Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PENGAMAT politik Maksimus Ramses Lalongkoe menilai pelaksanaan debat putaran ketiga atau terakhir pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Jumat (10/2) justru lebih banyak menguntungkan pasangan nomor 2, Ahok-Djarot, ketimbang pasangan nomor 1, Agus-Sylvi, dan pasangan nomor 3, Anis-Sandi.
Ramses menjelaskan, paslon 1 dan 3 terlihat lebih banyak membangun opini menyerang secara personal terhadap paslon 2 khususnya Ahok ketimbang memaparkan solusi-solusi yang tepat terkait tema-tema yang ditanyakan moderator debat. Cara ini tentu merugikan mereka sendiri dan mendapatkan keuntungan paslon 2.
"Nampak sekali lebih banyak membangun sentimen pribadi terhadap Ahok ketimbangkan memaparkan solusi yang tepat terhadap persoalan Jakarta sesuai tema yang diangkat. Ini justru merugikan paslon 1 dan 3 sendiri dan tentu menguntungkan paslon 2" kata Ramses di Jakarta, Sabtu (11/2).
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Analisis Politik Indonesia ini, panggung debat terakhir itu seharusnya pasangan calon gunakan secara maksimal dan mengerahkan seluruh potensi masing-masing guna mendapat simpati publik. Namun yang terjadi paslon 1 dan 3 justru memanfaatkan pagunggung debat itu untuk membangun sentimen personal.
Membangun opini negatif terhadap pribadi pasangan calon bukan sesuatu yang diharapan publik Jakarta sebetulnya. Publik lagi-lagi ingin mendapatkan gambaran nyata bagaimana solusi terhadap persoalan Jakarta.
Sebagai contoh kata Ramses, pernyataan paslon 1 yang menyatakan Ahok melakukan kekerasan verbal bahkan kekerasan itu menjadi viral melalui video yang tersebar luas. Pernyataan ini tentu sangat tendensius dan sudah masuk kategori membangun opini publik.
"Debat cerdas dan rasional yang diharapkan masyarakat luas, menjadi sulit nikmati karena cenderung eksplorasi wilayah karakter pribadi calon yang tentu tidak relevan dengan topik-topik yang disuguhkan,” ucap Ramses.
Hal lain juga lanjut Ramses, saat paslon 2 menanyakan terkait jaminan sistem pengelolaan dana 1 miliar tiap RW yang dijanjikan paslon 1 agar tidak terjadinya korupsi, justru tidak menjawab subtansinya malah membangun opini bahwa tidak boleh curigai terhadap rakyat padahal publik ingin tahu bagaimana sistem pengelolaan yang baik, akuntabel, profesional, dan bersih korupsi.
Sementara paslon 3 dalam visi-misinya mengatakan, Jakarta harus membangun kaum perempuan, memperhatikan anak, mengayomi penyandang disabilitas. Tapi tidak dijabarkan secara sistematis bagaimana cara menjalankan program itu justru penjelasannya mengambang yang sulit dipahami masyarakat, papar Dosen Universitas Mercu Buana Jakarta ini. (RO/X-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved