeport berakhir 2021. Kan masih ada beberapa tahun lagi sampai KK Freeport itu berakhir, mengapa pemerintah tidak sabar," katanya.

Ia mengatakan jika sampai krisis Freeport tersebut nanti dampaknya akan menimpa masyarakat lokal maka hal itu akan menuai masalah sosial yang lebih rumit dari kondisi sekarang. "Kalau dampak masalah ini akan menimpa masyarakat, saya akan gugat Freeport sekaligus pemerintah. Mana tanggung jawab negara terhadap masyarakat yang ada di sini. Jangan hanya melempar soal, tapi tidak mampu menyelesaikannya," ujar Yopi.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya